Alhamdulillah. Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebagian muslim tidak
mempedulikan apa yang masuk dalam perutnya. Asal enak dan ekonomis, akhirnya
disantap. Tidak tahu manakah yang halal, manakah yang haram. Padahal makanan,
minuman dan hasil nafkah dari yang haram sangat berpengaruh sekali dalam
kehidupan seorang muslim, bahkan untuk kehidupan akhiratnya setelah kematian.
Baik pada terkabulnya do’a, amalan sholehnya dan kesehatan dirinya bisa
dipengaruhi dari makanan yang ia konsumsi setiap harinya. Oleh karena itu,
seorang muslim begitu urgent untuk mempelajari halal dan haramnya makanan. Dan
yang kita bahas kali ini adalah seputar pengaruh makanan yang haram bagi diri
kita. Moga bermanfaat.
Pertama:
Makanan haram mempengaruhi do’a
Dari Abu Hurairah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا
أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».
“Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan
menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya
kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang
baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang
beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan
kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan
tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga
rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit
seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya
dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram
dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan
do'anya?" (HR.
Muslim no. 1015)
Begitu pula Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada Sa’ad,
أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة
“Perbaikilah
makananmu, maka do’amu akan mustajab.” (HR. Thobroni dalam
Ash Shoghir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan
sebagaimana dalam As Silsilah Adh Dho’ifah 1812)
Ada yang bertanya
kepada Sa’ad bin Abi Waqqosh,
تُستجابُ دعوتُك من بين أصحاب رسول الله - صلى
الله عليه وسلم - ؟
فقال : ما
رفعتُ إلى فمي لقمةً إلا وأنا عالمٌ من أين مجيئُها ، ومن أين خرجت
.
“Apa
yang membuat do’amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” “Saya
tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya
mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar,”
jawab Sa’ad.
Dari Wahb bin
Munabbih, ia berkata,
من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته ، فليُطِب طُعمته
“Siapa
yang bahagia do’anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya.”
Dari Sahl bin
‘Abdillah, ia berkata,
من أكل الحلال أربعين يوماً
أُجيبَت دعوتُه
“Barangsiapa
memakan makanan halal selama 40 hari, maka do’anya akan mudah dikabulkan.”
Yusuf bin Asbath
berkata,
بلغنا أنَّ دعاءَ العبد يحبس عن السماوات بسوءِ المطعم .
“Telah
sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab
makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”
Gemar melakukan ketaatan
secara umum, sebenarnya adalah jalan mudah terkabulnya do’a. Sehingga tidak
terbatas pada mengonsumsi makanan yang halal, namun segala ketaatan akan
memudahkan terkabulnya do’a. Sebaliknya kemaksiatan menjadi sebab penghalang
terkabulnya do’a.
Ibnu Rajab Al Hambali
rahimahullah berkata, “Melakukan ketaatan memudahkan terkabulnya do’a. Oleh
karenanya pada kisah tiga orang yang
masuk dan tertutup dalam suatu goa, batu besar yang menutupi mereka menjadi
terbuka karena sebab amalan yang mereka sebut. Di mana mereka melakukan amalan
tersebut ikhlas karena Allah Ta’ala. Mereka berdo’a pada Allah dengan menyebut
amalan sholeh tersebut sehingga doa mereka pun terkabul.”
Wahb bin Munabbih
berkata,
العملُ الصالحُ يبلغ الدعاء ، ثم تلا قوله تعالى : { إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه }
“Amalan
sholeh akan memudahkan tersampainya (terkabulnya) do’a. Lalu beliau membaca
firman Allah Ta’ala, “Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan
amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)
Dari ‘Umar, ia
berkata,
بالورع عما حرَّم الله يقبلُ الله الدعاء والتسبيحَ
“Dengan
sikap waro’ (hati-hati) terhadap larangan Allah, Dia akan mudah mengabulkan
do’a dan memperkanankan tasbih (dzikir subhanallah).”
Sebagian salaf
berkata,
لا تستبطئ الإجابة ، وقد سددتَ طرقها بالمعاص
“Janganlah engkau memperlambat
terkabulnya do’a dengan engkau menempuh jalan maksiat.” (Dinukil dari Jaami’ul
‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 275-276)
Kedua:
Rizki dan makanan halal mewariskan amalan sholeh
Rizki dan makanan
yang halal adalah bekal dan sekaligus pengobar semangat untuk beramal shaleh.
Buktinya adalah firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
"Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang
thoyyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al Mu’minun: 51).
Sa’id bin Jubair dan Adh Dhohak mengatakan bahwa yang
dimaksud makanan yang thoyyib adalah makanan yang halal (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
Ibnu Katsir, 10: 126).
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata, “Allah Ta'ala pada
ayat ini memerintahkan para rasul 'alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan
makanan yang halal dan beramal sholeh. Penyandingan dua perintah ini adalah
isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Oleh karena itu,
para Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para Nabi
mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasehat.
Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah member contoh yang baik
pada para hamba." (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 126).
Bila selama ini kita
merasa malas dan berat untuk beramal? Alangkah baiknya bila kita mengoreksi
kembali makanan dan minuman yang masuk ke perut kita. Jangan-jangan ada yang
perlu ditinjau ulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْخَيْرَ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ
"Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan
kecuali kebaikan. Namun benarkah harta benda itu kebaikan yang sejati?" (HR.
Bukhari no. 2842 dan Muslim no. 1052)
Ketiga:
Makanan halal bisa sebagai pencegah dan penawar berbagai penyakit
Allah Ta'ala
berfirman,
وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
"Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita
(yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati,
maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang hanii’ (baik)
lagi marii-a (baik akibatnya)." (QS.
An Nisa': 4).
Al Qurthubi
menukilkan dari sebagian ulama' tafsir bahwa maksud firman Allah Ta'ala “هَنِيئًا مَرِيئًا” adalah, "Hanii’
ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif. Sedangkan
marii-a ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna
dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan." (Tafsir Al Qurthubi, 5:27).
Tentu saja makanan yang haram menimbulkan efek samping ketika dikonsumsi. Oleh
karenanya, jika kita sering mengidap berbagai macam penyakit, koreksilah
makanan kita. Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.
Keempat:
Di akhirat, neraka lebih pantas menyantap jasad yang tumbuh dari yang haram
Dari Abu Bakr Ash
Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Siapa
yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas
untuknya.” (HR.
Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 4519)
Lihatlah begitu
bahayanya mengonsumsi makanan haram dan dampak dari pekerjaan yang tidak halal
sehingga mempengaruhi do’a, kesehatan, amalan kebaikan, dan terakhir,
mendapatkan siksaan di akhirat dari daging yang berasal dari yang haram.
اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
[Allahummak-finaa bi halaalika ‘an haroomika, wa agh-ninaa bi fadh-lika
‘amman siwaak]
"Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami
dengan rizqi-Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan
cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu.”
(HR. Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153.)
Artikel www.rumasyo.com,
dipublish ulang dan disesuaikan oleh http://www..afutuhnews.blogspot.com
Artikel : http://www.alfutuhnews.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar