Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Kita sudah ketahui bersama bahwa berjilbab adalah
suatu hal yang wajib bagi setiap muslimah. Namun seperti itulah wanita, selalu
beri berbagai alasan untuk tidak menutup auratnya. Coba perhatikan beberapa
alasan mereka:
Pertama:
Yang penting hatinya dulu yang dihijabi.
Alasan, semacam ini sama saja dengan alasan orang
yang malas shalat lantas mengatakan, “Yang penting kan hatinya.” Inilah alasan
orang yang punya pemahaman bahwa yang lebih dipentingkan adalah amalan hati,
tidak mengapa seseorang tidak memiliki amalan badan sama sekali. Inilah
pemahaman aliran sesat “Murji’ah” dan sebelumnya adalah “Jahmiyah”. Ini
pemahaman keliru, karena pemahaman yang benar sesuai dengan pemahaman Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, “Din dan Islam itu adalah perkataan dan amalan, yaitu [1] perkataan hati, [2] perkataan lisan, [3] amalan hati, [4] amalan lisan dan [5]
amalan anggota badan.” (Matan Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Ibnu Taimiyah)
Imam Asy Syaafi’i rahimahullah menyatakan,
الإيمان قول وعمل يزيد بالطاعة وينقص بالمعصية
“Iman itu
adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan
maksiat.” (Hilyatul Awliya’, Abu Nu’aim)
Jadi tidak cukup iman itu dengan hati, namun harus
dibuktikan pula dengan amalan.
Kedua:
Bagaimana jika berjilbab namun masih menggunjing.
Alasan seperti ini pun sering dikemukakan. Perlu
diketahui, dosa menggunjing (ghibah) itu adalah dosa tersendiri. Sebagaimana
seseorang yang rajin shalat malam, boleh jadi dia pun punya kebiasaan mencuri.
Itu bisa jadi. Sebagaimana ada kyai pun yang suka menipu. Ini pun nyata
terjadi.
Namun tidak semua yang berjilbab punya sifat
semacam itu. Lantas kenapa ini jadi alasan untuk enggan berjilbab? Perlu juga
diingat bahwa perilaku individu tidak bisa menilai jeleknya orang yang
berjilbab secara umum. Bahkan banyak wanita yang berjilbab dan akhlaqnya
sungguh mulia. Jadi jadi kewajiban orang yang hendak berjilbab untuk tidak
menggunjing.
Ketiga:
Belum siap mengenakan jilbab.
Kalau tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun
depan? Apa dua tahun lagi? Apa nanti jika sudah pipi keriput dan rambut
beruban? Setan dan nafsu jelek biasa memberikan was-was semacam ini, supaya
seseorang menunda-nunda amalan kebaikan.
Ingatlah kita belum tentu tahu jika besok shubuh
kita masih diberi kehidupan. Dan tidak ada seorang pun yang tahu bahwa satu jam
lagi, ia masih menghirup nafas. Oleh karena itu, tidak pantas seseorang
menunda-nunda amalan. “Oh nanti saja, nanti saja”. Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma memberi nasehat yang amat bagus,
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .
“Jika engkau
berada di waktu sore, janganlah menunggu-nunggu waktu pagi. Jika engkau berada
di waktu pagi, janganlah menunggu-nunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu
sebelum datang masa sakitmu. Manfaatkan pula masa hidupmu sebelum datang
kematianmu” (HR. Bukhari no. 6416).
Nasehat ini amat bagus bagi kita agar tidak menunda-nunda amalan dan tidak
panjang angan-angan. (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali)
Jika tidak sekarang ini, mengapa mesti menunda
berhijab besok dan besok lagi. Seorang da’i terkemuka mengatakan nasehat 3 M,
“Mulai dari diri sendiri, mulai dari saat ini, mulai dari hal yang kecil”
0 komentar:
Posting Komentar