Oleh : Fajar Iswanto
Dua sejoli itu duduk
berdampingan di sebuah taman yang rindang yang penuh pepohonan. Mereka berdua
sebenarnya tidak sendirian. Karena tak jauh dari tempat mereka bercengkerama,
belasan pasangan laki perempuan yang lain juga duduk menyepi.
Apakah yang
duduk-duduk ini pasangan suami istri? Bukan. Mereka adalah pasangan muda-mudi
yang menumpahkan perasaan kasmarannya. Sayangnya, cara yang mereka tempuh
adalah cara yang keliru. Pemandangan seperti itu bukan lagi hal yang asing
ditemukan. Bahkan tak jarang aktivitas pacaran tersebut dilakukan di rumah
Allah, yaitu di masjid. Kebanyakan muda-mudi yang belum punya status nikah
tetap nekad bermaksiat di tempat mulia semacam itu.
Pacaran
Sudah Jelas Jalan Menuju Zina
Wahai muda-mudi ...
Jalan manakah lagi yang lebih dekat pada zina selain pacaran? Bukankah banyak
kasus zina berawal dari tindak tanduk perkenalan diri lewat pacaran? Hal ini
tidak bisa disangkal lagi, apalagi untuk sekarang ini. Sudah banyak berita yang
kita saksikan. Hanya karena kenalan lewat media FB, hingga suka sama suka, dua
sejoli dan yang satunya masih duduk di bangku kelas 2 SMP (14 tahun) akhirnya
jalan berdua dengan kenalannya hingga si gadis kecil dibawa lari jauh dari
ortunya. Terjadilah apa yang terjadi. Si gadis kecil pun dirayu-rayu oleh si
laki-laki hingga akhirnya mau melepaskan keperawanannya hanya karena rayuan
gombal.
Lihatlah adik-adikku
... Bukankah pacaran ini benar-benar jalan menuju zina? Awalnya dari kenalan.
Lalu beranjak janjian kencan. Lalu dibawa ke tempat sepi. Setelah itu beranjak
ke yang lebih parah. Maka terjadilah zina yang tidak disangka-sangka dari awal,
hanya karena alasan true love, membuktikan cinta yang sebenarnya.
Semoga kita bisa
merenungkan ayat yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS.
Al Isro’: 32). Ulama terkemuka yaitu Muhammad bin
‘Ali Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Allah melarang mendekati zina.
Oleh karenanya, sekedar mencium lawan jenis saja otomatis terlarang. Karena
segala jalan menuju sesuatu yang haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram.
Itulah yang dimaksud dengan ayat ini.”
Coba perhatikan
penjelasan di atas wahai adikku ... Kita dapat suatu pelajaran bahwa setiap hal
yang dapat mengantarkan pada yang haram atau dosa besar, maka itu semua menjadi
terlarang. Ingatlah bahwa ayat di atas bukan hanya memperingatkan perbuatan
zina yang merupakan dosa besar. Namun ayat yang mulia di atas juga
memperingatkan segala jalan yang dapat mengantarkan pada zina. Segala jalan
menuju zina saja dilarang karena kita dilarang mendekati zina, maka melakukan
zina lebih-lebih terlarang lagi.
Namun banyak
muda-mudi yang kami sayangkan belum memahami ayat tersebut. Allah Ta’ala
sebenarnya cukup menyampaikan ayat yang ringkas saja, namun cakupannya luas
untuk melarang hal-hal lainnya. Dari sini, maka aktivitas berdua-duaan antara
lawan jenis itu terlarang dan aktivitas menyentuh lawan jenis juga terlarang.
Apalagi dua aktivitas yang kami sebutkan ini ada larangan khususnya.
Untuk aktivitas
berdua-duaan antara lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya
karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua
kecuali apabila bersama mahromnya.” Ini menunjukkan
terlarangnya kholwat (berdua-duaan antara lawan jenis).
Untuk aktivitas
menyentuh lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan larangannya
dalam sabdanya,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap
anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti
terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua
telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan
adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati
adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan
membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[ HR. Muslim no. 6925] Artinya,
menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom termasuk keharaman karena dinamakan
dengan zina yang juga haram.
Penjelasan di atas
sebenarnya sudah cukup menyatakan bahwa pacaran itu terlarang. Jika ada yang
masih mengatakan bahwa ada pacaran yang halal yaitu pacaran Islami, maka cukup
kami jawab, “Bagaimana mau dikatakan halal sedangkan pelanggaran di atas masih
ditemui? Jika kita nekad mengatakan ada pacaran Islami, maka kita juga
seharusnya berani mengatakan ada zina Islami, khomr Islami, judi Islami dan
sebagainya.” Hanya Allah yang beri taufik.
Lebih
Parah Dari Itu
Kalau duduk merapat,
berangkulan, berciuman dan sejenisnya yang dilakukan oleh laki perempuan non
mahrom yang tak diikat tali pernikahan saja sudah tidak boleh dan dilarang oleh
ajaran Islam, bagaimana jika lebih dari itu? Namun inilah yang disayangkan
tersebar luas di kalangan muda-mudi. Mereka begitu mudahnya membuktikan cinta,
namun dengan jalan yang keliru yaitu dengan “sex before marriage (SBM)”, atau
istilah kerennya adalah dengan “making love”. Sekeren apapun namanya namun
hakekatnya tetap sama yaitu menerjang larangan Allah dengan melakukan dosa
besar zina. Inilah yang dikatakan oleh mereka-mereka sebagai pembuktian cinta.
Inilah yang katanya true love, cinta sebenarnya. Bagaimana mungkin zina
dinamakan true love sedangkan di sana menerjang larangan Allah yang termasuk
dosa besar?
Bukankah Allah Ta’ala
telah menyebutkan dalam kitabnya yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS.
Al Isro’: 32)? Lihatlah bahwa zina di sini disebut
dengan perbuatan yang keji dan sejelek-jelek jalan.
Dalam ayat lainnya,
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang
yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan
siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah,
dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan
bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya
lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan
bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian
engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya
Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[ HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86] Di sini menunjukkan
besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika
seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya
sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari
zina, maka iman itu akan kembali padanya.” [HR. Abu Daud no.
4690 dan Tirmidzi no. 2625]
Meski
larangan-larangan zina dalam berbagai dalil di atas begitu tegas dan ancamannya
begitu berat ternyata banyak remaja yang terjebak dalam perbuatan keji
tersebut. Survey, data yang diperoleh dan dipublikasikan oleh banyak kalangan
semakin membuat hati miris. Kadang timbul pertanyaan setelah membacanya? Sudah
benar-benar rusakkah pemuda Islam kita?
Haruskah Membuktikan
True Love Lewat Making Love?
Mereka yang melakukan
aktivitas pacaran, memberikan alasan bahwa seks sebelum nikah (sex before
marriage) adalah bukti cinta sejati. Logika mereka, yang namanya cinta itu
butuh pengorbanan. Nah, kalau wanita yang diajak pacaran, maka ia harus mau
berkorban. Apa bentuk pengorbanannya? Tak lain dan tak bukan adalah
mengorbankan kesucian mereka. Naudzu billah.
Tentu ini adalah
alasan yang dibuat-buat untuk memperturutkan hawa nafsu rendahan. Yang benar
adalah bila seseorang cinta pada seseorang pasti ia akan berusaha memberikan
kebaikan kepada orang yang dicintainya dan tak rela bila kekasihnya terjerumus
dalam kesengsaraan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ
“Demi
yang jiwaku berada di tangan-Nya, seorang hamba tidak beriman (dengan iman yang
sempurna) hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
mendapat kebaikan.”[ HR. Ahmad (3/206)]
Bila kita benar-benar
cinta kepada seorang wanita dan sebaliknya, maka kita akan bersungguh-sungguh
menjaga kesuciannya karena itu adalah suatu kebaikan sebagaimana kita pula
ingin memperolehnya. Tentu hal itu tidak ditempuh lewat jalan pacaran dan
berhubungan seks di luar jalan yang benar. Pengorbanan yang benar dalam cinta
bukan berkorban untuk maksiat, namun berkorban dengan mengerahkan seluruh
kemampuan menjaga kesucian diri dan orang yang dicinta serta berusaha meraih
hubungan yang dihalalkan oleh Allah. Yakinlah adikku, jika kita benar-benar
tulus ingin menjaga kesucian diri dan meraih yang halal, Allah pasti akan
menolong. Ingat selalu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِى يُرِيدُ الأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِى يُرِيدُ الْعَفَافَ
“Tiga
orang yang berhak mendapatkan pertolongan Allah, yaitu orang yang berjihad di
jalan Allah, budak mukatab yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang
menikah yang ingin menjaga kehormatan dirinya.”[ HR.
Tirmidzi no. 1655] Oleh karenanya, jika seseorang betul-betul ingin menjaga
kesucian dirinya, maka tempuhlah jalan yang benar yaitu melalui jenjang
pernikahan, niscaya pertolongan Allah akan terus datang. Yakinlah!
Jadi cinta sejati
dibuktikan lewat jalan yang benar yaitu lewat jalan menikah. Jika belum mampu,
maka bersabarlah. Sibukkanlah diri dengan hal-hal yang baik. Jauhi pergaulan
dengan lawan jenis kecuali jika darurat. Banyak memohon kepada Allah agar
diberikan kemudahan untuk terlepas dari zina dan segala jalan menuju perbuatan
yang keji tersebut.
Semoga Allah
senantiasa memberi taufik kepada setiap muda-mudi yang membaca risalah ini.
Artikel www.remajaislam.com,
dipublish ulang dan disesuaikan oleh http://www..afutuhnews.blogspot.com
Artikel : http://www..afutuhnews.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar