Alhamdulillah, segala
puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Setiap orang pasti
pernah bersedih seperti kala diberi cobaan atau ujian oleh AllahTa’ala. Perlu
diketahui sedih asalnya tidak bisa menolak bahaya atau mendatangkan manfaat,
artinya yang disedihkan atau diratapi tidak bisa kembali. Namun sedih itu
sendiri bisa terpuji dan bisa pula tercela. Kapan sedih itu berbuah pahala dan sebaliknya? Hal itu
diterangkan oleh Ibnu Taimiyah berikut ini.
Abul ‘Abbas Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata,
Sedih tidaklah
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan kadang sedih itu terlarang dalam
beberapa keadaan tatkala dikaitkan dengan hal agama. Seperti firman Allah
Ta’ala,
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”
(QS. Ali Imron: 139).
Begitu pula firman
Allah Ta’ala,
وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ
“Dan
janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu
bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”
(QS. An Nahl: 127).
Allah Ta’ala juga
berfirman,
لَا تَحْزَنْ إنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Janganlah
kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”
(QS. At Taubah: 40).
Dalam ayat lain
disebutkan pula,
وَلَا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ
“Janganlah
kamu sedih oleh perkataan mereka” (QS. Yunus: 65).
Juga Allah Ta’ala
berfirman,
لِكَيْ لَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ
“(Kami jelaskan yang demikian itu)
supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu”
(QS. Al Hadid: 23).
Sedih tidaklah bisa
mendatangkan manfaat, tidak pula menolak bahaya. Jadi, kadang sedih itu tidak
bermanfaat. Sesuatu yang tidak bermanfaat tentu tidak diperintahkan oleh Allah.
Namun perlu
diperhatikan bahwa orang yang sedih tidaklah dikenai dosa jika tidak dikaitkan
dengan sesuatu yang haram. Seperti yang terdapat pada orang yang tertimpa
musibah sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إنَّ اللَّهَ لَا يُؤَاخِذُ عَلَى دَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا عَلَى حُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُ عَلَى هَذَا أَوْ يَرْحَمُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ إلَى لِسَانِهِ
“Sungguh
Allah tidaklah menghukum seseorang karena tetesan air mata dan kesedihan hati.
Akan tetapi, Allah hanyalah menyiksa atau mengasihi hamba karena sebab (sabar
atau keluhan) lisan ini (sambil beliau berisyarat dengan lisannya)”.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تَدْمَعُ الْعَيْنُ وَيَحْزَنُ الْقَلْبُ وَلَا نَقُولُ إلَّا مَا يُرْضِي الرَّبَّ
“Tetesan
air mata dan sedihnya hati, dan tidaklah kukatakan selain yang Allah ridhoi”
Dalam firman Allah
Ta’ala disebutkan (mengenai kesedihan Ya’qub),
وَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ
“Dan
Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka
citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan
dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya)”
(QS. Yusuf: 84).
Ada sedih yang
berbuah pahala dan terpuji. Dari sisi lain yang dinilai berpahala, bukan dari
sedih itu sendiri. Misalnya adalah sedih karena musibah menimpa agamanya dan
sedih karena musibah yang menimpa banyak kaum muslimin. Sedih seperti ini
bernilai pahala dari sisi hati yang cenderung pada kebaikan dan membenci
kejelekan. Akan tetapi jika sedih tersebut sampai meninggalkan hal yang
diperintahkan yaitu tidak sabar, meninggalkan jihad, tidak meraih manfaat atau
malah mendatangkan mudhorot (bahaya), maka sedih semacam ini jadi terlarang.
Dan sedih seperti itu bisa jadi sesuai dengan dosa yang hilang karena
kesedihannya.
Adapun jika sedih
mengantarkan pada lemahnya iman dan lalai dari perintah Allah dan Rasul-Nya,
maka sedih kala itu menjadi tercela dari sisi ini. Namun barangkali terpuji
dari sisi yang lain (Majmu’ Al Fatawa, 10: 16-17).
Intinya, sedih ada
yang bernilai dosa jika sampai dilampiaskan dalam melakukan yang haram. Dan ada
sedih yang berbuah pahala jika sabar dalam musibah. Dan tidak selamanya orang
yang sedih dengan meneteskan air mata menjadi tercela. Selama lisan tidak
banyak menggerutu dan mengeluh terhadap takdir, artinya bersabar, maka bisa
berbuah pahala.
Ya Allah, berilah
kesabaran pada kami dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan. Ya Allah,
gantilah setiap kesedihan kami dengan kebahagiaan dan pahala.
0 komentar:
Posting Komentar