Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Mimpi basah merupakan
fenomena umum yang dialami para remaja dan pemuda, walau tidak menutup
kemungkinan, juga orang tua. Khusunya bagi laki-laki, mimpi basah menjadi
pertanda dia sudah baligh sehingga mulai terkena beban-beban syariat. Wanita
juga mengalaminya, namun bukan sebagai pertanda sudah akil baligh. Akil
balighnya ditandai dengan keluarnya darah haid.
Dalil yang
menunjukkan bahwa wanita juga mengalami mimpi basah adalah hadits Ummu Salamah
radliyallaahu 'anha, ia mengatakan, “Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah,
datang kepada Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam lalu berkata, “Wahai Rasullullah, sesungguhnya Allah tidak malu
menjelaskan kebenaran. Apakah kaum wanita juga harus mandi jika mimpi basah?”
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam mengatakan, “Ya, jika ia melihat air.” (HR.
Muttafaq ‘Alaih)
Dari Anas
radliyallaahu 'anhu pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah berkata tentang
seorang wanita yang bermimpi basah sebagaimana laki-laki, “Dia harus mandi.”
(Muttafaq ‘alaih) Imam Muslim menambahkan, “Ummu Salamah berkata, “Apakah dia juga mengalaminya?”
Beliau menjawab, “Ya, dari mana adanya kemiripan?"
Bagaimana
cara bersucinya?
Bagi laki-laki atau
perempuan yang bermimpi dengan lawan jenisnya dan disertai keluarnya air mani,
maka ia wajib mandi. Bagaimana tata cara mandi yang dituntunkan sunnah Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam?
Menurut penjelasana
Syaikh Utsaimin rahimahullaah dalam salah satu fatwanya, bahwa mandi janabat
memiliki dua bentuk; bentuk yang mencukupi dan lengkap/sempurna.
Penjelasana Syaikh
Utsaimin rahimahullaah dalam salah satu fatwanya, bahwa mandi janabat memiliki
dua bentuk; bentuk yang mencukupi dan lengkap/sempurna.
Bentuk pertama hanya
dengan berkumur-kumur, beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dan
mengeluarkannya) dan membasahi seluruh tubuhnya walau hanya sekali, walaupun
dengan menceburkan diri (menyelam) di air yang dalam.
Adapun bentuk yang
sempurna adalah dengan mencuci kemaluan dan tubuh yang terkena air dari mimpi,
lalu berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat, lalu menuangkan air ke atas
kepalanya sebanyak tiga kali sehingga membasahi pangkal rambutnya, lalu
membasuh bagian kanan dari tubuhnya dan dilanjutkan bagian kiri.
Bentuk mandi yang
sempurna ini didasarkan pada beberapa hadits sebagai berikut:
1. Dari Aisyah –istri
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam- menuturkan, “Bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam apabila mandi junub , beliau
memulai dengan mencuci kedua tangannya (telapak tangan). Kemudian berwudlu
sebagaimana wudlu untuk shalat. Kemudian beliau masukkan jari-jarinya ke dalam
air dan menyela-nyela pangkal rambutnya dengan air tersebut. Setelah itu beliau
menyiramkan air ke atas kepalanya sebanyak tiga cidukan dengan kedua telapak
tangannya lalu meratakan air ke seluruh kulit beliau.” (HR. Bukhari)
2. Hadits Maimunah
radliyallaahu 'anha, ia berkata, “Aku
pernah menyiapkan air untuk mandi janabat Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam.
Lalu beliau mencuci dua telapak tangannya dua atau tiga kali. Kemudian
memasukkan tangan kanannya ke dalam wadah air (untuk menciduk air guna
dituangkan pada tangan kirinya), lalu mencuci kemaluan beliau dengan tangan
kiri. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah (sebagian riwayat di
dinding). Kemudian beliau berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat. Lalu beliau
menyiramkan air ke atas kepalanya dengan kedua telapak tangannya sebanyak tiga
kali, kemudian beliau meratakannya ke seluruh tubuh. Kemudian beliau bergeser
dari tempat semula dan membasuh kedua kakinya. Kemudian aku membawakan handuk
untuk beliau, namun beliau menolaknya.” (HR. Muslim)
Dari kedua hadits di
atas dapat dirinci urutannya sebagai berikut:
1. Mencuci kedua
tangan tiga kali, yaitu sebelum memasukkan tangan ke dalam bejana atau sebelum
mandi.
2. Mencuci kemaluan
dan tempat yang terkena mani dengan kanan kiri.
3. Mencuci tangan
lagi –setelah mencuci kemaluan- dan membersihkannya dengan sabun atau
selainnya, seperti tanah.
4. Berwudlu dengan
sempurna sebagaimana wudlu untuk shalat (hanya saja tentang mencuci kakinya
terdapat dua pendapat, dilaksanakan bersama wudlu dan setelah mandi selesai
dengan berpindah tempat dari posisi awal, dan masalah ini luas)
5. Menuangkan air
tiga kali ke atas kepala sehingga air membasahi pangkal rambut (kulit kepala).
6. Memulai menyiram
seluruh tubuh dengan mendahulukan bagian kanan kemudian bagian kiri.
Sifat
mandi junub bagi wanita
Tatacara mandi junub
bagi wanita tidak berbeda dengan laki-laki. Hanya saja, jika wanita memiliki
rambut yang dikepang ia tidak harus mengurai rambutnya. Namun ia cukup
meratakan air ke pangkal rambutnya. Hal ini berdasarkan hadits Maimunah
radliyallaahu 'anha, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang
mengepang rambutku, apakah aku harus melepaskannya untuk mendi junub?” beliau
shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab,
لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
“Tidak,
cukup bagimu menyiramkan air pada kepalamu sebanyak tiga kali cidukan, kemudian
engkau guyurkan air ke seluruh tubuhmu. Dengan demikian engkau telah suci.”
(HR. Muslim)
Adapun ketika mandi
sehabis haid, lebih dianjurkan bagi wanita untuk melepas ikatan rambutnya.
Karena Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam pernah memerintahkan kepada Aisyah
ketika mendapat haid saat menunaikan ibadah haji,
دَعِي عُمْرَتَكِ وَانْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي
“Tinggalkanlah
(rangkaian tertentu ibadah) umrahmu, lepaskan ikatan rambutmu (saat mandi) dan sisirlah rambutmu.”
(HR. Bukhari)
Syaikh Ibin Bazz
rahimahullaah menjelaskan dalam Ta’liqnya atas Muntaqa Al-Akhbar karya Ibnu
Taimiyah, “Lebih dianjurkan bagi wanita haid untuk melepaskan ikatan rambutnya
saat mandi sehabis haid, namun tidak dianjurkan baginya untuk melepaskannya
saat mandi junub.” (Baca juga Fathul Baari: i/418 dan al-Haidz wa an Nifas hal.
175) Wallahu T a’ala A’lam. . .
0 komentar:
Posting Komentar