Oleh : Fajar Iswanto
Alhamdulillah. Segala
puji bagi Allah serta shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan
keluarganya dan para pengikutnya yang baik hingga hari kiamat.
Dalam posting
sebelumnya, telah dibahas mengenai “Perdagangan yang Membawa Mudhorot”. Dalam
bahasan tersebut telah penulis singgung mengenai haramnya rokok dan hukum jual
beli rokok. Sebagian orang awam lantas asal ceplas-ceplos, “Jika rokok haram,
lantas siapa yang akan hidupi para petani? Lantas siapa yang akan beri makan
pada para pekerja di pabrik rokok?” Jawaban semacam inilah yang muncul dari
orang awam yang belum kenal Islam lebih dalam.
Hukum
Rokok itu Haram
Siapa yang meniliti
dengan baik kalam ulama, pasti akan menemukan bahwa hukum rokok itu haram,
demikian menurut pendapat para ulama madzhab. Hanya pendapat sebagian kyai saja
(-maaf- yang barangkali doyan rokok) yang tidak berani mengharamkan sehingga
ujung-ujungnya mengatakan makruh atau ada yang mengatakan mubah. Padahal jika
kita meneliti lebih jauh, ulama madzhab tidak pernah mengatakan demikian,
termasuk ulama madzhab panutan di negeri kita yaitu ulama Syafi’iyah.
Ulama Syafi’iyah
seperti Ibnu ‘Alaan dalam kitab Syarh Riyadhis Sholihin dan Al Adzkar serta
buku beliau lainnya menjelaskan akan haramnya rokok. Begitu pula ulama
Syafi’iyah yang mengharamkan adalah Asy Syaikh ‘Abdur Rahim Al Ghozi, Ibrahim
bin Jam’an serta ulama Syafi’iyah lainnya mengharamkan rokok.
Qalyubi (Ulama mazhab
Syafi'I wafat: 1069 H) ia berkata dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al
Mahalli, jilid I, hal. 69, "Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan
akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi. Oleh karena itu para Syaikh
kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka
jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya".
Ulama madzhab lainnya
dari Malikiyah, Hanafiyah dan Hambali pun mengharamkannya. Artinya para ulama
madzhab menyatakan rokok itu haram. Silakan lihat bahasan dalam kitab ‘Hukmu Ad
Diin fil Lihyah wa Tadkhin’ (Hukum Islam dalam masalah jenggot dan rokok) yang
disusun oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid Al Halabi hafizhohullah
terbitan Al Maktabah Al Islamiyah hal. 42-44.
Di antara alasan
haramnya rokok adalah dalil-dalil berikut ini.
Allah Ta'ala
berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan". (QS.
Al Baqarah: 195). Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan,
yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit
pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin,
dan merusak sistem reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang
atau haram.
Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
"Tidak boleh memulai memberi dampak buruk
(mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya." (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni
3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan
rokok termasuk dalam larangan ini.
Perlu diketahui bahwa
merokok pernah dilarang oleh Khalifah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan
orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita
pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama mengharamkan merokok berdasarkan
kesepakatan para dokter di masa itu yang menyatakan bahwa rokok sangat
berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk
kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah dan
berakhir dengan kematian mendadak.
Sanggahan
pada Pendapat Makruh dan Boleh
Sebagian orang
(bahkan ada ulama yang berkata demikian) berdalil bahwa segala sesuatu hukum
asalnya mubah kecuali terdapat larangan, berdasarkan firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
"Dia-lah Allah,
yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu". (QS. Al
Baqarah: 29). Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah
di atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk
bahan baku rokok.
Akan tetapi dalil ini
tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah hukumnya halal bila
tidak mengandung hal-hal yang merusak. Sedangkan tembakau mengandung nikotin
yang secara ilmiah telah terbukti merusak kesehatan dan membunuh penggunanya
secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". (QS. An Nisaa: 29).
Sebagian ulama yang
lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang merokok
mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih
mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap, berdasarkan sabda nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
"Barang siapa yang memakan bawang merah,
bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami,
karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau
tidak sedap)". (HR. Muslim no.
564). Dalil ini juga tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan
hanya sekedar bau tidak sedap, lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit
berbahaya di antaranya kanker paru-paru. Dan Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan". (QS.
Al Baqarah: 195).
Jual
Beli Rokok dan Tembakau
Jika rokok itu haram,
maka jual belinya pun haram. Ibnu 'Abbas berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
"Jika Allah 'azza wa jalla mengharamkan untuk
mengkonsumsi sesuatu, maka Allah haramkan pula upah (hasil penjualannya)."
(HR. Ahmad 1/293, sanadnya shahih kata
Syaikh Syu'aib Al Arnauth). Jika jual beli rokok terlarang, begitu pula
jual beli bahan bakunya yaitu tembakau juga ikut terlarang. Karena jual beli
tembakau yang nanti akan diproduksi untuk membuat rokok, termasuk dalam tolong
menolong dalam berbuat dosa.
Allah Ta'ala
berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran." (QS. Al
Maidah: 2)
Komentar
Orang Awam
Sering didengar orang
berkomentar, "Jika rokok diharamkan, lalu bagaimana nasib jutaan rakyat
Indonesia yang hidup bergantung dari rokok; para petani tembakau, para pedagang
dan para buruh di pabrik rokok, apakah ulama bisa memberi mereka makan?"
Andai komentar ini
berasal dari non muslim mungkin permasalahan tidak terlalu besar karena mereka
memang tidak mau mengerti bahwa rezeki mereka berasal dari Allah.
Yang paling
mengenaskan, sebagian umat Islam ikut mengumandangkan komentar tersebut.
Padahal pernyataan ini mengandung kesyirikan, merusak tauhid Rububiyah,
meyakini bahwa Allah semata pemberi rezeki. Jangankan seorang muslim, orang
jahiliyah saja yakin bahwa Allah semata yang memberi mereka rezeki, Allah
berfirman:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ... فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah:
"Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi? … Maka mereka
akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya?". (QS. Yunus: 31).
Apakah mereka tidak
yakin bahwa yang memberi rizki pada para petani itu Allah?
Apakah mereka tidak
percaya bahwa yang memberi makan pada para buruh pabrik juga Allah?
Kenapa mesti ragu?
Kenapa tidak yakin dengan Allah yang Maha Memberi Rizki kepada siapa saja dari
makhluk-Nya? Lantas kenapa masih cari penghidupan dari yang haram?
Ingatlah sabda Nabi
kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya
jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti
padamu dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Wallahu waliyyut
taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Artikel www.rumaysho.com,
dipublish ulang oleh www.alfutuhnews.blogspot.com