Oleh : Fajar Iswanto
Alhamdulillah. Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka
hingga akhir zaman.
[Pertama]
Soal:
Ada seorang ayah yang
memiliki sepuluh anak perempuan dan mereka semua belum diaqiqohi, namun
sekarang mereka sudah berkeluarga. Apa yang mesti dilakukan oleh anak-anaknya?
Apa sebenarnya hukum aqiqah?Apakah betul apabila seorang anak tidak diaqiqohi,
maka ia tidak akan memberi syafaat pada orang tuanya?
Jawab:
Hukum aqiqah adalah
sunnah mu’akkad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan
bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor
kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran aqiqah ini menjadi
kewajiban ayah (yang menanggung nafkah anak, pen). Apabila ketika waktu
dianjurkannya aqiqah (misalnya tujuh hari kelahiran, pen), orang tua dalam
keadaan faqir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah. Karena
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bertakwalah kepada Allah semampu
kalian” (QS. At Taghobun: 16). Namun apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua dalam keadaan
berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi kewajiban ayah, bukan ibu dan bukan
pula anaknya.
[Kedua]
Soal:
Apabila seseorang
tidak diaqiqahi ketika kecil, apakah ia tetap dianjurkan untuk diaqiqahi ketika
dewasa? Apa saja batasan masih dibolehkannya aqiqah?
Jawab:
Apabila orang tuanya
dahulu adalah orang yang tidak mampu pada saat waktu dianjurkannya aqiqah
(yaitu pada hari ke-7, 14, atau 21 kelahiran, pen), maka ia tidak punya
kewajiban apa-apa walaupun mungkin setelah itu orang tuanya menjadi kaya.
Sebagaimana apabila seseorang miskin ketika waktu pensyariatan zakat, maka ia
tidak diwajibkan mengeluarkan zakat, meskipun setelah itu kondisinya serba
cukup. Jadi apabila keadaan orang tuanya tidak mampu ketika pensyariatan
aqiqah, maka aqiqah menjadi gugur karena ia tidak memiliki kemampuan.
Sedangkan jika orang
tuanya mampu ketika ia lahir, namun ia menunda aqiqah hingga anaknya dewasa,
maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.
Adapun waktu utama
aqiqah adalah hari ketujuh kelahiran, kemudian hari keempatbelas kelahiran,
kemudian hari keduapuluh satu kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa
melihat kelipatan tujuh hari.
Aqiqah untuk anak
laki-laki dengan dua ekor kambing. Namun anak laki-laki boleh juga dengan satu
ekor kambing. Sedangkan aqiqah untuk anak perempuan dengan satu ekor kambing
dan lebih utama tidak menambahnya dari jumlah ini.
Pelajaran
Penting Seputar Aqiqah
Hukum aqiqah adalah
sunnah mu’akkad dan seharusnya tidak ditinggalkan oleh orang yang mampu
melakukannya.
Aqiqah bagi anak
laki-laki afdholnya dengan dua ekor kambing, namun dengan seekor kambing juga
dibolehkan. Sedangkan aqiqah bagi anak perempuan adalah dengan seekor kambing.
Waktu utama aqiqah
adalah hari ke-7 kelahiran, kemudian hari ke-14 kelahiran, kemudian hari ke-21
kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat hari kelipatan tujuh.
Pendapat ini adalah pendapat ulama Hambali, namun dinilai lemah oleh ulama
Malikiyah. Jadi, jika aqiqah dilaksanakan sebelum atau setelah waktu tadi
sebenarnya diperbolehkan. Karena yg penting adalah aqiqahnya dilaksanakan.
(Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)
Aqiqah asalnya
menjadi beban ayah selaku pemberi nafkah. Aqiqah ditunaikan dari harta ayah,
bukan dari harta anak. Orang lain tidak boleh melaksanakan aqiqah selain
melalui izin ayah. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/382)
Imam Asy Syafi’i
mensyaratkan bahwa yang dianjurkan aqiqah adalah orang yang mampu. (Lihat
Shahih Fiqih Sunnah, 2/382)
Apabila ketika waktu
pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa), orang tua dalam keadaan tidak mampu, maka
aqiqah menjadi gugur, walaupun nanti beberapa waktu kemudian orang tua menjadi
kaya. Sebaliknya apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa),
orang tua dalam keadaan kaya, maka orang tua tetap dianjurkan mengaqiqahi
anaknya meskipun anaknya sudah dewasa.
Imam Asy Syafi’i
memiliki pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun diakhirkan. Namun
disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh. Jika aqiqah diakhirkan
hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi gugur. Akan tetapi ketika
itu, anak punya pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. (Lihat
Shahih Fiqih Sunnah, 2/383)
Perhitungan hari ke-7
kelahiran, hari pertamanya dihitung mulai dari hari kelahiran. Misalnya si bayi
lahir pada hari Senin, maka hari ke-7 kelahiran adalah hari Ahad. Berarti hari
Ahad adalah hari pelaksanaan aqiqah. [Keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin lainnya,
Liqo-at Al Bab Al Maftuh, kaset 161, no. 24]
Pendapat yang
menyatakan, “Jika seseorang anak tidak diaqiqahi, maka ia tidak akan memberi
syafaat kepada orang tuanya pada hari kiamat nanti”, ini adalah pendapat yang
lemah sebagaimana dilemahkan oleh Ibnul Qayyim. [Keterangan Syaikh Ibnu
Utsaimin lainnya, Liqo-at Al Bab Al Maftuh, kaset 161, no. 24]
Demikian pembahasan
ringkas mengenai aqiqah. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin.
Segala puji bagi
Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan
salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikuti mereka hingga akhir zaman.
Artikel www.rumasyo.com,
dipublish ulang dan disesuaikan oleh http://www..afutuhnews.blogspot.com
Artikel : http://www.alfutuhnews.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar