Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Dari Sahl bin Sa’ad
radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا » وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga
seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan
jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak
merenggangkan keduanya.
Hadits yang agung ini
menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim,
sehingga imam Bukhari mencantumkan hadits ini dalam bab: keutamaan orang yang
mengasuh anak yatim.
Beberapa faidah
penting yang terkandung dalam hadits ini:
• Makna
hadits ini: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan
yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
• Arti
“menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan
hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh dan mendidiknya
dengan pendidikan Islam yang benar.
• Yang
dimaksud dengan anak yatim adalah seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya sebelum
anak itu mencapai usia dewasa.
• Keutamaan
dalam hadits ini belaku bagi orang yang meyantuni anak yatim dari harta orang
itu sendiri atau harta anak yatim tersebut jika orang itu benar-benar yang mendapat
kepercayaan untuk itu.
• Demikian
pula, keutamaan ini berlaku bagi orang yang meyantuni anak yatim yang punya
hubungan keluarga dengannya atau anak yatim yang sama sekali tidak punya
hubungan keluarga dengannya.
• Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan mengasuh anak yatim,
yang ini sering terjadi dalam kasus “anak angkat”, karena ketidakpahaman
sebagian dari kaum muslimin terhadap hukum-hukum dalam syariat Islam, di
antaranya:
1.
Larangan menisbatkan anak angkat/anak asuh kepada selain ayah kandungnya,
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
{ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ}
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu” (QS al-Ahzaab: 5).
2.
Anak angkat/anak asuh tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua yang
mengasuhnya, berbeda dengan kebiasaan di zaman Jahiliyah yang menganggap anak
angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua
angkatnya meninggal dunia.
3.
Anak angkat/anak asuh bukanlah mahram, sehingga wajib bagi orang tua yang
mengasuhnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi
aurat di depan anak tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain
yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah.
0 komentar:
Posting Komentar