Jumat, 20 April 2012

Hukum Mandi Hari Jum'at, Wajib atau Sunnah?


Para ulama sepakat bahwa mandi hari Jum’at bagi orang yang akan menghadiri shalat Jum'at disyari'atkan. Mandi ini menjadi keistimewaan hari Jum'at. Karena pentingnya, kita dapatkan beberapa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat menekankannya. Bahkan sebagian riwayat, secara dzahir menyebutkan kata wajib. Karenanya sebagian ulama berpendapat hukum mandi di hari Jum'at adalah wajib. Namun, mayoritas mereka berpendapat sunnah mu'akkadah (sangat-sangat ditekankan) setelah mengkomparasikan beberapa hadits tentang mandi di hari Jum'at ini.


Argumentasi yang mewajibkannya

Para ulama yang berpendapat wajibnya mandi di hari Jum'at, bagi orang yang akan menghadiri shalat Jum'at, mendasarkan pada beberapa dalil berikut ini:

غُسْلُ اَلْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

"Mandi Jum'at adalah wajib bagi setiap yang telah bermimpi (baligh)." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al -Tirmidzi)

Hadits ini menjadi dalil utama bagi orang yang berpendapat wajbnya mandi hari Jum’at.
Dalam Shahih Muslim disebutkan, "ketika Umar bin Khathab radliyallah 'anhu berkhutbah di hari Jum'at, tiba-tiba Utsman bin 'Affan masuk. Maka Umar memotong khutbahnya untuk menegurnya seraya berkata, "kenapa orang-orang terlambat setelah seruan dikumandangkan?" Utsman menjawab, "Ketika aku mendengar seruan Adzan, aku tidak dapat berbuat lebih daripada sekedar wudlu' dan kemudian berangkat." Maka Umar berkata, "hanya berwudlu? Bukankah kalian pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi." (HR. Muslim)

Dalam riwayat Bukhari, Umar berkata, "tidaklah kalian pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا رَاحَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at, hendaklah ia mandi."

Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَغْتَسِلَ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ يَوْمًا يَغْسِلُ فِيهِ رَأْسَهُ وَجَسَدَهُ

"Wajib bagi setiap muslim untuk mandi pada satu hari dari setiap tujuh hari, pada mandi itu dia mengguyur kepala dan badannya." (HR. Bukhari)

Dalam lafadz al-Nasai dari Jabir yang dia sandarkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

عَلَى كُلِّ رَجُلٍ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ غُسْلُ يَوْمٍ وَهُوَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ

"Kewajiban bagi setiap muslim, pada setiap tujuh hari untuk mandi pada satu hari, yaitu pada hari Jum'at." (HR. Al Nasai dan dinilai shahih oleh Syaikh al Albani dalam Shahih al-Nasai (1/44) dan dalam Irwa' al Ghalil (1/173)).

"Apabila salah seorang kalian berangkat shalat Jum'at hendaklah dia mandi." (HR. Muslim)

Ibnu Umar radliyallah 'anhuma berkata, "sesungguhnya mandi itu diwajibkan bagi yang wajib menunaikan shalat Jum'at." (HR. al Bukhari sebelum hadits no. 894)

Syaikh Ibnu Utsaimin juga menguatkan pendapat ini. Hukum wajib mandi Jum'at lebih beliau kuatkan dalam kitab al-Syarhu al-Mumti' 'alaa Zaad al-Mustaqni': V/108-110.

Syaikh Abu Malik Kamal bin al Sayyid Salim dalam Shahih Fiqih Sunnah, memilih pendapat ini. Beliau berkata, "diwajibkan mandi bagi siapa yang mendatangi shalat Jum'at, yaitu orang-orang yang diperintahkan untuk menunaikan shalat Jum'at, menurut pendapat ulama yang paling shahih, berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan dalam Perkara-perkara yang mewajibkan mandi." (Shahih Fiqih Sunnah, II/305)

Shafiyyurrahman al Mubarakfuri dalam Ithaf al Kiram Ta'liq 'alaa Bulughul Maram menyatakan bahwa pendapat ini lebih absah, lebih rajih, dan lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Dan berpendapat dengan ini jauh lebih selamat.

Argunentasi yang menyatakan tidak wajib

Jumhur Ulama berpendapat mandi Jum'at tidak wajib. Mereka mengakui keshahihan hadits-hadits yang dibawakan oleh ulama yang mewajibkannya. Namun setelah dikorelasikan dengan riwayat-riwayat lain, mereka menakwilkan kata "wajib" sebagai taukid (penekanan). Karenanya mereka menyimpulkan bahwa hukum mandi shalat Jum'at adalah sunnah mu'akkadah. Berikut ini dasar pendapat mereka:

Pertama, Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

"Barangsiapa berwudlu', lalu memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian mendatangi shalat Jum'at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim no. 857)

Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya menyebutkan wudlu' dan hanya menfokuskan padanya, tidak pada mandi, lalu menilainya sah sekaligus menyebutkan pahala yang diperoleh dari hal tersebut. Dengan demikian, hal itu menunjukkan wudlu' saja sudah cukup dan tidak perlu mandi. Dan bahwasanya mandi itu bukan sesuatu yang wajib, tetapi Sunnah Mu'akkadah.

Dengan demikian, hal itu menunjukkan wudlu' saja sudah cukup dan tidak perlu mandi. Dan bahwasanya mandi itu bukan sesuatu yang wajib, tetapiSunnah Mu'akkadah.

Imam al Nawawi rahimahullah, dalam Syarh Shahih Muslim, ketika memberikan syarah hadits, "siapa yang mandi kemudian mendatangi Jum'at, lalu shalat sebagainya yang dia mampu, lalu memperhatikan khutbah hingga selesai, lalu shalat bersama Imam, maka diberi ampunan untuknya pada hari itu sampai dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya," beliau menyitir riwayat di atas. Kemudian berkata, "di dalam hadits (pertama) terdapat keutamaan mandi. Dan itu bukan hal yang wajib berdasarkan riwayat kedua. Di dalamnya terdapat anjuran berwudlu' dan memperbagusnya." 

Kedua, hadits Samurah bin Jundab radliyallah 'anhu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ, وَمَنْ اِغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ

"Barangsiapa yang berwudlu', maka dia telah mengikuti sunnah dan itu yang terbaik. Barangsiapa yang mandi , maka yang demikian itu lebih afdhal." (HR. Abu Dawud no. 354, al-Tirmidzi no. 497, al-Nasai no. 1379, Ibnu Majah no. 1091, Ahmad, no. 22. Imam al-Tirmidzi menghasankannya)

Ibnu Hajar mencantumkan hadits ini dalam Bulughul Maram sesudah hadits yang menunjukkan wajibnya mandi Jum'at. Dan berdasarkan hadits ini, Jumhur mendasarkan pendapat mereka.

Imam al Shan'ani dalam Subul al-Salam berkata, "hadits ini menjadi dalil tidak wajibnya mandi."

Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al Kiram berkata, "hadits ini menguatkan pendapat Jumhur bahwa mandi hari Jum’at tidak wajib."

Ketiga, pengakuan 'Umar dan para sahabat terhadap 'Utsman yang berangkat menunaikan shalat Jum'at dengan berwudlu' saja, tidak mandi. Mereka tidak menyuruh 'Ustman untuk keluar dari masjid serta tidak menolaknya sehingga hal itu menjadi ijma' mereka bahwa mandi bukan menjadi syarat sahnya shalat Jum'at dan tidak wajib.

Imam al Nawawi mengambil kesimpulan dari kisah ini, seandainya mandi Jum'at itu wajib pasti 'Utsman tidak akan meninggalkannya. Dan jika wajib, pasti 'Umar dan para sahabat lainnya akan menyuruhnya mandi. Padahal status keduanya sebagai Ahlul Halli wal 'Aqdi.
Imam al Tirmidzi rahimahullah menyimpulkan dari kisah ini, bahwa mandi hari Jum'at bersifat pilihan dan bukan sesuatu yang wajib.

Keempat, sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada para sahabat yang keluar bekerja pada hari Jum'at sehingga mereka terkena debu dan menimbulkan bau tidak sedap;

لَوْ اغْتَسَلْتُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
"Alangkah baiknya kalian mandi pada hari Jum'at." (HR. Muslim dari 'Aisyah radliyallah 'anha) dalam riwayat lain, "kalau saja kalian membersihkan diri kalian untuk hari kalian ini."

Lafadz hadits ini memberikan pengertian bahwa mandi hari Jum'at itu bukan suatu yang wajib. Pengertian dari sabda beliau di atas adalah, "niscaya akan lebih baik dan lebih sempurna." (Syarh Shahih Muslim: IV/382)

Kelima, sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ
"Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang bermimpi. Begitu pula dengan bersiwak dan memakai wewangian jika mampu melaksanaknnya (jika ada)." (Muttafaq 'alaih; al-Bukhari no. 880 dan Muslim no. 846)

Lahiriyah hadits ini menunjukkan bahwa memakai siwak dan wewangian adalah wajib. Padahal menurut kesepakatan yang ada tidak demikian. Hal itu menunjukkan bahwa sabda beliau "wajib" itu bukan makna yang sebenarnya. Namun, maksudnya adalah sunnah mu'akkadah. Sebab tidak dibenarkan penggabungan sesuatu yang wajib dan sesuatu yang tidak wajib dalam satu kata sambung wawu (artinya: dan). Hanya Allah yang lebih tahu. (lihat al Mufhim Limaa Asykala Talkhiish Kitab Muslim, Imam al Qurtubi: II/479-480 ; Fathul Baari, Ibnul Hajar: II/356-364 ; dan Zaad al Ma'ad, Ibnul Qayyim: I/376-377)

Keenam, pendapat beberapa ulama:

Ibnu Qudamah berkata, "tidak ada perbedaan mengenai disunnahkannya hal tersebut. Dalam hal itu terdapat banyak atsar shahih sehingga hal itu bukanlah sesuatu yang wajib menurut pendapat mayoritas ulama. Itu merupakan pendapat al Auza'i, al-Tsauri, Malik, al-Syafi'i, Ibnul Mundzir, dan Ashabul Ra'yi. Ada yang berpendapat yang demikian itu adalah ijma." (al Mughni, Ibnu Qudamah: III/225)

Imam Ibnu 'Abdil Barr berkata, "para ulama telah bersepakat bahwa mandi hari Jum'at bukan suatu yang wajib, kecuali satu kelompok dari penganut paham al-Dzahiriyah. Mereka mewajibkan dan bersikap keras dalam hal itu. Sedangkan di kalangan ulama dan fuqaha' terdapat dua pendapat: salah satunya menyebut sunnah dan yang lainnya mustahab. Bahwasanya perintah mandi Jum'at itu karena suatu alasan sehingga ketika alasan itu sudah ditangani, gugurlah perintah tersebut. Sesungguhnya pemakaian wangi-wangian sudah cukup memadai." (al-Tamhiid: XIV/151-152)

Al-Hafidz Ibnu Rajab menyebutkan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa, mandi hari Jum'at sunnah, bukan wajib. Telah diriwayatkan dari Umar, Utsman, Ibnu Mas'ud, 'Aisyah, dan sahabat-sahabat lainnya. hal ini juga yang telah disampaikan Jumhur Fuqaha' seperti al-Tsauri, al-Auza'i, Abu Hanifah, al-Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq. Selain itu juga diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Malik. Maka perintah mandi diartikan sebagai sesuatu yang sunnah. (Fath al Baari, Ibnu Rajab: (VIII/78-82)

Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah juga berpendapat bahwa mandi hari Jum'at hukumnya sunnah mu'akkadah. Beliau berkata, "mandi hari Jum'at itu sunnah mu'akkadah, yang senantiasa harus dijaga seorang muslim dalam rangka keluar dari orang yang mewajibkannya. . . .  Yang benar adalah bahwa bahwa mandi hari Jum'at itu sunnah mu'akkadah. Adapun sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Mandi Hari Jum'at itu wajib bagi setiap yang telah baligh," maknanya menurut mayoritas ulama sudah sangat jelas sebagaimana ungkapan orang Arab: "janji itu hutang dan wajib bagiku untuk melunasinya." Sebagian mereka mengemukakan: "Aku wajib memenuhi hak anda," dan itu berari penekanan. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh kebijakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sudah cukup dengan hanya memerintahkan berwudlu' saja dalam beberapa hadits. Demikian halnya dengan memakai wewangian, bersiwak, mengenakan pakain terbagus, dan segera berangkat ke tempat pelaksanaan Jum'at (masjid). Semua itu merupakan hal yang sunah, memang dianjurkan, dan bukan suatu yang wajib." (disarikan dari fatwa-fatwa Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdullah bin Bazz. Lihat Majmu' Fatawa Syaikh bin Bazz (XII/404), al-Fataawa al-Islaamiyyah (I/419). DR. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al Qahthani dalam Shalatul Mukmin, mennuturkan keterangan Syaikh bin Bazz ini didengarnya beberapa kali saat mengupas Shahih Bukhari no. 818 dan seterusnya.)

Mandi hari Jum'at itu sunnah mu'akkadah, yang senantiasa harus dijaga seorang muslim dalam rangka keluar dari orang yang mewajibkannya. . .

Kesimpulan

Dari argumentasi yang disampaikan oleh dua kelompok ulama di atas, nampak pendapat kedua yang lebih benar. Namun demikian tidak boleh diremehkan perintah ini, karena mandi hari Jum'at telah diamalkan oleh sejumlah ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang setelah mereka.

Dari hadits-hadits yang sama-sama diakui dua kelompok, terkandung anjuran yang sangat ditekankan untuk melaksanakan mandi Jum'at. Karenanya, hendaknya seorang muslim menjaga perintah ini dan tidak meninggalkannya sebagai bentuk kehati-hatian dan keluar dari perselisihan pendapat di kalangan orang-orang yang mewajibkannya secara mutlak.

Tentang anjuran mandi Jum'at ini, Ibnul Qayyim menjelaskan, bahwa perintah ini lebih kuat daripada perintah shalat witir, membaca basmalah dalam shalat, wudlu karena menyentuh wanita, wudlu setelah menyentuh kemaluan, wudlu karena tertawa terbahak-bahak dalam shalat, wudlu karena mimisan, berbekam dan muntah; juga hukum shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada tasyahud akhir, dan hukum wajib bacaan untuk makmum. (Zaad al Ma'aad: I/376)

Hendaknya seorang muslim menjaga perintah ini dan tidak meninggalkannya sebagai bentuk kehati-hatian dan keluar dari perselisihan pendapat di kalangan orang-orang yang mewajibkannya secara mutlak.

Perintah ini lebih ditekankan lagi atas orang yang berkeringat dan keluar bau tidak sedap. Karena hal ini mengganggu saudaranya yang lain dan juga mengganggu para malaikat. Dari sini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat wajib atas orang yang berkeringat dan berbau tidak sedap yang dapat mengganggu orang lain. Wallahu a'lam bil Shawaab . . .

Artikel : (PurWD/voa-islam.com), dipublish ulang dan disesuaikan oleh http://www..afutuhnews.blogspot.com Artikel : http://www.alfutuhnews.blogspot.com


0 komentar:

Posting Komentar