ALFUTUH - Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Bagi orang
yang sudah selesai melaksanakan shalat fardhu lalu akan melanjutkan dengan
shalat sunnah ba’diyah dianjurkan untuk memisahkannya dengan berbicara atau
berpindah ke tempat lain. Dan pemisah yang paling utama adalah dengan berpindah
tempat ke rumah. Karena shalat yang seorang laki-laki paling utama dilaksanakan
di rumahnya kecuali shalat wajib. Hal tersebut sebagaimana hadits Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam,
فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ
“Sesungguhnya shalat seseorang yang paling utama adalah di rumahnya,
kecuali shalat wajib.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahihain, dari
Zaid bin Tsabit)
Sementara
dalil yang menunjukkan sunnah memisahkan shalat fardhu dan shalat sunnah dengan
perkataan atau pindah tempat adalah hadits yang dikeluarkan Imam Muslim dalam
Shahihnya (1463), dari Mu’awiyah radhiyallaahu 'anhu yang menegur Saaib bin
Ukhti Namr saat shalat Jum’at bersamanya di Maqshurah. Ketika imam selesai
salam, Saaib langsung berdiri di tempatnya untuk mengerjakan shalat (sunnah).
Ketika Mu’awiyah masuk, ia mengutus seseorang kepadanya dan menyampaikan pesan:
لَا تَعُدْ لِمَا فَعَلْتَ إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ أَوْ تَخْرُجَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنَا بِذَلِكَ أَنْ لَا تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ
“Jangan ulangi lagi apa yang baru saja engkau
lakukan. Jika kamu shalat Jum’at, janganlah kamu menyambungnya dengan shalat
lain sehingga kamu berbicara atau keluar. Karena Rasulullah shallallaahu
'alaihi wasallam memerintahkan kita seperti itu, yakni agar kita tidak
menyambung satu shalat dengan shalat lain sehingga kita berbicara atau keluar
terlebih dahulu.” (HR. Muslim dalam Shahihnya, no. 1463)
Imam
al-Nawawi rahimahullah berkata, “Di dalamnya terdapat dalil yang sesuai dengan
yang dikatakan para sahabat kami bahwa shalat sunnah rawatib dan lainnya
disunnahkan untuk dialihkan (pelaksanaannya) dari tempat shalat fardhu ke
tempat lain. Dan berpindah tempat yang paling utama adalah ke rumahnya. Jika
tidak, maka tempat lain dalam masjid atau lainnya agar tempat-tempat sujudnya
semakin banyak dan agar terbedakan antara shalat yang sunnah dari yang wajib.
Dan sabda beliau, ‘sehingga kita berbicara’ merupakan dalil pemisah di antara
keduanya bisa juga terpenuhi hanya dengan berbicara, tetapi berpindah tempat itulah
yang lebih utama sebagaimana yang telah kami sebutkan.” (Syarh Muslim, Imam
al-Nawawi, 6/170-171)
Abu Dawud
(854) dan Ibnu Majah (1417) dan ini adalah lafadz miliknya, dari Abu Hurairah
radhiyallaahu 'anhu, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ إِذَا صَلَّى أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ أَوْ عَنْ يَمِينِهِ أَوْ عَنْ شِمَالِهِ ، يَعْنِي : السُّبْحَةَ
“Apakah kamu merasa lemah (keberatan) apabila kamu shalat untuk maju
sedikit atau mundur, atau pindah ke sebelah kanan atau ke sebelah kiri?, yakni
dalam shalat." Maksudnya shalat nafilah setelah shalat
fardlu. (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah)
Syaikhul
Islam dalam Al-Fatawa al-Kubra (2/359) berkata, “Dan yang sunnah supaya
memisahkan yang wajib dan yang sunnah dalam shalat Jum’at dan yang lainnya
sebagaimana telah ditetapkan dalam al-Shahih (yakni Shahih al-Bukhari) bahwa
beliau Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melarang menyambung shalat dengan shalat
sehingga keduanya dipisahkan dengan berdiri atau berbicara. Janganlah melakukan
seperti yang dikerjakan orang banyak, yakni menyambung salam dengan shalat
sunnah dua rakaat. Sesungguhnya ini melanggar larangan Nabi Shallallaahu
'Alaihi Wasallam. Di antara hikmah dalam masalah ini adalah membedakan antara amal
fardlu dengan selainnya, sebagaimana dibedakan antara ibadah dengan yang bukan
ibadah. Karenanya disunnahkan menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur,
makan pada hari raya Iedul fitri sebelum melaksanakan shalat, dan larangan
menyambut Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari. Semua ini untuk
memisahkan antara yang diperintahkan dan yang tidak diperintahkan dari masalah
puasa, memisahkan antara yang bukan ibadah dengan yang ibadah, dan seperti
inilah cara untuk membedakan antara shalat Jum’at yang Allah wajibkan dengan
yang lainnya,” selesai.
Alasan
memisahkan antara yang wajib dan sunnah adalah untuk membedakan salah satu
jenis ibadah dari yang lain. Sebagian ulama menyebutkan alasan lainnya, yaitu
memperbanyak tempat sujud untuk menjadi saksi pada hari kiamat, sebagaimana
yang dikatakan oleh Imam al-Nawawi rahimahullaah.
Pengarang
‘Aun al-Ma’bud menyebutkan bahwa ‘illah (alasan) untuk memperbanyak tempat
sujud yang akan menjadi saksi untuknya pada hari kiamat disebutkan oleh Imam
al-Bukhari dan al-Baghawi. ‘Illah ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS. Al-zalzalah: 4) Maknanya dia akan mengabarkan amal-amal yang
dilakukan di atasnya. Dan juga disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمْ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ
“Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka . . . .” (QS. Al-Dukhan: 29) Bahwa seorang mukmin apabila meninggal
maka tempat shalatnya di bumi akan menangis, begitu juga tempat naiknya ke
langit.
‘Illah ini menuntut
supaya berpindah tempat dari tempat shalat fardhunya ketika melaksanakan shalat
sunnah. Dan jika tidak berpindah tempat hendaknya memisahkannya dengan
berbicara karena adanya larangan untuk menyambung satu shalat dengan shalat
lainnya sehingga orang yang shalat itu berbicara atau keluar….” selesai.
Imam
al-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj (1/552) berkata, “Dan disunnahkan berpindah
tempat untuk melaksanakan shalat sunnah atau fardhu dari tempat shalat fardhu
atau sunnahnya ke tempat lainnya untuk memperbanyak tempat-tempat sujud, karena
tempat-tempat itu akan menjadi saksi baginya dan juga karena dalam hal itu
sebagai kegiatan menghidupan tempat untuk ibadah. Maka apabila tidak berpindah
kepada tempat lain maka memisahkannya dengan berbicara kepada orang,” selesai.
Kesimpulan
Bahwa
disunnahkan untuk berpindah tempat dari tempat shalat fardhu ketika
melaksanakan shalat sunnah ba’diyah. Berpindah tempat ini untuk membedakan
antara shalat fardhu dan shalat sunnah, dan juga untuk memperbanyak tempat
ibadah karena tempat sujud seseorang akan menjadi saksi kebaikan baginya kelak
di hari kiamat.
Tempat yang
paling baik untuk berpindah tempat adalah rumah. Disamping didasarkan kepada
hadits Bukhari dan Muslim di atas juga sebagai upaya untuk menghidupkan rumah
dengan ibadah agar tidak seperti kuburan, karena Nabi Shallallaahu 'Alaihi
Wasallam melarang menjadikan rumah (laksana) kuburan, yaitu dengan tidak
digukanan sebagai tempat shalat, tilawah Al-Qur’an dan dzikrullah.
Jika berat
berpindah tempat ke rumah, boleh melaksanakannya di masjid dengan tetap
berpindah tempat atau bergeser dari tempatnya semula. Tujuannya, agar semakin
banyak tempat yang digunakannya untuk bersujud sehingga akan semakin banyak
tempat yang menjadi saksi atas kebaikan-kebaikannya. Dan jika tidak seperti
itu, boleh memisahkan shalat sunnah dengan shalat fardhu melalui perbincangan
dengan kawannya.
Semoga
tulisan ini memberikan manfaat untuk para pembaca sehingga mendapatkan
kejelasan hujjah berpindah tempat saat
melaksanakan shalat sunnah rawatib. Wallahu Ta’ala A'lam.
Red : Fajar
Iswanto
Sumber :
voa-islam.com
Oleh:
Badrul Tamam
0 komentar:
Posting Komentar