Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Wudhu Sebagai Syarat Sah Shalat
Wudhu
adalah syarat sahnya shalat yang
dilakukan oleh orang berhadats. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
"Tidak
akan diterima shalat salah seorang dari kalian apabila ia berhadats, hingga ia
berwudhu." (Muttafaq 'alaih
dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata, sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda:
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
"Tidak diterima shalat (seorang hamba) tanpa
bersuci dan tidak pula diterima shadaqah yang dari hasil ghulul
(menilep/mencuri ghanimah)." (HR.
Muslim)
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda: "Sesungguhnya aku
diperintahkan berwudhu apabila akan mengerjakan shalat." (HR. al-Tirmidzi, Abu Dawud, dan al-Nasai.
Lihat Shahih al-Jami' no. 2333)
Diriwayatkan
dari Abu Sa'id, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Kunci shalat adalah bersuci, pembukanya adalah takbir, dan penutupnya
adalah salam." (Dishahihkan
oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami': 5761)
Juga
didapatkan ijma' para ulama, mereka telah sepakat bahwa tidak sah shalat tanpa
bersuci. Yaitu jika ia mampu mengerjakannya. (Lihat: Al-Ausath, Ibnul Mundzir:
1/107)
Membasuh wajah
Satu-satunya
ayat yang menerangkan tentang tata cara wudhu terdapat dalam QS. Al-Maidah: 6.
Darinya para ulama menyimpulkan rukun-rukun wudhu. Yaitu hal-hal yang menjadi
susunan wudhu, yang mana apabila salah satu darinya ditinggalkan, maka batallah
wudhunya dan tidak sah menurut syariah. Dan di antara rukun wudhu –yang
disebutkan dalam ayat tersebut- adalah membasuh muka (wajah).
Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Wahai orang-orang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu." (QS. Al-Maidah: 6)
Mengenai
membasuh wajah, semua ulama yang meriwayatkan sifat wudhu Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam menetapkan tentang
membasuh wajah dan bahkan semua ulama telah bersepakat tentang hal ini.
Wajibnya Berkumur-kumur dan Istinsyaq
Berkumur-kumur
yang dalam bahasa arabnya Madhmadhah, adalah memasukkan air ke dalam mulut lalu
menggerak-gerakkannya di dalam.
Sedangkan
istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung dan menghirupnya hingga
ke pangkal hidung. Sementara istinsyar, adalah mengeluarkan air dari dalam
hidung setelah beristinsyar.
Berkumur-kumur
dan beristinsyar adalah bagian dari membasuk wajah yang diperintahkan dalam
ayat di atas. Sedangkan membasuh wajah adalah wajib, maka berkumur-kumur dan
beristinsyaq juga wajib menurut pendapat yang lebih shahih. (Shahih Fiqih
Sunnah: 1/150)
Syaikh
Abdurahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya, Taisir al-Kariim al-Rahmaan fii
Tafsiir Kalaam al-Mannaan, mengeluarkan dari ayat di atas beberapa faidah hukum
yang banyak. Pada urutan ke tujuh, beliau mengatakan: Perintah membasuh wajah.
Yaitu yang didapatkan dari bagian muka,
dimulai secara memanjang (meninggi) dari tempat tumbuhnya rambut normal hingga
tulang rahang dan dagu, melebarnya dari telinga satu sampai telinga yang lain.
Masuk di dalamnya, berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung
lalu mengeluarkannya) yang dijelaskan oleh sunnah. Juga masuk dalam bagiannya,
rambut-rambut yang tumbuh padanya. Tapi jika tipis harus menyampaikan air ke
kulit, dan jika lebat maka cukup yang nampak saja.
Lebih
jelasnya, kami uraikan empat alasan yang mewajibkannya dalam rincian sebagai
berikut:
1.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk
mencuci wajah, sedangkan mulut dan hidung adalah bagian dari wajah yang bagian
dalam. Tidak ada alasan menghususkan wajah bagian luarnya saja, tidak bagian
dalamnya. Padahal semua bagian tersebut termasuk wajah, sebagaimana mata, alis,
pipi, jidad dan lainnya.
2.
Allah
memerintah untuk mencuci wajah secara mutlak, sementara Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam menjelaskan dengan perbuatan dan penyampaian. Beliau
berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung setiap kali berwudhu. Tidak
pernah didapatkan nukilan, beliau meninggalkannya walau pada saat beliau
membasuh bagian yang penting-penting saja. Jika perbuatan tersebut untuk
melaksanakan suatu perintah, maka hukumnya sama dengan hukum perintah tersebut,
yaitu menunjukkan wajibnya. (Lihat: Syarah al-Umdah, Ibnu Taimiyah: 1/178; dan
al-Tamhid, Ibnu Abdil Barr: 4/36).
3.
Perintah
berkumur-kumur disebutkan dalam sejumlah hadits, di antaranya dalam hadits
Luqaith bin Shabrah:
إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ
"Apabila kamu berwudhu, maka
berkumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu
Majah. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: 1/151. Hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani.)
4.
Tentang istinsyaq dan istintsar telah diriwayatkan
secara shahih dari sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ
"Siapa yang berwudhu hendaknya ia
beristintsar." (HR. Bukhari,
Muslim, dan selain keduanya)
وَإِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِى أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ
"Dan apabila salah seorang kamu berwudhu,
maka hendaknya ia memasukkan air ke dalam hidungnya lalu ia keluarkan kembali."
(HR. al-Bukhari, Muslim, dan selain
keduanya)
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ
"Apabila seorang kamu berwudhu hendaknya dia
beristinsyaq." (HR. Muslim)
أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
"Sempurnakan wudhu dan sela-sela di antara
jari-jemari serta bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke hidung
(istinsyaq) kecuali saat engkau sedang berpuasa." (HR. Ashabus Sunan
dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam menghususkan istinsyaq dengan perintah, bukan karena hidung lebih
penting untuk dibersihkan daripada mulut. Bagaimana mungkin, padahal mulut
lebih mulia karena digunakan untuk berdzikir dan membaca Al-Qur'an, serta mulut
lebih sering berubah baunya? Namun –wallahu a'lam- karena syariat telah
memerintahkan untuk membersihkan mulut dengan siwak dan menegaskan perihalnya.
Mencuci mulut sesudah dan sebelum makan disyariatkan menurut sebuah pendapat.
Telah diketahui perhatian syariat untuk membersihkan mulut, berbeda dengan
hidung. Jadi, membersihkan hidung di sini untuk menjelaskan hukumnya, karena
dikhawatirkan perkara ini akan diabaikan." (Syarh al-'Umdah: 1/179-180)
Catatan:
Perlu
sama-sama diperhatikan dan disadari, masalah ini sudah dibicarakan ulama sejak
dahulu dan terdapat perbedaan tentang status berkumur-kumur dan beristinsyaq
saat berwudhu. Ada yang menyatakannya mandub/sunnah, berargumen dengan hadits
Rifa'ah bin Rafi' tentang kisah orang yang buruk shalatnya. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda
kepadanya:
"Sesungguhnya
tidak akan sempurna shalat salah seorang kalian hingga ia berwudhu dengan
sempurna sebagaimana diperintahkan Allah, yaitu ia membasuh wajahnya, kedua
tangannya hingga siku,mengusap kepalanya dan mencuci kedua kakinya hingga mata
kaki . . ." (HR. Ashabus Sunan dan selain mereka)
Pada hadits
tersebut, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menyebutkan tentang
berkumur-kumur dan istinsyaq mengenai apa yang diperintahkan Allah. Hal ini
selaras dengan QS. Al-Maidah: 6 di atas. Penyebutan wajah di sini bukan perkara
mujmal (global) yang membutuhkan perinciannya dari sunnah. Ini juga merupakan
pendapat yang tidak bisa dibatilkan. Wallahu Ta'ala a'lam.
Hanya saja
menjaga kumur-kumur dan istinsyaq serta intintsar dalam wudhu adalah jelas
dilaksanakan dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai bagian pelaksanaan bersuci untuk
shalat. Bahkan bagian dari pelaksanaan perintah Allah dalam membasuh wajah saat
berwudhu. Dan sebaik-baik keputusan dalam ibadah adalah ittiba' kepada sunnah
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
فَبَشِّرْ عِبَادِ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
"Maka sampaikanlah kabar gembira kepada
hamba-hamba-Ku. Yaitu mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya." (QS.
Al-Zumar: 17-18)
[PurWD/voa-islam.com]
0 komentar:
Posting Komentar