Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Allah SWT melebihkan
hari Jum’at dari hari-hari lainnya dalam sepekan dengan banyak keutamaan. Di
antaranya pada hari Jum’at terdapat suatu waktu yang doa seorang muslim pada
waktu tersebut dikabulkan oleh Allah SWT, selama memenuhi syarat-syarat dan
adab-adab berdoa.
Keutamaan terkabulnya
doa pada waktu mustajab tersebut disebutkan dalam beberapa hadits. Di
antaranya,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: «إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً، لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ، يَسْأَلُ اللهَ فِيهَا خَيْرًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ»، قَالَ: وَهِيَ سَاعَةٌ خَفِيفَةٌ.
Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau
bersabda, “Sesungguhnya pada hari Jum’at
terdapat suatu jam (waktu) tertentu, tidaklah seorang muslim mendapati waktu
tersebut dan berdoa kepada Allah memohon kebaikan, melainkan Allah akan
memenuhi permohonannya.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bersabda,
“Waktu tersebut hanya sebentar.” (HR.
Bukhari no. 6400 dan Muslim no. 852, dengan lafal Muslim)
Di kalangan ulama
terdapat perbedaan pendapat mengenai kapan waktu mustajab tersebut. Sebagian
ulama menyatakan sejak bakda Shubuh. Sebagian lain menyatakan sejak khatib naik
mimbar sampai waktu dilaksanakan shalat Jum’at. Sebagian lain menyatakan waktu
khatib duduk sebentar di antara dua khutbah. Dan sejumlah pendapat lainnya.
Pendapat yang paling
kuat menyatakan waktu tersebut adalah satu jam terakhir di sore hari, yaitu
satu jam sebelum matahari terbenam pertanda waktu shalat maghrib telah masuk.
Hal ini berdasarkan sejumlah hadits shahih berikut,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ، قَالَ: قُلْتُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ: إِنَّا لَنَجِدُ فِي كِتَابِ اللَّهِ: «فِي
يَوْمِ الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُؤْمِنٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا قَضَى لَهُ حَاجَتَهُ» . قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: فَأَشَارَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَوْ
بَعْضُ سَاعَةٍ» ، فَقُلْتُ: صَدَقْتَ، أَوْ بَعْضُ سَاعَةٍ. قُلْتُ: أَيُّ سَاعَةٍ هِيَ؟ قَالَ: «هِيَ
آخِرُ سَاعَاتِ النَّهَارِ» . قُلْتُ: إِنَّهَا لَيْسَتْ سَاعَةَ صَلَاةٍ، قَالَ: «بَلَى. إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ، لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ، فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ»
Dari Abdullah bin
Salam Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Saat
itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sedang duduk, maka saya
mengatakan, “Sesungguhnya kami (kaum Yahudi, sebelum ia masuk Islam, pent) mendapati
dalam kitab Allah (Taurat, pent) bahwa pada hari Jum’at terdapat suatu jam
(waktu) tertentu, tidaklah seorang mukmin mendapati waktu tersebut saat ia
melaksanakan shalat dan berdoa kepada Allah memohon suatu keperluan, melainkan
Allah akan memenuhi keperluannya.”
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberi isyarat kepadaku (Abdullah bin Salam)
lalu bersabda, “Atau sebagian waktu
(tidak satu jam penuh, pent).” Aku (Abdullah bin Salam) berkata: “Anda benar, memang sebagian waktu saja.”
Abdullah bin Sallam lalu bertanya, “Waktu apakah ia?” Beliau Shallallahu
‘alaihi wa Sallam menjawab, “Waktu (satu jam) terakhir dari waktu siang hari.”
Abdullah bin Sallam berkata: “Tetapi waktu tersebut bukan waktu untuk shalat.”
Beliau Shallallahu
‘alaihi wa Sallam menjawab, “Ia adalah
waktu shalat. Sebab, jika seorang mukmin menunaikan shalat (Ashar) kemudian
duduk di tempatnya menunggu shalat berikutnya (Maghrib), maka sesungguhnya
selama itu tengah mengerjakan shalat.” HR. Ibnu Majah no. 1139, Al-hafizh
Al-Bushiri berkata: Sanadnya shahih dan para perawinya tsiqah)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «يَوْمُ الْجُمُعَةِ ثِنْتَا عَشْرَةَ - يُرِيدُ - سَاعَةً، لَا يُوجَدُ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا، إِلَّا أَتَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ»
Dari Jabir bin
Abdullah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau
bersabda, “Hari Jum’at terdiri dari dua
belas jam. Tidak ada seorang muslim pun yang memohon sesuatu kepada Allah (pada
suatu jam tertentu), melainkan Allah akan mengabulkannya. Maka carilah jam
terkabulnya doa tersebut pada satu jam terakhir setelah shalat Ashar!” (HR.
Abu Daud no. 1048 dan An-Nasai no. 1389, sanadnya baik, dinyatakan shahih oleh
Al-Hakim, Adz-Dzahabi, An-Nawawi, dan Al-Albani, dan dinyatakan hasan oleh Ibnu
Hajar al-Aasqalani)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: التَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الجُمُعَةِ بَعْدَ العَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ.
Dari Anas bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Carilah satu jam yang diharapkan pada hari
Jum’at pada waktu setelah shalat Ashar sampai waktu terbenamnya matahari!”
(HR. Tirmidzi no. 489, di dalamnya terdapat seorang perawi yang lemah bernama
Muhammad bin Abi Humaid az-Zuraqi. Namun hadits ini diriwayatkan dari jalur
lain oleh Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Awsath dan dikuatkan oleh hadits
Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Salam di atas)
Imam Sa’id bin
Manshur meriwayatkan sebuah riwayat sampai kepada Abu Salamah bin Abdurrahman
bahwa sekelompok sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumpul dan
saling berdiskusi tentang satu jam terkabulnya doa pada hari Jum’at. Mereka
kemudian bubar dan tiada seorang pun di antara mereka yang berbeda pendapat
bahwa satu jam tersebut adalah satu jam terakhir pada hari Jum’at.
Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari menyatakan riwayat imam
Sa’id bin Manshur ini shahih. Beliau lalu berkata, “Pendapat ini juga dianggap
paling kuat oleh banyak ulama seperti imam Ahmad bin Hambal dan Ishaq bin
Rahawaih, dan dari kalangan madzhab Maliki adalah imam ath-Tharthusyi. Imam
Al-‘Allai menceritakan bahwa gurunya, imam Ibnu Zamlikani yang merupakan
pemimpin ulama madzhab Syafi’i pada zamannya memilih pendapat ini dan
menyatakannya sebagai pendapat tegas imam Syafi’i.”
Wallahu a’lam
bish-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar