Oleh : Fajar Iswanto
Setiap orang yang
mendengar kata “khomr” kadangkala mengartikannya dengan minuman beralkohol.
Namun dalam syari’at Islam yang sempurna, khomr bukanlah terbatas pada minuman
beralkohol saja. Makna khomr sebenarnya lebih luas dari itu.
Definisi
Khomr secara Bahasa
Khomr secara bahasa
bermakna buah anggur yang diperas dan
bisa memabukkan. Khomr disebut demikian karena khomr bisa menutupi akal.
Jadi, secara bahasa khomr berasal dari anggur, bukan berasal dari jenis
lainnya.
Namun Al Fairuz Abadi
dalam Al Qomus Al Muhith mengatakan bahwa khomr bisa lebih umum daripada itu,
yaitu diqiyaskan pada setiap perasan yang memabukkan karena sama-sama bisa
menutupi akal.
Definisi
Khomr secara Istilah
Para ulama pakar
fiqih berselisih pendapat dalam menentukan definisi khomr secara istilah.
Pendapat pertama yang
mengatakan bahwa khomr itu meliputi segala sesuatu yang memabukkan sedikit
ataupun banyak, baik berasal dari anggur, kurma, gandum, atau yang lainnya.
Pendapat ini dipilih oleh para ulama Madinah, ulama-ulama Hijaz, para pakar
hadits, ulama Hambali, dan sebagian ulama Syafi’iyyah.
Dalil
dari pendapat pertama ini sebagai berikut.
Pertama: Dari Ibnu
‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah khomr.
Setiap yang memabukkan pastilah haram.”
Kedua: Dari ‘Aisyah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai al Bit’i (arak yang biasa
diminum penduduk Yaman). Beliau mengatakan,
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap
minuman yang memabukkan, maka itu adalah haram.”
Ketiga:
Ibnu ‘Umar pernah mendengar ayahnya –‘Umar bin Khottob- berkhutbah di mimbar
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ‘Umar mengatakan,
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهْىَ مِنْ خَمْسَةٍ ، مِنَ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ
“Amma
ba’du. Wahai sekalian manusia, Allah telah menurunkan pengharaman khomr. Dan
khomr itu berasal dari lima macam: anggur, kurma, madu lebah, hinthoh (gandum),
dan sya’ir (gandum). Khomr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi akal.”
Pendapat kedua yang mengatakan
bahwa yang dimaksud khomr adalah anggur yang diperas jika berefek memabukkan.
Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama Syafi’iyyah, murid Abu Hanifah seperti
Abu Yusuf dan Muhammad, dan sebagian ulama Malikiyah. Pendapat ini asalnya
adalah dari defisi khomr secara bahasa.
Pendapat
yang Lebih Tepat dalam Mendefinisikan Khomr
Di antara dua
pendapat di atas, pendapat pertama dinilai lebih tepat dengan beberapa alasan
berikut.
Pertama:
Dalil syar’i lebih mesti didahulukan daripada definisi bahasa. Perasan anggur
adalah pengertian khomr secara bahasa. Sedangkan secara sya’i, khomr bermakna
lebih luas yaitu segala sesuatu yang memabukkan, baik berasal dari perasan
anggur, perasan kurma, dan lainnya. Yang semestinya diketahui dengan seksama bahwa lafazh
yang terdapat dalam Al Qur’an dan Al Hadits jika telah diketahui tafsirannya
dan pengertiannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka seharusnya
tidak perlu menoleh lagi pada berbagai hujjah yang disampaikan oleh pakar
bahasa dan lainnya.”
Kedua:
Jika khomr dibatasi hanya pada perasan kurma, berarti kita telah mengeluarkan
berbagai macaman minuman yang memabukkan dari definisi khomr. Padahal definisi
khomr yang tepat adalah sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yaitu segala sesuatu yang memabukkan. Jika melakukan demikian, maka itu berarti
kita telah melakukan taqshir (pengurangan) dan taqshir termasuk bentuk
kelewatan dalam batasan-batasan Allah. Jika kita menetapkan bahwa segala sesuatu
yang memabukkan, maka kita pun tidak perlu berdalil dengan qiyas untuk
menetapkan hukum bagi minuman yang memabukkan lainnya.
Ketiga:
Di Madinah dulu, tidak ada satu pun khomr yang terbuat dari anggur. Malah khomr
yang ada terbuat dari kurma. Kata khomr yang terdapat dalam bahasa Arab yang digunakan
dalam Al Qur’an mencakup segala sesuatu yang memabukkan baik itu kurma dan
selainnya, tidak dikhususkan hanya pada anggur saja. Ada riwayat shahih yang bisa
dijadikan hujjah dalam masalah ini. Tatkala khomr diharamkan di Madinah An
Nabawiyyah (setelah perang Uhud) pada tahun 3 H, pada saat itu tidak ada satu
pun khomr yang terbuat dari anggur karena tidak ada pohon anggur ketika itu.
Khomr penduduk Madinah yang ada berasal dari kurma. Tatkala Allah mengharamkan
khomr, penduduk Madinah menuangkan khomr mereka atas perintah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahkan mereka menghancurkan bejana khomr yang ada. Mereka menyebut minuman yang
dihancurkan tadi dengan khomr. Oleh karena itu, diketahui bahwa kata khomr
dalam Al Qur’an itu lebih umum dan bukan hanya dikhususkan pada perasan anggur
saja.”
Kesimpulan:
Khomr adalah segala sesuatu yang memabukkan, bukan hanya dibatasi pada perasan
anggur saja.
Narkotik
dan Semacamnya Termasuk Khomr
Dari definisi di
atas, setiap yang mengacaukan/menutup akal atau menghilangkan kesadaran
termasuk khomr. Hal ini berdasarkan perkataan ‘Umar bin Al Khottob,
وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ
“Khomr
adalah segala sesuatu yang dapat menutupi (mengacaukan) akal.”
Oleh karena itu, yang
juga termasuk khomr adalah narkotik, ganja, heroin, morfin, ekstasi dan segala
macam zat adiktif yang dapat menutup akal, membuat sakau dan tidak sadarkan
diri. Narkotik dan semacamnya tadi dihukumi haram berdasarkan kesepakatan para
ulama.
Perhatian:
Meminum Sedikit Khomr Tetap Haram
Jika sesuatu dalam
keadaan banyak sudah memabukkan, maka meminum sedikit pun dinilai haram. Inilah
pendapat mayoritas ulama. Mayoritas ulama Syafi’iyyah yang berpendapat bahwa
disebut khomr jika berasal dari perasan kurma saja, mereka tidak menyelisihi
pendapat jumhur dalam point ini.
Dasar dari pendapat
ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
“Sesuatu yang apabila banyaknya
memabukkan, maka meminum sedikitnya dinilai haram.”
Apabila khomr yang
dalam keadaan banyak sudah membuat mabuk dan mengacaukan akal sehingga
menghilangkan kesadaran, maka jika khomr tersebut dikonsumsi dalam jumlah
sedikit tetap dinilai haram. Namun yang jadi patokan mabuk atau tidaknya di
sini adalah bukan orang yang punya kebiasaan minum minuman keras, tetapi orang
yang belum terbiasa. Karena jika orang yang jadi patokan adalah orang yang
sudah terbiasa minum minuman keras, maka dalam jumlah banyak pun boleh jadi ia
belum teler.
Jika air segentong
kemasukan miras sesendok maka air segentongnya, ada yang menganggapnya haram.
Ini pemahaman keliru dalam memahami hadits “Sesuatu yang apabila banyaknya
memabukkan, maka meminum sedikitnya dinilai haram.”
Namun yang
dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah jika ada miras diminum 500 mL
memabukkan, maka meminum miras tersebut sebanyak 1 sendok tetap dinilai haram
meskipun orang yang bersangkutan belum mabuk jika hanya minum sebanyak itu. Artikel http://alfutuhnews.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar