Kamis, 05 April 2012

Adakah Shalat Sunnah Rawatib Sesudah Ashar?


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.


Terdapat beberapa hadits shahih, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang shalat sesudah 'Ashar. Di antaranya apa yang diriwayatkan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata: “Beberapa orang yang aku percaya dan dipercaya oleh Umar bersaksi bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam melarang shalat setelah Shubuh sehingga matahari terbit dan sesudah ‘Ashar sehingga matahari tenggelam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak ada shalat sesudah Shubuh hingga matahari meninggi dan tidak ada shalat sesudah ‘Ashar hingga matahari tenggelam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan dari abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ وَعَنْ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
"Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang shalat sesudah 'Ashar sehingga matahari tenggelam dan (melarang shalat sesudah Shubuh sehingga matahari terbit." (HR. Muslim)

Sehingga disimpulkan dari Hadits-hadits di atas, shalat sunnah rawatib sesudah 'Ashar itu dilarang. Dan didapatkan keterangan bahwa Umar bin Khathab memukul orang yang mengerjakan shalat sunnah sesudah 'Ashar.

Namun terdapat beberapa hadits shahih lain yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan shalat sunnah dua rakaat sesudah 'Ashar. Di antaranya, dari al-Aswad dan Masruq Radhiyallahu 'Anhuma, berkata: Kami menyaksikan 'Áisyah Radhiyallahu 'Anha berkata: "Tak ada satu haripun di mana Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam datang kepadaku kecuali beliau shalat dua raka'at sesudah 'Ashar." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari juga mengeluarkan hadits yang bersumber dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, ia berkata: "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah sama sekali meninggalkan dua rakaat sesudah 'Ashar saat di sisiku."

Disebutkan juga dalam Shahihain, dari jalur Kuraib yang menuturkan, bahwa Ibnu Abbas, al-Miswar bin makhramah, dan Abdurrahman bin Azhar Radhiyallahu 'Anhum mengutusnya kepada 'Aisyah untuk menanyakan perihal shalat dua rakaat sesudah 'Ashar. Di mana 'Aisyah mengerjakannya sementara mereka mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarangnya. Kemudian 'Aisyah menyuruh Kuraib agar datang kepada Ummu Salamah dan menanyakan kepadanya. 

Ringkasnya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah shalat dua rakaat sesudah 'Ashar di rumahnya, lalu ditanyakan kepada beliau dan beliau menjawab,

وَإِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ فَشَغَلُونِي عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَهُمَا هَاتَانِ
"Sesungguhnya telah datang kepadaku beberapa orang utusan dari Abdul Qais, mereka menyibukkanku dari mengerjakan dua rakaat sesudah Zuhur maka keduanya itu (dua rakaat sesudah 'Ashar) adalah itu."

Dan dalam Shahih Muslim, dari Abu Salamah yang menanyakan kepada 'Asiyah Radhiyallahu 'Anha tentang dua sujud (shalat dua rakaat) yang dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sesudah 'Ashar. 'Aisyah menjawab: "Beliau biasa mengerjakannya sebelum 'Ashar, lalu beliau tidak sempat mengerjakannya atau lupa, kemudian beliau shalat sesudah 'Ashar. Kemudian beliau membiasakannya, dan adalah beliau apabila mengerjakan satu shalat maka beliau melaziminya (kontinyu mengerjakannya)."

Menurut imam Nawawi dalam Syarah Muslim, yang nampak dalam hadits ini bahwa dua sujud adalah dua rakaat sebelum shalat 'Ashar. Al-Qadhi Iyadh berkata: Selayaknya maknanya dibawa kepada sunnah (sebelum) Zuhur, sebagaimana dalam hadits Ummu Salamah agar dua hadits sesuai. Dan sunnah Zuhur sah dinamakan dengan sebelum 'Ashar."

Imam Nawawi rahimahullah, memahami dari فَهُمَا هَاتَانِ (maka keduanya itu (dua rakaat sesudah 'Ashar) adalah itu), "bahwa shalat sunnah rawatib apabila terlewat disunnahkan mengqadha'nya. Dan ini adalah mazhab yang shahih menurut kami." Sementara shalat yang memiliki sebab tidak dimakruhkan dikerjakan pada waktu terlarang. Yang dimakruhkan adalah shalat sunnah yang tidak memiliki sebab.

Sebagian ulama memahami keterangan tentang perbuatan beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang kemudian melazimi dua rakaat sesudah 'Ashar sebagaimana yang dituturkan 'Aisyah, maka itu dibawa kepada khushushiyyah (kekhususan) bagi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. (Lihat Fath al-Baari: II/77, cet Salafiyah)

Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah, berkata: "Hal itu didukung oleh perkataan 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Rasulullah tidak pernah meninggalkannya hingga beliau berjumpa dengan Allah (yaitu dua rakaat sesudah 'Ashar). Rasulullah selalu mengerjakannya, namun beliau tidak pernah mengerjakannya di masjid karena khawatir hal itu akan memberatkan umatnya, padahal beliau suka meringankan umatnya." (Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: II/17; edisi Indonesia).

Syaikh Shalih Fauzan menjelaskan persoalan ini, bahwa apabila Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang suatu perbuatan lalu beliau mengerjakannya, menunjukkan itu adalah kekhususan untuk beliau.

Namun tidak dipungkiri ada sebagian ulama yang berpendapat disunnahkanya shalat dua rakaat sesudah 'Ashar, seperti Syaikh al-Albani rahimahullah sebagaimana yang terdapat dalam Silsilah Shahihnya. Dengan catatan, itu dikerjakan sebelum matahari menguning sebagaimana hadits yang terdapat dalam Musnad Ahmad, "Janganlah kalian shalat sesudah 'Ashar kecuali kalian shalat sementara matahari masih meninggi." Wallahu Ta'ala A'lam.

Sumber : [voa-islam.com]
Oleh : Ust. Badrul Tamam
Red : Fajar


0 komentar:

Posting Komentar