Al-hamdulillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Berpuasa
tiga hari setiap bulan disunnahkan dan nilainya terhitung seperti puasa dahr
(setahun), karena amal shalih dalam Islam diganjar sepuluh kali lipat. Berpuasa
sehari diganjar seperti puasa sepuluh hari. Maka siapa yang berpuasa tiga hari
setiap bulannya, dia terhitung berpuasa setahun penuh.
Dari
Abdullah bin 'Amru bin Al-'Ash, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda kepadanya:
وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ
"Dan sesungguhnya cukuplah bagimu berpuasa
tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya
sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an
Nasai)
Dan
disunnahkan melaksanakannya pada Ayyamul Bidh (hari-hari putih), yaitu tanggal
13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah. Diriwayatkan dari Abi Dzarr Radhiyallahu
'Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadaku:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
"Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa
tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat
belas, dan lima belas." (HR. At
Tirmidzi dan al-Nasai. Hadits ini dihassankan oleh al-Tirmidzi dan disetujui
oleh Al-Albani dalam al-Irwa' no. 947)
Dari Jabir
bin Abdillah, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;
صِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَيَّامُ الْبِيضِ صَبِيحَةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
"Puasa tiga hari setiap bulan adalah puasa
dahr (puasa setahun). Dan puasa ayyamul bidh (hari-hari putih) adalah hari
ketiga belas, empat belas, dan lima belas." (HR. An Nasai dan dishahihkan al Albani)
Pada bulan
ini, Jumadil Awal 1433 Hijriyah, puasa Ayyamul Bidh jatuh pada besok hari,
Kamis sampai Sabtu. Bertepatan dengan 5, 6, dan 7 April 2012 M. Maka siapa yang
ingin melaksanakan shiyam Ayyamul Bidh pada bulan ini secara berurutan, dimulai
besok hari Kamis, Jum'at, dan Sabtu. (Terkadang permulaan puasa ini berbeda
antara satu negeri dengan negeri lainnya, sesuai dengan permulaan bulan yang
ada di sana).
. . . Jumadil Awal 1433 Hijriyah, puasa
Ayyamul Bidh jatuh pada besok hari, Kamis sampai Sabtu. Bertepatan dengan 5, 6,
dan 7 April 2012 M.. . .
Apakah Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Harus Pada
Ayyamul Bidh?
Jika tidak
melaksanakan shaum tiga hari setiap bulan pada Ayyamul Bidh, tidak mengapa
melaksanakannya pada awal bulan atau akhir bulan. Dari Mu'adzah al-'Adawiyah,
sesungguhnya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'Anhu: "Apakah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam biasa melaksanakan shaum selama tiga hari setiap bulannya?"
Aisyah menjawab: "Ya". Ia pun bertanya lagi: "Hari-hari apa saja
yang biasanya beliau melaksanakan shaum?" Aisyah pun menjawab:
"Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak terlalu memperhatikan hari
keberapa dari setiap bulannya beliau melaksanakan shaum." (HR. Muslim)
Dalam
Majmu' Fatawa wa Rasail, Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin berkata,
"Seorang boleh berpuasa pada awal
bulan, pertengahannya, ataupun di akhirnya secara berurutan atau
terpisah-pisah. Tetapi yang paling afdhal (utama) dilaksanakan pada Ayyamul Bidh, yaitu tanggal tiga belas,
empat belas, dan lima belas. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah Radliyallah
'Anha, "Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpuasa tiga hari setiap
bulan. Beliau tidak terlalu peduli apakah berpuasa di awal atau di akhir bulan."
(HR. Muslim)
Melaksanakan
Puasa Ayyamul Bidh di Hari Jum’at
Sesungguhnya
menghususkan puasa pada hari Jum’at dilarang berdasarkan hadits Nabi
Shallallaahu 'Alaihi Wasallam,
لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
"Janganlah menghususkan malam Jum’at dengan
mengerjakan shalat di antara malam-malam lainnya. Dan janganlah menghususkan
siang hari Jum’at untuk mengerjakan puasa di antara hari-hari lainnya, kecuali
bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang dari kalian.”
(HR. Muslim, al-Nasai, al-Baihaqi,
Ahmad, dan lainnya)
Jabir bin
Abdillah Radhiyallaahu 'Anhu pernah ditanya, “Apakah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melarang berpuasa pada hari
Jum’at?” Beliau menjawab, “Ya.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
Alasan yang
paling kuat dari larangan ini, karena hari Jum’at merupakan Yaum ‘Ied Hari
raya), dan pada hari raya tidak disyariatkan untuk berpuasa.
Abdul Razaq
dalam Mushannafnya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dari Abu al-Aubar berkata,
“Saya duduk di sisi Abu Hurairah Radhiyallaahu 'Anhu ketika ada seseorang
mendatanginya dan berkata, ‘Sesungguhnya Anda melarang manusia berpuasa pada
hari Jum’at.’ Beliau menjawab, ‘Saya tidak melarang manusia berpuasa pada hari
Jum’at, tetapi saya mendengar Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لا تصوموا يوم الجمعة ، فإنه يوم عيد إلا أن تصلوه بأيام
"Janganlah kalian berpuasa pada hari Jum’at,
sesungguhnya hari itu hari raya kecuali kalian sambung dengan beberapa hari.”
Berdasarkan
beberapa hadits di atas dan dapat dipahami bahwa larangan berpuasa pada hari
Jum’at ini bagi siapa yang menghususkannya. Karenanya bagi siapa yang telah
berpuasa satu hari sebelum atau sesudahnya seperti puasa Ayyamul Bidh, maka
tidak termasuk yang dilarang. Atau bagi orang yang melaksanakan puasa satu hari
dan berbuka satu hari (yakni puasa Nabi Dawud), lalu puasanya bertepatan dengan
hari Jum’at, maka hal itu tidak mengapa.
. . .
Karenanya bagi siapa yang telah berpuasa satu hari sebelum atau
sesudahnya seperti puasa Ayyamul Bidh, maka tidak masuk yang dilarang. . .
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'Anhu, Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam
bersabda,
لَا يَصُمْ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا أَنْ يَصُومَ قَبْلَهُ أَوْ يَصُومَ بَعْدَهُ
"Janganlah salah seorang kalian berpuasa pada
hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa satu hari sebelumnya dan satu hari sesudahnya.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan
dari Juwairiyah binti Harits Radhiyallaahu 'Anha, Nabi Shallallaahu 'Alaihi
Wasallam datang menemuinya pada hari Jum’at, sementara ia sedang berpuasa. Lalu
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bertanya, “Apakah kamu berpuasa kemarin?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya
lagi, “Apakah kamu mau berpuasa esok hari?” Dia menjawab, “Tidak.” Maka beliau
bersabda, “Kalau begitu, berbukalah!” (HR.
Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Semua ini
menjelaskan bahwa maksud larangan tersebut hanya bagi yang berpuasa pada hari
Jum’at saja. Maka bagi siapa yang melaksanakan puasa Ayyamul Bidh pada bulan
ini, ia telah mendahuluinya dengan berpuasa satu hari dan akan mengikutinya
dengan berpuasa satu hari, maka puasa tersebut bukan yang dilarang. Wallahu
a’lam.
Oleh:
Badrul Tamam
(PurWD/voa-islam)
Red : Fajar
0 komentar:
Posting Komentar