Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga tersampaikan kepada
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Menghukumi halal dan
haram terhadap suatu perkara harus memiliki landasan dalilnya, karena hak
menetapkannya adalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seseorang tidak boleh
menetapkan syariat perintah, larangan, halal, dan haram semaunya sendiri.
Sementara tidak kami temukan hukum khusus berkaitan dengan pertanyaan yang
saudari ajukan. Maksudnya pertanyaan saudari bukan perkara yang diatur oleh
syariat secara rinci, artinya tidak ada hukum khusus berkaitan dengan,
"Dosakah, kalau seorang anak yang celana dalamnya masih dicucikan oleh ibu
kandungnya?"
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Dan Dia mendiamkan beberapa perkara sebagai rahmat untuk kalian, bukan
karena lupa, karenanya janganlah bertanya-tanya tentangnya." (HR.
Daaruquthni dan selainnya, dinyatakan hasan oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab dalam
Jami' al-Ulum)
Imam al-Hakim
meriwayatkan dengan sanad shahih, dari hadits Abu Darda', dari Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
"Apa
yang Allah halalkan dalam kitab-NYa maka ia halal, dan apa yang Dia haramkan
maka itu haram. Semenatar yang Dia diamkan maka itu dimaafkan (keringanan),
maka terimalah keringanan dari Allah itu, karena sesungguhnya Allah tidak lupa
terhadap sesuatu apapun." Kemudian
beliau membaca ayat, "Dan tidaklah Tuhanmu lupa." (QS. Maryam: 64)
Boleh jadi sang Ustad
mengatakan dosa tersebut karena melihat dari sisi etika, bahwa tidak pantas
celana dalam anak gadis yang sudah besar dan sudah haid masih dicucikan oleh
ibunya. Apalagi kalau dengan memaksanya, maka ini tindakan yang kurang benar. Namun
jika ibunya tersebut mencucikan celana dalam anak gadisnya dengan senang hati,
maka itu tidak apa-apa, bahkan sang ibu akan dapat pahala karena memberikan
kebaikan kepada orang lain.
Jadi persoalan
dosanya bukan pada hukum mencuci pakaian dalamnya, tapi seorang anak yang masih
memperbudak ibunya. Meminta ibunya untuk mencucikan pakaian anaknya, dan ini
berlaku bukan hanya pada pakaian dalam saja.
Seharusnya, seorang
anak yang sudah besar dia berbakti kepada orang tuanya, meringankan beban,
membantu pekerjaan, dan mencukupkan kebutuhan mereka. Semua ini sebagai bentuk
Birrul Walidain, berbakti kepada orang tua yang sangat-sangat diperintahkan
oleh Islam. Wallahu Ta'ala A'lam.
Artikel www. voa-islam.com.com, dipublish ulang
dan disesuaikan oleh http://www..afutuhnews.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar