Pondok Pesantren Al - Futuh Pandes II, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta

Mencetak kader pemimpin umat, membangun peradaban dunia, mendidik santri untuk memiliki karakter muslim yang kuat dan Cerdas.

Santri Al - Futuh Pandes II, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta

Mencetak Generasi Baru yang berlandaskan Islam, Cerdas, Kritis dan Kreatif.

Visi

Mencetak kader pemimpin umat, Membangun peradaban dunia, mendidik santri untuk memiliki karakter muslim yang kuat dan cerdas.

PonPes Al-futuh, Pandes II, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta

Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.(Sayidina Ali bin Abi Thalib).

TK MASYITOH Al - Futuh Pandes II, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta

Mencetak Generasi Baru yang berlandaskan Islam, Cerdas, Kritis dan Kreatif. Serta disiapkan Untuk Melanjutkan kejenjang sekolah Dasar.

Sabtu, 07 April 2012

Waspadai April Mop: Hari Pembantaian Salibis terhadap Muslim Spanyol!!


Di Barat, tiap tanggal 1 April diperingati hari “April Mop.” Sedangkan di Indonesia, di berbagai kota besar, tak jarang kaula muda Muslim latah mengikuti tradisi April Mop. Pada hari itu, mereka diperbolehkan dan sah-sah saja menipu teman, mengisengi kawan, ngerjain guru, ngusilin orang tua, membohongi saudara, atau yang sejenisnya, di mana sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya, jika sang target April Mop sudah sadar bahwa dirinya dijadikan target April Mop, mereka juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tapi tidak akan marah sungguhan.


Seolah-olah 1 April adalah hari di mana keisengan dan kebohongan harus berjalan sempurna dan akurat, zero tolerance bagi kesalahan. Jika berhasil ngisengin sang target, maka yang didapat adalah rasa puas dan sensasi plong.

Kaula muda Muslim itu latah dalam April Mop karena ikut-ikutan tradisi bule tanpa mengkritisi apa hakikat April Mop yang di Barat lebih dikenal dengan “The Aprils Fool Day” itu. Mereka begitu mudah meniru budaya bule karena suburnya rasa rendah diri terhadap orang-orang bule. Minder terhadap orang bule ini adalah sisa peninggalan penjajahan Belanda di Indonesia selama berabad-abad lamanya, inlanderr, terhadap superioritas bangsa kulit putih.

Supaya tidak latah dan tasyabbuh membebek budaya kafir, mari kita telah sejarah April Mop berikut.

...Perayaan April Mop sesungguhnya berawal dari satu tragedi yang sangat menyedihkan dan memilukan dalam episode sejarah Muslim Spanyol tahun 1487...

SEJARAH APRIL MOP

Perayaan April Mop yang selalu diakhiri dengan kegembiraan dan kepuasan itu sesungguhnya berawal dari satu tragedi yang sangat menyedihkan dan memilukan. April Mop atau The April’s Fool Day berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tanggal 1 April 1487. Sebelum sampai pada tragedi tersebut, ada baiknya menengok sejarah Spanyol dahulu ketika masih di bawah kekuasaan Islam.

Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-9 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Prancis. Prancis Selatan dengan mudah bisa dibebaskan. Kota Carcassonne, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walau sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Got dan Navarro di daerah sebelah Barat yang berupa pegunungan.

Islam telah menerangi Spanyol. Karena sikap para penguasa Islam begitu baik dan rendah hati, maka banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan hanya beragama Islam, namun mereka sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Mereka tidak hanya membaca Al-Qur'an, tapi juga bertingkah laku berdasarkan Al-Qur'an. Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas, dan segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.

Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun mereka selalu gagal. Telah beberapa kali dicoba tapi selalu tidak berhasil. Dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam di Spanyol. Akhirnya mata-mata itu menemukan cara untuk menaklukkan Islam di Spanyol, yakni pertama-tama harus melemahkan iman mereka dulu dengan jalan serangan pemikiran dan budaya.

...cara untuk menaklukkan Islam di Spanyol, yakni melemahkan iman mereka dulu dengan jalan serangan pemikiran dan budaya. Maka mereka mengirim alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol...

Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirim alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari ketimbang baca Al-Qur'an. Mereka juga mengirim sejumlah ulama palsu yang kerjanya meniup-niupkan perpecahan di dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.

Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa dikuasai pasukan Salib. Penyerangan oleh pasukan Salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua, jompo, semuanya dihabisi secar sadis.

Satu persatu daerah Spanyol jatuh, Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan. Penduduk-penduduk Islam  di Spanyol –yang  juga disebut orang Moor– terpaksa  berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara Kristen terus mengejar mereka.

Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara Salib mengetahui bahwa banyak Muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara Salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar dari Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka.

“Kapal-kapal yang akan membawa kalian keluar dari Spanyol sudah kami persiapkan di pelabuhan. Kami menjamin keselamatan kalian jika ingin keluar dari Spanyol. Setelah ini kami tidak akan memberikan jaminan lagi,” demikian bujuk tentara Salib.

Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Beberapa orang Islam diperbolehkan melihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah dipersiapkan, maka mereka segera bersiap untuk meninggalkan Granada bersama-sama menuju ke kapal-kapal tersebut. Mereka pun bersiap untuk berlayar.

Keesokan harinya, ribuan penduduk Muslim Granada yang keluar dari rumah-rumahnya dengan membawa seluruh barang keperluannya beriringan jalan menuju ke pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai tntara Salib bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka. Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara Salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika para tentara Salib itu membakari rumah-rumah tersebut bersama orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya.

Sedang ribuan umat Islam yang bertahan di pelabuhan hanya bisa terpana ketika tentara Salib juga membakari kapal-kapal yang dijanjikan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka sama sekali tidak bersenjata. Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dan anak-anak yang masih kecil. Sedang tentara Salib itu telah mengepung dengan pedang terhunus.

Dengan satu teriakan komando dari pemimpinnya, ribuan tentara Salib itu segera membantai dan menghabisi umat Islam Spanyol tanpa perasaan belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Dengan buas tentara Salib terus membunuhi warga sipil yang sama sekali tidak berdaya.

...Ribuan Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan sadis. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman. ...

Ribuan Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan sadis. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman. Tragedi yang  bertepatan dengan 1 April inilah yang kemudian diperingati oleh dunia Kristen setiap tanggal 1 April sebagai “April Mop” (The Aprils Fool Day).

Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Bagi umat Kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara Salib melalui cara yang licik, tipuan dan dusta yang sadis. Sebab itu, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan, walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.

Bagi umat Islam, April Mop tentu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. 1 April tahun itu adalah hari di mana saudara-saudaranya seiman ditipu, disembelih, dibakar dan dibantai oleh tentara Salibis di Granada, Spanyol. Sebab itu, terkutuklah orang Islam  yang ikut-ikutan merayakan April Mop. Pantaskah orang-orang Islam itu ikut bergembira dan tertawa ria atas tragedi tersebut?

...sampai hatikah kita latah merayakan April Mop yang latar belakangnya adalah peringatan atas penipuan dan pembantaian pasukan Salibis terhadap ribuan Muslim Spanyol...

Bagi kita yang paham akan sejarah April Mop, sampai hatikah kita latah merayakan April Mop yang latar belakangnya adalah peringatan atas penipuan dan pembantaian pasukan Salibis terhadap ribuan Muslim Spanyol? 

[taz/voa-islam]
Maraji': Rizki Ridyasmara, Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Halloween, So Whatt?, Pustaka Al-Katutsar, Jakarta 2007.

Kamis-Sabtu: Jadwal Puasa Ayyamul Bidh Bulan Jumadil Awal 1433 H


Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.


Berpuasa tiga hari setiap bulan disunnahkan dan nilainya terhitung seperti puasa dahr (setahun), karena amal shalih dalam Islam diganjar sepuluh kali lipat. Berpuasa sehari diganjar seperti puasa sepuluh hari. Maka siapa yang berpuasa tiga hari setiap bulannya, dia terhitung berpuasa setahun penuh.

Dari Abdullah bin 'Amru bin Al-'Ash, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:

وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ

"Dan sesungguhnya cukuplah bagimu berpuasa tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an Nasai)

Dan disunnahkan melaksanakannya pada Ayyamul Bidh (hari-hari putih), yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah. Diriwayatkan dari Abi Dzarr Radhiyallahu 'Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadaku:

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

"Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. At Tirmidzi dan al-Nasai. Hadits ini dihassankan oleh al-Tirmidzi dan disetujui oleh Al-Albani dalam al-Irwa' no. 947)

Dari Jabir bin Abdillah, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;

صِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَيَّامُ الْبِيضِ صَبِيحَةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

"Puasa tiga hari setiap bulan adalah puasa dahr (puasa setahun). Dan puasa ayyamul bidh (hari-hari putih) adalah hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. An Nasai dan dishahihkan al Albani)

Pada bulan ini, Jumadil Awal 1433 Hijriyah, puasa Ayyamul Bidh jatuh pada besok hari, Kamis sampai Sabtu. Bertepatan dengan 5, 6, dan 7 April 2012 M. Maka siapa yang ingin melaksanakan shiyam Ayyamul Bidh pada bulan ini secara berurutan, dimulai besok hari Kamis, Jum'at, dan Sabtu. (Terkadang permulaan puasa ini berbeda antara satu negeri dengan negeri lainnya, sesuai dengan permulaan bulan yang ada di sana).

. . . Jumadil Awal 1433 Hijriyah, puasa Ayyamul Bidh jatuh pada besok hari, Kamis sampai Sabtu. Bertepatan dengan 5, 6, dan 7 April 2012 M.. . .

Apakah Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Harus Pada Ayyamul Bidh?

Jika tidak melaksanakan shaum tiga hari setiap bulan pada Ayyamul Bidh, tidak mengapa melaksanakannya pada awal bulan atau akhir bulan. Dari Mu'adzah al-'Adawiyah, sesungguhnya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'Anhu: "Apakah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa melaksanakan shaum selama tiga hari setiap bulannya?" Aisyah menjawab: "Ya". Ia pun bertanya lagi: "Hari-hari apa saja yang biasanya beliau melaksanakan shaum?" Aisyah pun menjawab: "Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak terlalu memperhatikan hari keberapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum." (HR. Muslim)

Dalam Majmu' Fatawa wa Rasail, Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin berkata, "Seorang boleh berpuasa pada awal bulan, pertengahannya, ataupun di akhirnya secara berurutan atau terpisah-pisah. Tetapi yang paling afdhal (utama) dilaksanakan  pada Ayyamul Bidh, yaitu tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah Radliyallah 'Anha, "Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa tiga hari setiap bulan. Beliau tidak terlalu peduli apakah berpuasa di awal atau di akhir bulan." (HR. Muslim)

Melaksanakan Puasa Ayyamul Bidh di Hari Jum’at

Sesungguhnya menghususkan puasa pada hari Jum’at dilarang berdasarkan hadits Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam,

لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

"Janganlah menghususkan malam Jum’at dengan mengerjakan shalat di antara malam-malam lainnya. Dan janganlah menghususkan siang hari Jum’at untuk mengerjakan puasa di antara hari-hari lainnya, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang dari kalian.” (HR. Muslim, al-Nasai, al-Baihaqi, Ahmad, dan lainnya)

Jabir bin Abdillah Radhiyallaahu 'Anhu pernah ditanya, “Apakah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melarang berpuasa pada hari Jum’at?” Beliau menjawab, “Ya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Alasan yang paling kuat dari larangan ini, karena hari Jum’at merupakan Yaum ‘Ied Hari raya), dan pada hari raya tidak disyariatkan untuk berpuasa.

Abdul Razaq dalam Mushannafnya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dari Abu al-Aubar berkata, “Saya duduk di sisi Abu Hurairah Radhiyallaahu 'Anhu ketika ada seseorang mendatanginya dan berkata, ‘Sesungguhnya Anda melarang manusia berpuasa pada hari Jum’at.’ Beliau menjawab, ‘Saya tidak melarang manusia berpuasa pada hari Jum’at, tetapi saya mendengar Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لا تصوموا يوم الجمعة ، فإنه يوم عيد إلا أن تصلوه بأيام

"Janganlah kalian berpuasa pada hari Jum’at, sesungguhnya hari itu hari raya kecuali kalian sambung dengan beberapa hari.”

Berdasarkan beberapa hadits di atas dan dapat dipahami bahwa larangan berpuasa pada hari Jum’at ini bagi siapa yang menghususkannya. Karenanya bagi siapa yang telah berpuasa satu hari sebelum atau sesudahnya seperti puasa Ayyamul Bidh, maka tidak termasuk yang dilarang. Atau bagi orang yang melaksanakan puasa satu hari dan berbuka satu hari (yakni puasa Nabi Dawud), lalu puasanya bertepatan dengan hari Jum’at, maka hal itu tidak mengapa.

. . .  Karenanya bagi siapa yang telah berpuasa satu hari sebelum atau sesudahnya seperti puasa Ayyamul Bidh, maka tidak masuk yang dilarang. . .

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'Anhu, Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لَا يَصُمْ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا أَنْ يَصُومَ قَبْلَهُ أَوْ يَصُومَ بَعْدَهُ

"Janganlah salah seorang kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa satu hari sebelumnya dan satu hari sesudahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Juwairiyah binti Harits Radhiyallaahu 'Anha, Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam datang menemuinya pada hari Jum’at, sementara ia sedang berpuasa. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bertanya, “Apakah kamu berpuasa kemarin?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kamu mau berpuasa esok hari?” Dia menjawab, “Tidak.” Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, berbukalah!(HR. Al-Bukhari dan Abu Dawud)

Semua ini menjelaskan bahwa maksud larangan tersebut hanya bagi yang berpuasa pada hari Jum’at saja. Maka bagi siapa yang melaksanakan puasa Ayyamul Bidh pada bulan ini, ia telah mendahuluinya dengan berpuasa satu hari dan akan mengikutinya dengan berpuasa satu hari, maka puasa tersebut bukan yang dilarang. Wallahu a’lam. 

Oleh: Badrul Tamam
(PurWD/voa-islam)
Red : Fajar

Ada Waktu Mustajab (Pengabulan Doa) di Hari Jum'at, Kapan Itu?


Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.


Sebaik-baik hari bagi umat Islam adalah hari Jum'at. Sayyidul ayyaam (pemimpin hari) yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Ta'ala. Banyak ibadah yang dikhususkan pada hari itu, misalnya membaca surat al-Sajdah dan al-Insan pada shalat Subuh, membaca surat al-Kahfi, shalat Jum'at berikut amalan-amalan yang mengirinya, dan beberapa amal ibadah lainnya. Di dalamnya juga terdapat satu waktu mustajab untuk berdoa. Tidaklah seorang hamba yang beriman memunajatkan do'a kepada Rabbnya pada waktu itu, kecuali  Allah akan mengabulkannya selama tidak meminta yang haram. Karenanya seorang muslim selayaknya memperhatikan hari Jum'at.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radliyallah 'anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

"Sesungguhnya pada hari Jum'at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat)." (Muttafaq 'Alaih)

Dalam memahami satu waktu yang mustajab (dikabulkannya doa) tersebut, para ulama berbeda pendapat, kapan waktu itu berlangsung? Karena ilmu tentangnya telah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana ilmu tentang kepastian waktu Lailatul Qadar.

Diriwayatkan, dari Sa'id bin Al Harits, dari Abu Salamah berkata, "Aku menyampaikan kepada Abu Sa'id, 'sesungguhnya Abu Hurairah menyampaikan kepada kami perilah satu waktu yang ada di hari Jum'at.' Beliau berkata, 'Aku pernah menanyakannya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, lalu beliau menjawab, "Sungguh aku dulu diberitahu tentangnya kemudian aku dijadikan lupa sebagaimana dijadikan lupa terhadap Lailatul Qadar." ( HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

Ibnul Hajar dalam Fath al-Baari (II/416-421) menyebutkan ada 43 pendapat di antara para ulama mengenai suatu waktu yang terdapat pada hari Jum'at itu. Lalu beliau berkata, "tidak diragukan lagi bahwa pendapat yang paling rajih (kuat) adalah hadits Abu Musa dan hadits Abdullah bin Salam . . . , namun para ulama salaf masih berbeda pendapat manakah dari keduanya yang lebih rajih." Selanjutnya Ibnul Hajar menjelaskan, mayoritas ulama, seperti Imam Ahmad dan lainnya, mentarjih bahwa waktu tersebut terdapat pada akhir waktu dari hari Jum'at. Di akhir ucapannya, Ibnul Hajar cenderung kepada pendapat Ibnul Qayim, yaitu pengabulan doa itu diharapkan juga  pada saat shalat. Sehingga kedua waktu tersebut merupakan waktu ijabah (pengabulan) doa, meskipun saat yang khusus itu ada di ujung hari setelah shalat shalat 'Ashar.

Imam al Khaththabi rahimahullah, yang disebutkan dalam Fath al-Baari, juga menyimpulkan waktu istijabah tersebut ada dua: Pertama, pada waktu shalat. Kedua, satu waktu di sore hari ketika matahari mulai merendah untuk tenggelam. Berikut ini uraian lebih rinci terhadap kedua pendapat tersebut:

Pendapat Pertama: waktu istijabah itu sejak duduknya imam di atas mimbar sampai dengan berakhirnya shalat. Hujjah dari pendapat ini adalah hadits Abu Burdah bin Abi Musa al-'Asy'ari, dia bercerita: "Abdullah bin Umar pernah berkata kepadaku: 'apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengenai satu waktu yang terdapat pada hari Jum'at?' Aku (Abu Burdah) menjawab, "Ya, aku pernah mendengarnya berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ

"Saat itu berlangsung antara duduknya imam sampai selesainya shalat." (HR. Muslim)

Namun, waktu istijabah ini tidak penuh sejak duduknya imam di mimbar sampai selesainya shalat. Dia datangnya kadang-kadang berdasarkan lafadz hadits, "yuqalliluhaa" (sangat sebentar).

Imam al-Shan'ani rahimahullah dalam Subul al-Salam, menyebutkan keberadaannya terkadang di awal, tengah, atau di akhir. Misalnya diawali sejak dimulainya khutbah dan habis ketika selesainya shalat. (Subul al-Salam: II/101)

Pendapat kedua : waktu ijabah berada di akhir waktu setelah 'Ashar. Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan pendapat ini. Beliau berkata, "yang ini merupakan pendapat yang paling rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam, Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka." (Zaad al Ma'ad: I/390)

Hadits yang menunjukkan kesimpulan ini cukup banyak. Di antaranya hadits Jabir bin Abdillah Radliyallah 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

"Hari Jum'at terdiri dari 12 waktu, di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu setelah 'Ashar." (HR. an Nasai dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam al Fath dan dishahihkan juga oleh al Albani dalam Shahih an Nasai dan Shahih Abu Dawud)

Hadits Abdullah bin Salam, dia bercerita: "Aku berkata, 'sesungguhnya kami mendapatkan di dalam Kitabullah bahwa pada hari Jum'at terdapat satu saat yang tidaklah seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.' Lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengisyaratkan dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin Salam bertanya; 'kapan saat itu berlangsung?' beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab, "saat itu berlangsung pada akhir waktu siang." Setelah itu  Abdullah bertanya lagi, 'bukankah saat itu bukan waktu shalat?' beliau menjawab,

بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ

"Benar, sesungguhnya seorang hamba mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali shalat, melainkan dia berada di dalam shalat." (HR. Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya hasan shahih).

Juga berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ

"Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jum'at, yaitu setelah 'Ashar sampai tenggelamnya matahari." (HR. at Tirmidzi; dinilai Hasan oleh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi dan Shahihh at Targhib).

Al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah berkata: "diriwayatkan Sa'id bin Mansur dengan sanad shahih kepada Abu Salamah bin Abdirrahman, ada beberapa orang dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkumpul lalu saling menyebut satu saat yang terdapat pada hari Jum'at. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat bahwa saat tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at." (Fath al-Baari :II/421 dan Zaad al-Ma'ad oleh Ibnul Qayim I:391)

. . . Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat bahwa saat tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at. . .

Ibnul Qayyim berkata, "diriwayatkan Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas, dia berkata: 'saat (mustajab) yang disebutkan ada pada hari Jum'at itu terletak di antara shalat 'Ashar dan tenggelamnya matahari.' Sa'id bin Jubair jika sudah melaksanakan shalat 'Ashar dia tidak mengajak bicara seseorang pun hingga matahari terbenam. Demikian ini pendapat mayoritas ulama salaf, dan mayoritas hadits mengarah pada pendapat itu. Selanjutnya, pendapat lain menyatakan bahwa saat tersebut terdapat pada waktu shalat Jum'at. Adapun pendapat-pendapat lainnya tidak memiliki dalil." (Zaad al-Ma'ad: I/394)

Ibnul Qayyim juga mengatakan, "menurut saya, saat shalat merupakan waktu yang diharapkan pengabulan doa. Keduanya merupakan waktu pengabulan meskipun satu saat yang khusus itu di akhir waktu setelah shalat 'Ashar. Itu merupakan saat tertentu dari hari Jum'at yang tidak akan mundur atau maju. Adapun saat ijabah pada waktu shalat, ia mengikuti waktu shalat itu sendiri sehingga bisa maju atau mundur. Karena ketika berkumpulnya kaum muslimin, shalat, ketundukan, dan munajat mereka kepada Allah memiliki pengaruh terhadap pengabulan (doa). Dengan demikian, saat pertemuan mereka merupakan saat yang diharap dikabulkannya doa. Dengan demikian itu, seluruh hadits berpadu antara yang satu dengan lainnya. . ." (Zaad al Ma'ad: I/394)

Lebih lanjut, Ibnul Qayyim berkata, "saat mustajab berlangsung pada akhir waktu setelah 'Ashar yang diagungkan oleh seluruh pemeluk agama. Menurut Ahl Kitab, ia merupakan saat pengabulan. Inilah salah satu yang ingin mereka ganti dan merubahnya. Sebagian orang dari mereka yang telah beriman mengakui hal tersebut." (Zaad al-Ma'ad: I/396)

. . . Di dalamnya terdapat satu saat yang tidaklah seorang muslim berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan saat tersebut melainkan Allah akan mengabulkannya, yaitu setelah shalat 'Ashar . . .

Pendapat ini juga yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah sebagaimana yang dinukil oleh DR. Sa'id bin Ali al Qahthan dalam Shalatul Mukmin. Syaikh Ibnu Bazz berkata, "hal itu menunjukkan bahwa sudah sepantasnya bagi orang muslim untuk memberikan perhatian terhadap hari Jum'at. Sebab, di dalamnya terdapat satu saat yang tidaklah seorang muslim berdoa memohon sesuatu bertepatan dengan saat tersebut melainkan Allah akan mengabulkannya, yaitu setelah shalat 'Ashar. Mungkin saat ini berlangsung setelah duduknya imam di atas mimbar. Oleh karena itu, jika seseorang datang dan duduk setelah 'Ashar menunggu shalat Maghrib seraya berdoa, doanya akan dikabulkan. Demikian halnya jika setelah naiknya imam ke atas mimbar, seseorang berdoa dalam sujud dan duduknya maka sudah pasti doanya akan dikabulkan." (DR. Sa'id bin Ali bin Wahf al Qahthani, Ensiklopedi Shalat menurut al Qur'an dan as Sunnah : II/349) Wallahu Ta'ala A'lam. 


Oleh: Badrul Tamam
[PurWD/voa-islam]
Red : Fajar