Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Berikut adalah
keutamaan-keutamaan dzikir yang disarikan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam
kitabnya Al Wabilush Shoyyib. Moga bisa menjadi penyemangat bagi kita untuk
menjaga lisan ini untuk terus berdzikir, mengingat Allah daripada melakukan hal
yang tiada guna.
Mengusir
setan.
Mendatangkan
ridho Ar Rahman.
Menghilangkan
gelisah dan hati yang gundah gulana.
Hati
menjadi gembira dan lapang.
Menguatkan
hati dan badan.
Menerangi
hati dan wajah menjadi bersinar.
Mendatangkan
rizki.
Orang
yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
Mendatangkan
cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
Mendekatkan diri pada
Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu
beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
Mendatangkan inabah,
yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah
dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah
dalam setiap keadaan.
Seseorang akan
semakin dekat pada Allah sesuai dengan
kadar dzikirnya pada Alalh ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun
akan semakin jauh dari-Nya.
Semakin bertambah
ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah
seseorang pada Allah.
Mendatangkan rasa
takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan
orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada
Allah.
Meraih apa yang Allah
sebut dalam ayat,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
”Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Seandainya tidak
ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup
keutamaan yang disebut.
Hati akan semakin
hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata,
الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan
ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
Hati dan ruh semakin
kuat. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang
hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada
Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan
berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti
ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.
Dzikir menjadikan
hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah disebabkan
karena lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir,
taubat dan istighfar.
Menghapus dosa karena
dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
Menghilangkan
kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah.
Ketika seorang hamba
rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
Jika seseorang
mengenal Allah dalam keadaan lapang,
Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.
Menyelematkan
seseorang dari adzab neraka.
Dzikir menyebabkan
turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
Dzikir menyebabkan
lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu
domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
Majelis dzikir adalah
majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis
setan.
Orang yang berzikir
begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
Akan
memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
Karena tangisan orang
yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat
yang amat panas.
Sibuknya seseorang
pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada
peminta-minta.
Dzikir
adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
Dzikir
adalah tanaman surga.
Pemberian dan keutamaan
yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada amalan lainnya.
Senantiasa berdzikir
pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang
melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia
dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya
dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang
yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
Dzikir
adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.
Dzikir adalah ro’sul
umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan baginya kemudahan dzikir,
maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini,
maka luputlah ia dari berbagai kebaikan.
Dzikir akan
memperingatkan hati yang tertidur lelap. Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
Orang yang berdzikir
akan semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini
adalah dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama
dalam arti mengetahui atau meliputi. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih
dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah. Sebagaimana
allahta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat kebaikan.” (QS. An
Nahl: 128)
وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. Al Baqarah: 249)
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya
Allah beserta kita.” (QS. At Taubah:
40)
Dzikir itu dapat
menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, dan menunggang
kuda di jalan Allah, serta juga dapat menyamai seseorang yang berperang dengan
pedang di jalan Allah.
Sebagaimana terdapat
dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى
يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
“Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika
lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari
sebanyak 100 kali, maka itu seperti memerdekakan 10 budak.”( HR. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691)
Dzikir adalah inti
dari bersyukur. Tidaklah bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan
berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
«
يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku
mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku
menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap
akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni
‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta
beribadah yang baik pada-Mu).”(HR.
Abu Daud no. 1522, An Nasai no. 1303, dan Ahmad 5/244)Dalam hadits ini
digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’alamenggabungkan
antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan
bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan
keberuntungan.
Makhluk yang paling
mulia adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah.
Orang seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia
pun menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
Hati itu ada yang
keras dan meleburnya dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang
ingin hatinya yang keras itu sembuh, maka berdzikirlah pada Allah.
Ada yang berkata
kepada Al Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.”
Al Hasan berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Karena hati ketika semakin lalai, maka semakin keras hati
tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah, lelehlah kekerasan hati tersebut
sebagaimana timah itu meleleh dengan api. Maka kerasnya hati akan meleleh
semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah ‘azza wa jalla.
Dzikir adalah obat
hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati. Obat hati yang sakit
adalah dengan berdzikir pada Allah.
Mak-huul, seorang
tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk
membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
Tidak ada sesuatu
yang membuat seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya
selain dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya dan tertolaknya
murka Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).
Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan
syukur akan mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat
semakin bertambah.
Dzikir menyebabkan
datangnya shalawat Allah dan malaikatnya bagi orang yang berdzikir. Dan siapa
saja yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah
mendapatkan keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ
الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi
dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
(yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”
(QS. Al Ahzab: 41-43)
Dzikir kepada Allah
adalah pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena
Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang
memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang
menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa
gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa
berat ketika melakukan amalan taat tersebut, berbeda halnya dengan orang yang
lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.
Dzikir pada Allah
akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat
akan menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada
Allah benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa
kesulitan.
Dzikir pada Allah
akan menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan selalu
diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan
tidak pernah merasakan rasa aman.
Dzikir akan
memberikan seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang
menakjubkan. Itulah karena disertai dengan dzikir. Contohnya adalah Ibnu
Taimiyah yang sangat menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya.
Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama halnya dengan seseorang yang
menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau lebih. Begitu pula di
medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang
menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
Orang yang senantiasa
berdzikir ketika berada di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar,
atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari
kiamat. Karena tempat-tempat tadi, gunung dan tanah, akan menjadi saksi bagi
seseorang di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5)
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi
telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya:
"Mengapa bumi (menjadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan
beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian
itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah:
1-5)
Jika seseorang
menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang
batil seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia,
memuji-muji manusia, dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali tidak bisa
diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh jadi adalah
lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua kondisi tadi.
Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan
tersibukkan dengan hal yang sia-sia.
0 komentar:
Posting Komentar