Oleh : Fajar Iswanto
Alhamdulillah. Segala
puji bagi Allah, Rabb pemberi segala macam nikmat. Shalawat dan salam semoga
terlimpah kepada Rasulullah, Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yang diutus sebagai
rahmat bagi semesta alam, datang dengan syariat yang mudah, memerintahkan
agar mempermudah dan jangan mempersulit.
Semoga shalawat dan salam juga dilimpahkan kepada keluarga dan para sahabatnya.
Jual beli yang penuh
berkah adalah jual beli yang di dalamnya memperhatikan aturan Islam. Inilah
jual beli yang akan mendatangkan barokah dan kemudahan rizki dari Allah.
Sebaliknya jual beli yang terlarang hanya akan mendatangkan bencana demi
bencana. Setelah kita mengetahui beberapa barang yang haram diperdagangkan dan
beberapa aturan dalam jual beli, selanjutnya kita patut mengenal bentuk
transaksi jual beli yang Islam larang. Di antaranya dalam tulisan kali ini akan
disinggung mengenai hukum asuransi, disebutkan mengenai alasan pelarangannya
karena mengandung unsur ghoror (ketidak jelasan). Semoga bermanfaat.
Pertama:
Jual beli ghoror (mengandung ketidak jelasan)
Dari Abu Hurairah, ia
berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan
kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung
unsure ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).
Al Jarjani berkata
bahwa ghoror adalah sesuatu yang mengandung unsur ketidakjelasan, dari sisi ada
atau tidaknya.
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Adapun larangan
mengenai jual beli ghoror, maka ia termasuk dalam bahasan utama dalam kitab
buyu’ (jual beli). Oleh karenanya, Imam Muslim memasukkan masalah ini di
awal-awal bahasan jual beli. Masalah ghoror mencakup permasalahan yang amat
banyak, tak terbatas. Yang termasuk jual beli ghoror mulai dari jual beli budak
yang kabur atau tidak ada atau tidak jelas, jual beli barang yang tidak mampu
diserahterimakan, jual beli sesuatu yang belum sempurna dimiliki oleh penjual,
jual beli ikan dalam kolam yang memiliki banyak air, jual beli susu dalam
ambing betina, jual beli janin dalam perut, jual beli seonggok makanan yang
tidak jelas timbangannya, jual beli baju yang tidak jelas dari tumpukan
pakaian, jual beli kambing dari segerombolan kambing dan contoh-contoh semisal
itu. Semua bentuk jual beli ini termasuk dalam jual beli yang batil karena
mengandung ghoror tanpa ada hajat (kebutuhan).” (Syarh Muslim, 10: 156).
Kali ini kita akan
melihat beberapa macam bentuk ghoror khusus dalam transaksi jual beli dan
beberapa contohnya:
1.
Ghoror dalam akad
Beberapa contoh jual
beli yang terdapat ghoror dalam akad:
- Dua bentuk
transaksi dalam satu akad. Misalnya tunai dengan harga sekian dan kredit dengan
harga lebih mahal dan tidak ada kejelasan manakah akad yang dipilih. Dari Abu
Hurairah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua bentuk transaksi dalam satu akad”
(HR. An Nasai no. 4632, Tirmidzi no.
1231 dan Ahmad 2: 174. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih
sebagaimana dalam Al Jaami’ Ash Shohih no. 6943). Sedangkan jika sudah ada
kejelasan, misalnya membeli secara kredit –walau harganya lebih tinggi dari
harga tunai-, maka tidak termasuk dalam larangan hadits di atas. Karena saat ini
sudah jelas transaksi yang dipilih dan tidak ada lagi dua bentuk transaksi
dalam satu akad. Sehingga dalil di atas bukanlah dalil untuk melarang jual beli
kredit. Jual beli secara kredit itu boleh selama tidak ada riba di dalamnya.
- Jual beli hashoh,
yaitu keputusan membeli sesuai dengan lemparan kerikil. Dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang
dibeli) dan melarang dari ghoror” (HR. Muslim no. 1513).
2.
Ghoror dalam barang yang dijual
Ghoror dalam barang
bisa jadi pada jenis, sifat, ukuran, atau pada waktu penyerahan. Ghoror bisa
terjadi pula karena barang tersebut tidak bisa diserahterimakan, menjual
sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat dilihat.
Contoh:
- Jual beli
munabadzah dan mulamasah. Dari Abu Sa’id, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - نَهَى عَنِ الْمُنَابَذَةِ ، وَهْىَ طَرْحُ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ بِالْبَيْعِ إِلَى الرَّجُلِ ، قَبْلَ أَنْ يُقَلِّبَهُ ، أَوْ يَنْظُرَ إِلَيْهِ ، وَنَهَى عَنِ الْمُلاَمَسَةِ ، وَالْمُلاَمَسَةُ لَمْسُ الثَّوْبِ لاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari munabadzah, yaitu seseorang
melempar pakaiannya kepada yang lain dan itulah yang dibeli tanpa dibolak-balik
terlebih dahulu atau tanpa dilihat keadaan pakaiannya. Begitu pula beliau melarang
dari mulamasah, yaitu pakaian yang disentuh itulah yang dibeli tanpa melihat
keadaaannya” (HR. Bukhari no. 2144). Jual beli ini terdapat jahalah
(ketidakjelasan) dari barang yang dijual dan terdapat unsur qimar (spekulasi
tinggi) dan keadaan barang tidak jelas manakah yang dibeli.
- Jual beli hashoh
sebagaimana dijelaskan di atas, terdapat sisi jahalah (ketidakjelasan) dari
barang yang akan dijual.
- Jual beli dengan
sistem ijon. Dari sahabat Anas bin Malik radhiyalahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تُزْهِىَ قَالُوا وَمَا تُزْهِىَ قَالَ تَحْمَرُّ. فَقَالَ إِذَا مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ فَبِمَ تَسْتَحِلُّ مَالَ أَخِيكَ؟. متفق عليه
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melarang penjualan buah-buahan (hasil tanaman)
hingga menua?” Para sahabat bertanya, "Apa maksudnya telah menua?"
Beliau menjawab, "Bila telah berwarna merah." Kemudian beliau
bersabda, "Bila Allah menghalangi masa penen buah-buahan tersebut (gagal
panen), maka dengan sebab apa engkau memakan harta saudaramu (uang pembeli)?"
(HR. Bukhari no. 2198 dan Muslim no.
1555).
Dan pada riwayat lain
sahabat Anas bin Malik juga meriwayatkan,
أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الْعِنَبِ حَتَّى يَسْوَدَّ وَعَنْ بَيْعِ الْحَبِّ حَتَّى يَشْتَدَّ
“Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam melarang penjualan anggur hingga berubah menjadi
kehitam-hitaman, dan penjualan biji-bijian hingga mengeras"
(HR. Abu Daud no. 3371, no. Tirmidzi no.
1228, Ibnu Majah no. 2217 dan Ahmad 3: 250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih). Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem ijon adalah
penjualan yang terlarang dalam syari'at islam, baik sistem ijon yang hanya
untuk sekali panen atau untuk berkali-kali hingga beberapa tahun lamanya.
Beda halnya jika buah
yang dibeli dipetik langsung ketika muda, semisal jual beli nangka muda yang
nantinya akan digunakan untuk sayuran, maka saat ini tidak ada ghoror dan
spekulasi.
- Di taman bermain
biasa dijajakan mainan berupa panah yang nantinya diarahkan pada lingkaran di
dinding. Di papan tersebut terdapat nomor. Nomor ini menunjukkan barang yang
akan diperoleh. Jual beli semacam ini pun mengandung ghoror karena jenis barang
yang akan kita peroleh bersifat spekulatif atau untung-untungan.
3.
Ghoror dalam bayaran (uang)
Ghoror dalam masalah
bayaran boleh jadi terjadi pada jumlah bayaran yang akan diperoleh, atau pada
waktu penerimaan bayaran, bisa jadi pula dalam bentuk bayaran yang tidak jelas.
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat tidak bolehnya menjual sesuatu dengan
waktu penerimaan upah yang tidak jelas” (Al Majmu’ 9: 339).
Contoh:
- Jual beli habalul
habalah. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَةِ ، وَكَانَ بَيْعًا يَتَبَايَعُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ ، كَانَ الرَّجُلُ يَبْتَاعُ الْجَزُورَ إِلَى أَنْ تُنْتَجَ النَّاقَةُ
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melarang transaksi jual beli yang disebut dengan
“habalul habalah”. Itu adalah jenis jual beli yang dilakoni masyarakat
jahiliyah. “Habalul habalah” adalah transaksi jual beli yang bentuknya adalah:
seorang yang membeli barang semisal unta secara tidak tunai. Jatuh tempo
pembayarannya adalah ketika cucu dari seekor unta yang dimiliki oleh penjual
lahir” (HR.
Bukhari, no. 2143 dan Muslim, no. 3883). Cucu dari unta tersebut tidak
jelas diperoleh kapankah waktunya. Pembayarannya baru akan diberi setelah cucu
unta tadi muncul dan tidak jelas waktunya. Bisa jadi pula unta tersebut tidak
memiliki cucu.
- Asuransi karena di
dalamnya mengandung ghoror dari sisi waktu penerimaan klaim kapan ia bisa
memperolehnya, karena boleh jadi ia tidak mendapatkan karena tidak mengalami
accident. Kita pun mengetahui bahwa sifat accident adalah waktunya tak tentu
kapan. Kemudian premi yang diserahkan dan klaim yang diperoleh pun mengandung
ghoror, unsur ketidakjelasan karena tidak jelas besaran yang akan diperoleh.
Jadi asuransi mengandung sisi ghoror pada waktu dan besaran yang diperoleh.
Dari salah satu alasan ini asuransi menjadi terlarang dan masih ada beberapa
alasan lainnya. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dengan jelas
jual beli ghoror. Asuransi termasuk transaksi jual beli karena ada premi
sebagai setoran awal dan klaim yang akan diperoleh sebagai timbal baliknya.
Mengenai hukum asuransi secara jelas diterangkan dalam tulisan berikut: Ghoror,
Judi dan Riba dalam Asuransi.
Ghoror
yang Dibolehkan
Walaupun ghoror
asalnya terlarang, namun ada beberapa jual beli bentuk ghoror yang dibolehkan
asalkan memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Yang mengandung
spekulasi kerugian yang sedikit. Sebagaimana Ibnu Rusyd berkata,
الفقهاء متّفقون على أنّ الغرر الكثير في المبيعات لا يجوز وأنّ القليل يجوز
“Para
pakar fikih sepakat bahwa ghoror pada barang dagangan yang mengandung kerugian
yang banyak itulah yang tidak boleh. Sedangkan jika hanya sedikit, masih
ditolerir (dibolehkan)”.
2. Merupakan ikutan
dari yang lain, bukan ashl (pokok). Jika kita membeli janin dalam kandungan
hewan ternak, itu tidak boleh. Karena ada ghoror pada barang yang dibeli.
Sedangkan jika yang dibeli adalah yang hewan ternak yang bunting dan ditambah dengan
janinnya, maka itu boleh.
3. Dalam keadaan
hajat (butuh). Semacam membeli rumah di bawahnya ada pondasi, tentu kita tidak
bisa melihat kondisi pondasi tersebut, artinya ada ghoror. Namun tetap boleh
membeli rumah walau tidak terlihat pondasinya karena ada hajat ketika itu.
4. Pada akad
tabarru’at (yang tidak ditarik keuntungan), seperti dalam pemberian hadiah.
Kita boleh saja memberi hadiah pada teman dalam keadaan dibungkus sehingga
tidak jelas apa isinya. Ini sah-sah saja. Beda halnya jika transaksinya adalah
mu’awadhot, ada keuntungan di dalamnya semacam dalam jual beli.
0 komentar:
Posting Komentar