Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
“Muslimah cantik,
menjadikan malu sebagai mahkota kemuliaannya…”
(SMS dari seorang
sahabat)
Membaca SMS di atas,
mungkin pada sebagian orang menganggap biasa saja, sekedar sebait kalimat
puitis. Namun ketika kita mau untuk merenunginya, sungguh terdapat makna yang
begitu dalam. Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita,
mahkluk terindah di dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita,
maka inilah hal yang paling indah dalam hidup wanita. Namun sayang, banyak
sebagian dari kita—kaum wanita—yang tidak menyadari betapa berharganya dirinya.
Sehingga banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa
malu, sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((إنَّ
لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا ، وَإنَّ خُلُقَ الإسْلاَمِ الحَيَاءُ))
“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu
adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah,
hasan)
Sabda beliau yang
lain:
“Malu itu adalah bagian dari iman dan iman
itu di surga.”
Sabda Rasul
shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain,
((الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإنْ رُفِعَ أحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ))
“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat
maka yang lainpun akan terangkat.”(HR.
Al Hakim dalam Mustadroknya)
Begitu jelas
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita, bahwasanya
rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari
iman dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota
kemuliaan bagi dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat
dirinya terhormat dan dimuliakan.
Namun sayang, di
zaman ini rasa malu pada wanita telah pudar, sehingga hakikat penciptaan
wanita—yang seharusnya—menjadi perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi
tak lagi bermakna. Di zaman ini wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu.
Hal seperti ini karena perilaku wanita itu sendiri yang seringkali berbangga
diri dengan mengatasnamakan emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk
bersaing dengan kaum pria.
Allah telah
menetapkan fitrah wanita dan pria dengan perbedaan yang sangat signifikan.
Tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam
Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya; ‘Dan para wanita mempunyai
hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah
telah menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban
yang dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan
menyesuaikan fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari
fitrahnya, maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak
baginya. Setiap wanita, terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu
sebagai mahkota kemuliaannya.
Sayangnya,
hanya sedikit wanita yang menyadari hal ini…
Di zaman ini justeru
banyak wanita yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’ dari ajang
kontes-kontes yang mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan
wajah, tapi juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang
terbuat dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi
putri-putri kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya
demi sebuah mahkota dari emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau
sejenisnya, mereka rela menelanjangi dirinya sekaligus menanggalkan rasa malu
sebagai sebaik-baik mahkota di dirinya. Naudzubillah min dzaliik…
Apakah mereka tidak
menyadari, kelak di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah memudar, atau
bahkan ketika jasad telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa dibanggakan
dari kecantikan itu? Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan
malaikat yang akan bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan
penuh rasa malu karena telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa
di dunia.
Dalam sebuah kisah,
‘Aisyah Radhiyyallahu ‘Anha pernah didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim
dengan pakaian tipis, kemudian beliau berkata, “Jika kalian wanita-wanita
beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman,
dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.”
Betapa pun Allah
ketika menetapkan hijab yang sempurna bagi kaum wanita, itu adalah sebuah penjagaan
tersendiri dari Allah kepada kita—kaum wanita—terhadap mahkota yang ada pada
diri kita. Namun kenapa ketika Allah sendiri telah memberikan perlindungan
kepada kita, justeru kita sendiri yang berlepas diri dari penjagaan itu
sehingga mahkota kemuliaan kita pun hilang di telan zaman?
“Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman: 13)
Wahai,
muslimah…
Peliharalah rasa malu
itu pada diri kita, sebagai sebaik-baik perhiasan kita sebagai wanita yang
mulia dan dimuliakan. Sungguh, rasa malu itu lebih berharga jika kau bandingkan
dengan mahkota yang terbuat dari emas permata, namun untuk mendapatkan (mahkota
emas permata itu), kau harus menelanjangi dirimu di depan public.
Wahai
saudariku muslimah…
Kembalilah ke jalan
Rabb-mu dengan sepenuh kemuliaan, dengan rasa malu dikarenakan keimananmu pada
Rabb-mu…
0 komentar:
Posting Komentar