Oleh : Fajar Iswanto
Segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga,
para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir
zaman.
Manusia idaman sejati
adalah makhluk langka. Begitu banyak ujian dan rintangan untuk menjadi seorang
idaman sejati. Kebalikannya, yang bukan idaman malah tersebar ke mana-mana.
Inilah yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Siapakah pria yang tidak
pantas menjadi idaman dan tambatan hati? Apa saja ciri-ciri mereka? Mudah-mudahan
-dengan izin Allah- kami dapat mengungkapkannya pada tulisan yang singkat ini.
Ciri
Pertama: Akidahnya Amburadul
Di antara ciri pria
semacam ini adalah ia punya prinsip bahwa jika cinta ditolak, maka dukun pun
bertindak. Jika sukses dan lancar dalam bisnis, maka ia pun menggunakan
jimat-jimat. Ingain buka usaha pun ia memakai pelarisan. Jika berencana nikah,
harus menghitung hari baik terlebih dahulu. Yang jadi kegemarannya agar hidup
lancar adalah mempercayai ramalan bintang agar semakin PD dalam melangkah.
Inilah ciri pria yang
tidak pantas dijadikan idaman. Akidah yang ia miliki sudah jelas adalah akidah
yang rusak.
Ibnul Qayyim
mengatakan, “Barangsiapa yang hendak meninggikan bangunannya, maka hendaklah
dia mengokohkan pondasinya dan memberikan perhatian penuh terhadapnya.
Sesungguhnya kadar tinggi bangunan yang bisa dia bangun adalah sebanding dengan
kekuatan pondasi yang dia buat. Amalan manusia adalah ibarat bangunan dan pondasinya
adalah iman.” (Al Fawaid)
Berarti jika aqidah
dan iman seseorang rusak -padahal itu adalah pokok atau pondasi-, maka bangunan
di atasnya pun akan ikut rusak. Perhatikanlah hal ini!
Ciri
Kedua: Menyia-nyiakan Shalat
Tidak shalat jama'ah
di masjid juga menjadi ciri pria bukan idaman. Padahal shalat jama'ah bagi pria
adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam al Qur'an dan berbagai
hadits. Berikut di antaranya.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam dan berkata, ”Wahai Rasulullah, saya
tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk
mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak
shalat berjama'ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian
Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah
memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab,
”Ya”. Rasulullah bersabda, ”Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim). Orang
buta ini tidak dibolehkan shalat di rumah apabila dia mendengar adzan. Hal ini
menunjukkan bahwa memenuhi panggilan adzan adalah dengan menghadiri shalat
jama’ah. Hal ini ditegaskan kembali dalam hadits Ibnu Ummi Maktum. Dia berkata,
“Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan adzan hayya ‘alash
sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan adzan tersebut”.” (HR.
Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Lihatlah laki-laki
tersebut memiliki beberapa udzur: dia adalah seorang yang buta, dia
tidak punya teman sebagai penunjuk jalan untuk menemani, banyak sekali
tanaman, dan banyak binatang buas. Namun karena dia mendengar adzan, dia tetap diwajibkan
menghadiri shalat jama’ah. Walaupun punya berbagai macam udzur semacam ini,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan dia untuk memenuhi
panggilan adzan yaitu melaksanakan shalat jama’ah di masjid. Bagaimana dengan
orang yang dalam keadaan tidak ada udzur sama sekali, masih diberi kenikmatan
penglihatan dan sebagainya?!
Imam Asy Syafi'i
sendiri mengatakan, “Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan
bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” (Ash Sholah wa
Hukmu Tarikiha, hal. 107)
Jika pria yang
menyia-nyiakan shalat berjama'ah di masjid saja bukan merupakan pria idaman,
lantas bagaimana lagi dengan pria yang tidak menjalankan shalat berjama'ah
sendirian maupun secara berjama'ah?!
Seorang ulama besar,
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dalam kitabnya Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7,
mengatakan, ”Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa
meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar
yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta
orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya
akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia
dan akhirat.”
Dinukil oleh Adz
Dzahabi dalam Al Kaba’ir (pembahasan dosa-dosa besar), hal. 25, Ibnu Hazm
berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa
meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa
alasan yang bisa dibenarkan.”
Ciri
Ketiga: Sering Melotot Sana Sini
Inilah ciri
berikutnya, yaitu pria yang sulit menundukkan pandangan ketika melihat wanita.
Inilah ciri bukan pria idaman. Karena Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".”
(QS. An Nur: 30)
Dalam ayat ini, Allah
memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari
hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun jika ia tidak
sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan
pandangannya.
Dari Jarir bin
Abdillah, beliau mengatakan, “Aku
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang
cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Boleh jadi laki-laki
tersebut jika telah menjadi suami malah memandang lawan jenisnya sana-sini
ketika istrinya tidak melihat. Kondisi seperti ini pun telah ditegur dalam
firman Allah,
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia
mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”
(QS. Ghofir: 19)
Ibnu 'Abbas ketika
membicarakan ayat di atas, beliau mengatakan bahwa yang disebutkan dalam ayat
tersebut adalah seorang yang bertamu ke suatu rumah. Di rumah tersebut ada
wanita yang berparas cantik. Jika tuan rumah yang menyambutnya memalingkan
pandangan, maka orang tersebut melirik wanita tadi. Jika tuan rumah tadi
memperhatikannya, ia pun pura-pura menundukkan pandangan. Dan jika tuan rumah
sekali lagi berpaling, ia pun melirik wanita tadi yang berada di dalam rumah.
Jika tuan rumah sekali lagi memperhatikannya, maka ia pun pura-pura menundukkan
pandangannya. Maka sungguh Allah telah mengetahui isi hati orang tersebut yang
akan bertindak kurang ajar. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan
disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (12/181-182).
Ibnu 'Abbas
mengatakan, “Allah itu mengetahui setiap mata yang memandang apakan ia ingin
khianat ataukah tidak.” Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid dan Qotadah.
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 12/182, Darul Qurthubah)
Ciri
Keempat: Senangnya Berdua-duaan
Inilah sikap pria
yang tidak baik yang sering mengajak pasangannya yang belum halal baginya untuk
berdua-duaan (baca: berkhalwat). Berdua-duaan (khokwat) di sini bisa pula
bentuknya tanpa hadir dalam satu tempat, namun lewat pesan singkat (sms), lewat
kata-kata mesra via FB dan lainnya. Seperti ini pun termasuk semi kholwat yang
juga terlarang.
Dari Ibnu Abbas, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan
dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan
dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan
adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”
(HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih
ligoirihi)
Ciri
Kelima: Tangan Suka Usil
Ini juga bukan ciri
pria idaman. Tangannya suka usil menyalami wanita yang tidak halal baginya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun ketika berbaiat dan kondisi
lainnya tidak pernah menyentuh tangan wanita yang tidak halal baginya.
Dari Abdulloh bin
‘Amr, ”Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan wanita
ketika berbaiat.” (HR. Ahmad dishohihkan oleh Syaikh Salim dalam Al Manahi As
Syari’ah)
Dari Umaimah bintu
Ruqoiqoh dia berkata, ”Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan para wanita, hanyalah
perkataanku untuk seratus orang wanita seperti perkataanku untuk satu orang
wanita.” (HR. Tirmidzi, Nasai, Malik dishohihkan oleh Syaikh Salim Al Hilaliy)
Zina tangan adalah
dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan
haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam
telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak
bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan
mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba
(menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan
dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau
mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Ciri
Keenam: Tanpa Arah yang Jelas
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ
“Seseorang
dianggap telah berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.”
(HR. Muslim no. 996)
Berarti kriteria pria
idaman adalah ia bertanggungjawab terhadap istrinya dalam hal nafkah.
Sehingga seorang pria
harus memiliki jalan hidup yang jelas dan tidak boleh ia hidup tanpa arah yang
sampai menyia-nyiakan tanggungannya. Sejak dini atau pun sejak muda, ia sudah
memikirkan bagaimana kelak ia bisa menafkahi istri dan anak-anaknya. Di antara
bentuk persiapannya adalah dengan belajar yang giat sehingga kelak bisa dapat
kerja yang mapan atau bisa berwirausaha mandiri.
Begitu pula hendaknya
ia tidak melupakan istrinya untuk diajari agama. Karena untuk urusan dunia
mesti kita urus, apalagi yang sangkut pautnya dengan agama yang merupakan
kebutuhan ketika menjalani hidup di dunia dan akhirat. Sehingga sejak dini pun,
seorang pria sudah mulai membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup untuk
dapat mendidik istri dan keluarganya.
Sehingga dari sini,
seorang pria yang kurang memperhatikan agama dan urusan menafkahi istrinya
patut dijauhi karena ia sebenarnya bukan pria idaman yang baik.
Mudah-mudahan tulisan
ini bisa sebagai petunjuk bagi para wanita muslimah yang ingin memilih
laki-laki yang pas untuk dirinya. Dan juga bisa menjadi koreksi untuk pria agar
selalu introspeksi diri. Nasehat ini pun bisa bermanfaat bagi setiap orang yang
sudah berkeluarga agar menjauhi sifat-sifat keliru di atas. Semoga Allah
memudahkannya.
Segala puji bagi
Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Artikel
www.remajaislam.com, dipublish ulang dan disesuaikan oleh http://www..afutuhnews.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar