قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
Qaddarallahu
Wamaa Syaa-a Fa'ala
"Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang
Dia kehendaki Dia Perbuat."
Boleh juga diucapkan:
قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
Qadarulluhi
Wamaa Syaa-a Fa'ala
"ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia
kehendaki Dia Perbuat."
Sumber Doa:
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada
kebaikan. Semangatlah meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan
kepada Allah, dan jangan bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah
janganlah mengatakan, "Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya
hasilnya akan lain." Akan tetapi katakanlah, "Allah telah
mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat." Sebab, mengandai-andai
itu membuka pintu setan." (HR.
Muslim)
Keterangan
Seorang muslim
semestinya menjadi orang yang dinamis dan penuh semangat. Karena setiap dari
amalnya tidak akan disia-siakan oleh Rabb-nya. Kerjanya mencari nafkah untuk
keluarganya dan semua usahanya untuk kebaikan dunia dan akhiratnya dinilai
sebagai shadaqah untuknya, ibadah yang berpahala. Namun perlu diingat, ia tidak
boleh hanya bersandar kepada usahnya semata. Tapi haruslah ia mentawakkalkan
usahanya kepada Allah dengan berdoa, berharap, dan menyerahkan hasil puncaknya
kepada Tuhannya. Sehingga ia berada pada maqam Iyyaka Na'budu wa Iyyaka
Nasta'in.
Kemudian kesungguhan
usaha dan isti'anah tadi diikuti dengan husnudzan (prasangkan baik kepada-Nya),
bahwa Dia akan memberikan yang terbaik kepada dirinya. Setiap ketetapan Allah
mengandung hikmah yang boleh jadi tak diketahuinya dan tak terlihat oleh
matanya. Sehingga saat terjadi sesuatu yang berbeda ia tetap tenang dan
semangat. Ia tidak melemah dan menyesali usahanya tersebut. Karena penyesalan
hanya akan menghapuskan amal kebaikan yang sudah dikumpulkannya. Apalagi sampai
mengandai-andai, kalau saja ia memilih usaha atau melakukan sesuatu yang lain
tentu tidak terjadi apa yang sudah terjadi. Padahal apa yang sudah terjadi itu
adalah takdir yang sudah sudah dicatat jauh-jauh sebelum itu diperbuat,
diketahui dan dikehendaki oleh-Nya. Karenanya ucapan semacam itu termasuk
bagian yang bertentangan dengan rukun iman ke enam, iman kepada takdir yang
baik dan yang buruk (menurut kita).
Mengandai-andai di
kala terjadi sesuatu yang tidak sesuai keinginan akan membuka pintu syetan,
yakni akan menyebabkan cacian, lemah semangat, marah, was-was, merana dan
sedih. Semua ini termasuk dari perbuatan syetan sehingga Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam melarang membuka kesempatan pada syetan untuk menggoda hamba
dengan kalimat pengandaian ini. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
memerintahkan agar melihat kejadian itu dari sudut pandang takdir. Ia meyakini,
apa yang sudah Allah takdirkan atasnya pasti itu akan menimpanya, tak seorangpun
yang sanggup menghalau dan menolaknya.
. . . Mengandai-andai di kala terjadi
sesuatu yang tidak sesuai keinginan akan membuka pintu syetan, yakni akan
menyebabkan cacian, lemah semangat, marah, was-was, merana dan sedih. . .
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam menasihatkan kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu
'Anhuma, "Ketahuilah, seandainya
semua umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak
bisa memberi manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan
untukmu. Sebaliknya, seandainya mereka berkumpul untuk menimpakan kemadharatan
kepadamu, maka mereka tidak bisa menimpakan kemadharatan kepadamu kecuali
dengan sesuatu yang Allah tetapkan atasmu. Pena (takdir) telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering." (HR.
al-Tirmidzi)
Benar, urusan telah
usai. Tidak mungkin yang sudah terjadi bisa berubah lagi. Perkara ini sudah
tercatat di Lauh Mahfudz lima puluh tahun sebelum Allah menciptakan langit dan
bumi. Akan terjadi apa yang sudah tercatat bagaimanapun ia berbuat. Oleh sebab
itu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menganjurkan untuk berkata: "Ini adalah takdir Allah, dan apa yang
Dia kehendaki Dia Perbuat." Artinya: ini yang terjadi adalah takdir dan
qadha' (ketetapan) Allah. Apa yang Allah 'Azza wa Jalla kehendaki maka Dia lakukan, tak seorangpun
yang bisa melarang dan menahan-Nya dari melakukan keinginan-Nya dalam kekuasaan
yang Dia miliki. Maka Setiap yang Dia kehendaki pastilah Dia akan melakukannya.
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap
apa yang Dia kehendaki." (QS.
Huud: 107)
Meyakini
Hikmah dalam Takdir
Mengembalikan
kenyataan yang tidak sesuai keinginan kepada takdir haruslah disertai dengan
keyakinan bahwa setiap takdir Allah mengandung hikmah yang dikehendaki
oleh-Nya. Boleh jadi hikmah tersebut tak mampu kita baca atau tidak nampak oleh
kita. Meyakini ini hukumnya wajib berdasarkan firman Allah Ta'ala,
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
"Dan kamu tidak
mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui lagi Maha Hikmah." (QS. al-Insan: 30)
Allah menjelaskan
bahwa Masyi'ahnya (kehendak-Nya) diiringi dengan hikmah dan ilmu. Berapa banyak
kenyataan yang dibenci orang tapi akibatnya baik untuk dirinya. Sebagaimana
firman Allah Ta'ala, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu." (QS. Al-Baqarah; 216) dan banyak kejadian-kejadian yang
membenarkan ayat ini.
Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin menuturkan dalam Syarh Riyadhus Shalihin, pernah terjadi
kecelakaan pesawat yang berangkat dari Riyadh menuju Jeddah. Di dalamnya
terdapat penumpang sangat banyak, lebih dari 300 penumpang. Terdapat salah
seorang calon penumpang yang sudah membeli tiket berada di ruang tunggu sampai
tertidur. Tatkala diumumkan bahwa pesawat segera berangkat, para penumpang
memasuki pesawat. Sementara seorang penumpang tadi masih terlelap dalam
tidurnya. Saat ia bangun, pintu pesawat sudah tertutup. Ia sangat menyesal dan
jengkel. Kemudian Allah menetapkan takdir-Nya dengan hikmah-Nya, pesawat
tersebut mengalami kecelakaan, terbakar. Semua penumpangnya tewas. Subhanallah,
laki-laki yang tertidur tadi selamat dari kecelakaan karena tertidur. Ia marah
karena tertinggal pesawat, tapi kejadian itu malah membawa kebaikan untuk
dirinya. Semoga kita menjadi orang cerdas yang senantiasa beriman kepada Allah
dan takdir-Nya, serta selalu berbaik sangka kepada-Nya. Amiin.
Artikel www. voa-islam.com.com, dipublish ulang
dan disesuaikan oleh http://www..afutuhnews.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar