Mencintai Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam termasuk ushul iman (pokok keimanan) yang
bergandengan dengan cinta kepada Allah 'Azza wa Jalla. Allah telah
menyebutkannya dalam satu ayat dengan menyertakan ancaman bagi orang yang lebih
mendahulukan kecintaan kepada kerabat, harta, negara serta lainnya daripada
cinta kepada keduanya.
Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنْ كَانَ
آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ
اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي
سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
"Katakanlah: "Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik." (QS. Al-Taubah: 24)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir
al-Sa'di dalam Tafsirnya Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsiir Kalaam
al-Mannan berkata, "Dan ayat yang mulia ini adalah dalil paling agung
menunjukkan wajibnya mencintai Allah dan Rasul-Nya, mendahulukannya atas
kecintaan segala sesuatu. Juga menunjukkan ancaman keras dan kebencian sangat
atas orang yang lebih mencintai salah satu dari yang telah disebutkan daripada
Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya."
Kemudian Syaikh Sa'di menyebutkan
tanda-tandanya, "Adalah apabila hadir padanya dua perkara yang
bertentangan. Salah satunya dicintai Allah dan Rasul-Nya dan tidak disukai oleh
jiwanya. Sementara yang lain disukai dan diinginkan oleh jiwanya. Tapi ia
mengesampingkan apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Atau ia menguranginya.
Maka jika ia mengutamakan apa yang disuka oleh nafsunya atas apa yang Allah
cintai, hal itu menunjukkan bahwa ia berlaku zalim dan meninggalkan apa
diwajibkan atasnya."
Keimanan seorang muslim tidak akan
sempurna kecuali dengan mencintai utusan Allah kepada mereka, yaitu Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan, tidak sah imannya kecuali
dengan lebih menghormati kedudukan beliau daripada ayahnya, anaknya, dan orang
telah berbuat baik dan membantunya. Siapa yang tidak memiliki aqidah seperti
ini, maka bukan seorang mukmin.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ
وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak sempurna iman salah seorang
di antara kalian, sampai aku lebih ia cintai daripada anaknya, orangtuanya, dan
manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Ibnu Baththal, makna hadits ini
adalah orang yang sempurna imannya pasti tahu bahwa hak Nabi shallallahu
'alaihi wasallam lebih utama baginya daripada hak bapaknya, anaknya, dan
seluruh manusia. Karena melalui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kita
terselamatkan dari neraka dan diselamatkan dari kesesatan.
Bahkan, tidak sah imannya kecuali
dengan lebih menghormati kedudukan beliau daripada ayahnya, anaknya, dan orang
telah berbuat baik dan membantunya. Maka Siapa yang tidak memiliki aqidah
seperti ini, maka bukan seorang mukmin.
Ketika Umar bin Khattab radhiyallahu
‘anhu menggambarkan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, dan menempatkan posisi cintanya kepada beliau di bawah
kecintaannya terhadap dirinya sendiri, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menafikan kesempurnaan imannya hingga dia menjadikan cintanya
kepada beliau di atas segala-galanya.
Maka wajib mendahulukan dan
mengutamakan kecintaan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam atas
kecintaan kepada diri sendiri, anak, kerabat, keluarga, harta, dan tempat
tinggal serta segala sesuatu yang sangat dicintai manusia.
Memang setiap orang berhak untuk
mengklaim dirinya sebagai pencinta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
namun klaim tersebut tidak akan bermanfaat jika tidak dibuktikan dengan ittiba’
(mengikuti sunnahnya), taat dan berpegang teguh pada petunjuknya. Karena
berittiba' kepada beliau merupakan tuntutan dari keyakinan bahwa beliau adalah
utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Beliau dijadikan sebagai suri teladan
yang harus ditiru, dicontoh, dan diikuti dalam perjalann untuk ke surga.
Allah Ta'ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللهَ
وَالْيَوْمَ الآخِر
"Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
(QS. al-Ahzab: 21)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan
agar mengambil setiap yang beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam berikan dari
urusan dien ini dan meningalkan apa yang beliau larang.
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah."
(QS. Al-Hasyr: 7)
Hal tersebut karena beliau tidak berbicara
tanpa bimbingan wahyu dan menuruti hawan nafsu, "Dan tiadalah yang
diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)," QS. Al-Najm: 3-4)
Sehingga seorang pecinta Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam akan membenarkan setiap yang beliau beritakan, mentaati
apa yang beliau perintahkan, meninggalkan apa yang beliau larang, dan tidak
beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkannya.
Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah: "Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(QS. Ali Imran: 31)
Jujurnya orang yang beriman kepada
Allah, mengharapkan kecintaan dan ridha-Nya serta dimasukkan ke surga-Nya
adalah dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam
semua keadaannya, dalam semua perkataan dan perbuatannya, pada persoalan pokok
agama dan cabang-cabangnya, dalam batin dan dzahirnya. Maka siapa yang
mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam itu menunjukkan
benarnya pengakuan cinta kepada Allah Ta'ala.
Al Qadli 'Iyadh rahimahullah, berkata:
"Di antara bentuk cinta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
adalah dengan menolong sunnahnya, membela syariahnya, berangan-angan hidup
bersamanya, . . . "
Ibnu Rajab, dalam Fathul Bari Syarh
Shahih al Bukhari, menyebutkan bahwa kecintaan bisa sempurna dengan
ketaatan, sebagai firman Allah Ta'ala:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ
"Katakanlah: "Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku." (QS. Ali Imran: 31)
Karenanya klaim cinta kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tidak dapat diterima dengan sekadar memeringati hari
kelahiran beliau. Namun, perilakunya banyak menyimpang dan tidak sesuai dengan
tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Wallahu Ta'ala A'lam.
Sumber : [voa-islam.com]
Oleh: Badrul
Tamam
Red : Fajar
0 komentar:
Posting Komentar