Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Banyak kaum muslimin
yang bingung menghadapi pertanyaan semacam ini. Tidak jarang pula yang
berangkat dari pertanyaan ini kemudian meragukan keadilan Islam lalu akhirnya
menganggap semua agama benar. Padahal andaikan mereka sedikit berusaha
mempelajari Islam dengan benar, mereka akan menemukan para ulama kita sudah
menjelaskan dengan panjang-lebar jawaban dari pertanyaan semacam ini. Berikut
ini kami kutipkan penjelasan bagus dari Syaikh Muhammad bin Abdillah Al Wuhaibi
dalam kitabnya, Nawaqidhul Iman Wa Dhawabitut Takfir ‘Indas Salaf (1/294):
Perbedaan pendapat
dalam masalah ini adalah tentang hukum di akhirat, bukan hukum di dunia. Tidak
ada satupun para ulama yang mengatakan bahwa orang yang tidak pernah mendengar
Islam itu adalah muslim, atau pada mereka diberlakukan hukum orang muslim di
dunia. Oleh karena itu, perbedaan pendapat yang ada bukanlah tentang hukum di
dunia. Al Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata: “Wajib bagi setiap orang
untuk meyakini bahwa setiap manusia yang tidak beragama dengan agama Islam
adalah kafir. Namun wajib juga meyakini bahwa Allah Ta’ala (di akhirat) tidak
akan mengadzab orang yang belum disampaikan hujjah. Ini secara umum. Adapun
secara khusus per individu, hanya Allah yang mengetahuinya. Ini semua berkaitan
dengan balasan dan hukuman di akhirat. Sedangkan hukum di dunia, diterapkan
berdasarkan apa yang nampak. Oleh karena itu, anak-anak kecil orang kafir dan
orang gila yang kafir, di dunia diberlakukan hukum orang kafir kepada mereka”
(Thariqul Hijratain, 384).
Pembahasan mengenai
nasib orang yang belum pernah mendengar Islam di akhirat, adalah permasalahan
ijtihadiyah yang banyak dibahas para ulama. Namun bahasan ini tidak termasuk
ushuluddin (pokok agama) dan bukan ‘ijma. Oleh karena itu tidak dibahas pada
kebanyakan kitab aqidah yang terkenal. Ada beberapa pendapat ulama dalam
permasalahan ini:
Pendapat pertama:
Orang yang mati dalam keadaan belum pernah mendengar Islam, masuk surga
As Suyuthi
Rahimahullah berkata: “Para imam Asy ‘ariyah yang termasuk ahlul kalam dan
ahlul ushul, serta ulama ahli fiqih madzhab Syafi’i berpendapat bahwa orang
yang mati dalam keadaan belum pernah mendengar Islam, ia masuk surga” (Al
Haawi Lil Fatawa, 2/202). Sebagian ulama juga berpendapat bahwa anak-anak
kecil orang musyrik masuk surga, sebagaimana pendapat Ibnu Hazm, beliau
berkata: “Mayoritas ulama berpendapat bahwa anak-anak kecil orang musyrik masuk
surga, dan saya juga berpendapat demikian” (Al Fashl, 4/73). Juga Imam An
Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 16/208), Ibnu Hajar Al Asqalani juga mengatakan
bahwa pendapat ini adalah pilihan Al Bukhari (Fathul Baari, 3/246), juga Imam
Al Qurthubi (At Tadzkirah, 612) dan Imam Ibnul Jauzi (Majmu’ Fatawa Syaikhil
Islam, 24/372).
Pendapat kedua: Orang
yang mati dalam keadaan belum pernah mendengar Islam, masuk neraka
Imam Ibnul Qayyim
Rahimahullah berkata: “Ini adalah pendapat dari sejumlah ulama ahlul kalam,
ulama ahli tafsir, juga salah satu pendapat dari murid-murid Imam Ahmad. Al
Qadhi membawakan riwayat dari Imam Ahmad tentang hal ini, namun telah dibantah
oleh guru kami (Syaikhul Islam)” (Thariqul Hijratain, 362). Pendapat
ini juga diambil oleh sejumlah murid Abu Hanifah (Jam’ul Jawami’ Imam As Subki,
1/62).
Pendapat ketiga:
Tawaqquf (Abstain), dan menyatakan nasib mereka terserah pada kehendak Allah
Ini adalah pendapat
Al Hamidain, Ibnul Mubarak, Ishaq Ibnu Rahawaih. Ibnu Abdil Barr berkata:
“Nasib mereka tergantung kepada keputusan Al Malik, dan dalam hal ini tidak ada
nash yang menjelaskan, kecuali riwayat dari para sahabat yang menegaskan bahwa
anak-anak kecil muslim akan masuk surga dan anak-anak kecil kafir tergantung
pada keputusan Allah” (At Tamhid, 18/111-112).
Pendapat keempat:
Mereka akan dites di depan pintu neraka
Allah memerintahkan
mereka masuk ke dalamnya. Jika mereka patuh, mereka akan merasakan hawa dingin
dan mereka selamat. Namun yang enggan masuk, berarti ia telah membangkang
kepada Allah Ta’ala dan dimasukkan ke dalam neraka.
Pendapat ini adalah
pendapat mayoritas para ulama salaf, sebagaimana disampaikan oleh Abul Hasan Al
Asy’ari (Al Ibanah, 33). Pendapat ini dipilih oleh Muhammad bin Nashir Al
Marwazi, Al Baihaqi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya, Ibnu
Qayyim Al Jauziyah, dan Ibnu Katsir. Syaikhul Islam berkata: “Manusia yang
belum ditegakkan hujjah padanya, seperti anak-anak kecil, orang gila, ahlul
fathrah, nasih mereka sebagaimana terdapat pada banya atsar, yaitu mereka akan
dites pada hari qiamat. Ada yang diutus untuk memerintahkan mereka pada
ketaatan. Jika mereka taat, mereka diberi surga. Jika mereka enggan taat,
diberi neraka”. Imam Ibnu Qayyim setelah menjelaskan perbedaan pendapat dan
dalil-dalilnya, beliau berkata: “Pendapat ke delapan, mereka berpendapat bahwa
naka-naka kecil orang kafir akan dites di sebuah dataran di hari kiamat. Setiap
orang dikirimkan Rasul (utusan). Orang yang mematuhi utusan tersebut, akan
dimasuk surga. Yang membangkang akan masuk neraka. Dengan kata lain, sebagain
mereka ada yang masuk surga dan sebagiannya ada yang masuk neraka. Pendapat ini
yang mencakup dalil-dalil yang ada, dan didukung oleh banyak hadits” (Thariqul
Hijratain, 369). Kemudian Ibnu Qayyim memaparkan dalil-dalil yang mendukung
pendapat ini, lalu berkata: “Hadits-hadits ini saling menguatkan. Dikuatkan
juga dengan ushul dan kaidah syariat. Dan pendapat yang sesuai dengan
hadits-hadits ini adalah mazhab salafush shalih, sebagaimana dinukil oleh Al
‘Asy’ari Rahimahullah” (Thariqul Hijratain, 371)
Al Hafidz Ibnu Katsir
Rahimahullah berkata: “Para ulama terdahulu dan ulama masa sekarang berbeda
pendapat mengenai anak kecil yang meninggal dalam keadaan kafir, bagaimana
statusnya? Demikian juga orang gila, orang tuli, orang tua yang pikun dan ahlul
fatrah yang belum pernah mendengar dakwah, terdapat beberapa hadits yang
membahas status mereka. Dengan inaayah dan taufiq Allah, akan saya sampaikan
kepada anda”. Kemudian beliau memaparkan hadits-hadits tersebut, lalu
menjelaskan pendapat-pendapat yang ada, dan memilih pendapat yang menyatakan
bahwa mereka akan dites kelak di hari kiamat. Beliau berkata: “Pendapat inilah
yang mencakup semua dalil yang ada. Dan hadits-hadits yang telah saya sebutkan
pun menegaskannya dan saling menguatkan” (Tafsir Ibni Katsir, 3/30).
Syaikh Muhammad Al
Amin Asy Syinqithi, setelah menyatakan memilih pendapat ini, beliau berkata:
“Ulama bersepakat bahwa selagi masih mungkin, wajib hukumnya untuk
menggabungkan dalil-dalil yang ada. Karena mengamalkan dua dalil lebih utama
daripada beramal dengan salahsatu saja. Dan tidak ada pendapat yang bisa mencakup
seluruh dalil kecuali pendapat ini, yaitu mereka akan diberi udzur lalu dites”
(Adhwa’ul Bayan, 3/440)
Dalil penting yang
mendasari pendapat ini ada 2 macam:
1. Dalil Al Qur’an
Para ulama yang
berpegang pada pendapat yang terakhir ini berdalil dengan keumuman ayat-ayat
tentang tidak adanya azab sebelum disampaikan hujjah. Contohnya firman Allah
Ta’ala:
كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ
خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ. قَالُوا بَلَى قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا
“Setiap kali
dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka
itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia)
seorang pemberi peringatan? Mereka menjawab: “Benar ada”, sesungguhnya telah
datang kepada kami seorang pemberi peringatan, lalu kami mendustakan(nya)” (QS.
Al Mulk: 8-9)
Juga firman Allah
Ta’ala:
وَمَا
كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً
“Sungguh
Kami tidak akan mengadzab sebelum mengutus seorang Rasul” (QS. Al Isra:
15)
Dan ayat-ayat yang
lain yang menunjukkan adanya udzur bagi ahlul fatrah, karena utusan yang
memberi peringatan belum datang kepada mereka (Dalil Al Qur’an yang lain
silakan lihat Adhwa’ul Bayan, 3/429-433). Syaikh Abdurrahman As Sa’di
rahimahullah menafsirkan ayat ini: “Allah Ta’ala Maha Adil. Allah tidak akan
mengadzab seseorang, kecuali orang tersebut sudah ditegakkan hujjah padanya
lalu ia menentang. Sedangkan orang yang belum disampaikan hujjah, maka ia tidak
akan diadzab. Ayat ini dijadikan dalil bahwa Ahlul Fatrah dan anak-anak kecil
kafir tidak akan diadzab oleh Allah, sampai seorang utusan datang kepada
mereka. Karena Allah tidak mungkin berbuat zhalim” (Tafsir As Sa’di,
4/266)
2. Dalil Hadits
Para ulama yang
berpegang pada pendapat ini berdalil dengan hadits-hadits yang tegas
menunjukkan bahwa orang yang belum pernah disampaikan hujjah akan dites kelak
di hari kiamat. Hadits yang paling terkenal dalam hal ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Al Aswad bin Sari’, bahwa NabiShallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:
يكون يوم القيامة رجل أصم لا يسمع شيئاً، ورجل أحمق، ورجل هرم
ورجل مات في فترة فأما الأصم فيقول: رب لقد جاء الإسلام وما أسمع شيئاً، وأما الأحمق
فيقول: رب لقد جاء الإسلام والصبيان يحذفونني بالبعر، وأما الهرم فيقول: رب لقد جاء
الإسلام وما أعقل شيئاً، وأما الذي مات في الفترة فيقول: رب ما أتاني لك رسول، فيأخذ
مواثيقهم ليطيعنه، فيرسل إليهم أن ادخلوا النار، قال: فوالذي نفس محمد بيده لو دخلوها
لكانت عليهم برداً وسلاماً
“Di hari kiamat
ada seorang yang tuli, tidak mendengar apa-apa, ada orang yang idiot, ada orang
yang pikun, ada yang mati pada masa fatrah. Orang yang tuli berkata: ‘Ya Rabb,
ketika Islam datang saat itu aku tuli, tidak mendengar Islam sama sekali’.
Orang yang idiot berkata: ‘Ya Rabb, ketika Islam datang, saat itu anak-anak
nakal sedang memasung aku di dalam sumur’. Orang yang pikun berkata: ‘Ya Rabb,
ketika Islam datang aku sedang hilang akal’. Orang yang mati pada masa fatrah
berkata: ‘Ya Rabb, tidak ada utusan yang datang untuk mengajakku kepada Islam’.
Lalu diuji kecenderungan hati mereka pada ketaatan. Diutus utusan untuk
memerintahkan mereka masuk ke neraka. Nabi bersabda: ‘Demi Allah, jika mereka
masuk ke dalamnya, mereka akan merasakan dingin dan mereka mendapat keselamatan‘”
(HR. Ahmad no. 16344, Thabrani 2/79. Di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash
Shahihah no. 1434)
Terdapat juga hadits
semisal yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, namun lafadz akhirnya berbunyi:
فمن
دخلها كانت عليه برداً وسلاماً، ومن لم يدخلها سحب إليها
“Diantara
mereka yang patuh memasuki neraka akan merasakan dingin dan akhirnya selamat.
Sedangkan yang enggan memasukinya justru akan diseret ke dalamnya” (HR.
Ahmad no. 16345)
Pendapat yang
didasari hadits ini merupakan pendapat yang mencakup keseluruhan dalil,
sebagaimana nukilan dari para imam. Syaikhul Islam berkata: “Dengan penjelasan
hadits ini, maka tuntaslah perdebatan yang berupa pembicaraan panjang lebar
sampai menimbulkan perdebatan. Karena bagi yang berpendapat bahwa mereka semua
masuk neraka, terdapat nash yang menyalahkannya. Dan bagi yang berpendapat
bahwa mereka semua masuk surga, juga terdapat nash yang menyalahkannya” (Dar’ut
Ta’arudh, 8/401). Syaikh Asy Syinqithi Rahimahullah setelah memilih pendapat
ini ia berkata: “Hadits in shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan
keshahihan hadits adalah solusi dari perdebatan. Maka tidak ada lagi sisi yang
dapat didebat dengan adanya hadits ini” (Adhwa’ul Bayan, 3/438).
Sebagian ulama
membantah pendapat ini, semisal Ibnu Abdil Barr, Al Qurthubi dan Al Hulaimi,
ringkasnya mereka mengatakan bahwa hadits-hadits tentang hal ini tidak shahih,
dan ini bertentangan dengan prinsip pokok bahwa akhirat bukan lagi tempat
manusia diuji (At Tadzkirah, 611-612, At Tamhiid, 18/130).
Namun sanggahan ini
dijawab dengan 2 poin:
1. Hadits-hadits
tentang hal ini shahih dan diriwayatkan dari jalur yang banyak. Telah kami
paparkan sedikit penjelasannya.
2. Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata: “Takliif (beban syariat) berakhir di alam pembalasan,
yaitu di neraka atau di surga. Sedangkan mereka yang dites di halaman akhirat
itu sebagaimana pertanyaan di alam barzakh. Yaitu mereka ditanya: Siapa
Rabb-mu? Apa agamamu? Siapa Nabimu? Dan Allah Ta’ala berfirman:
يَوْمَ يُكْشَفُ عَن سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلا
يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ
إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
“Pada hari betis
disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa.
(Dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi
kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan
mereka dalam keadaan sejahtera.” (QS. Al Qalam: 42-43)
At Thibbi berkata: “Jangan
menetapkan bahwa dunia itu alam ujian dan akhirat itu alam pembalasan. Karena
tidak ada pengkhususan seperti itu. Buktinya di alam kubur, yang merupakan
pintu gerbang akhirat, terdapat ujian dan terdapat kesulitan dengan adanya
pertanyaan” (Fathul Baari, 11/451). Ibnul Qayyim pun membuat telaah singkat
dalam membantah sanggahan ini, beliau berkata: “Jika ada yang berkata bahwa
akhirat adalah alam pembalasan bukan lagi alam pembebanan, maka bagaimana
mungkin mereka dites di akhirat? Jawabannya, pembenanan itu berhenti jika telah
memasuki darul qarar(surga dan neraka). Sedangkan di barzakh dan di halaman
akhirat, pembebanan belum berhenti. Ini dapat dipahami dengan mudah walau tanpa
menelaah, dengan adanya pertanyaan malaikat di alam barzakh dan ini merupakan
takliif (pembebanan). Sedangkan di halaman akhirat, Allah Ta’ala berfirman:
يَوْمَ
يُكْشَفُ عَن سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلا يَسْتَطِيعُونَ
Dan ini jelas sekali.
Karena Allah Ta’ala menyuruh makhluk-Nya untuk bersujud di hari kiamat kelak
dan orang kafir ketika itu dihalangi oleh Allah sehingga tidak mampu bersujud”
(Thariqul Hijratain, 373).
Dan hadits-hadits
banyak menyebutkan tentang adanya pembebanan di hari kiamat, sebagaimana pada
hadits-hadits yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dan Ibnu Katsir, serta ulama
yang lain.
[Sampai di sini
kutipan dari Kitab Nawaqidhul Iman Wa Dhawabitut Takfir 'Indas Salaf (1/294)]
Kesimpulannya, di
dunia mereka tetap dianggap sebagai orang kafir. Jika meninggal tidak
dimandikan, tidak dishalatkan dan tidak boleh dikubur di pemakaman kaum
muslimin. Namun tentang nasib mereka di akhirat kelak, pendapat yang paling
kuat, mereka akan diuji. Jika dapat melewati ujian tersebut mereka akan masuk
surga, jika tidak akan masuk neraka. Sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Allahu’alam.