Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah yang
dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam semoga terlimpah dan tercurah
kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beserta
keluarga dan para sahabatnya.
Dalam bingkai rumah
tangga, pasangan suami dan istri masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
Suami sebagai pemimpin, berkewajiban menjaga istri dan anak-anaknya baik dalam
urusan agama atau dunianya, menafkahi mereka dengan memenuhi kebutuhan makanan,
minuman, pakaian dan tempat tinggalnya.
Tanggungjawab suami
yang tidak ringan diatas diimbangi dengan ketaatan seorang istri pada suaminya.
Kewajiban seorang istri dalam urusan suaminya setahap setelah kewajiban dalam
urusan agamanya. Hak suami diatas hak siapapun setelah hak Allah dan Rasul-Nya,
termasuk hak kedua orang tua. Mentaatinya dalam perkara yang baik menjadi
tanggungjawab terpenting seorang istri.
Surga
atau Neraka Seorang Istri
Ketaatan istri pada
suami adalah jaminan surganya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan
shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan
masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Suami adalah surga
atau neraka bagi seorang istri. Keridhoan suami menjadi keridhoan Allah. Istri
yang tidak diridhoi suaminya karena tidak taat dikatakan sebagai wanita yang
durhaka dan kufur nikmat.
Suatu
hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa beliau
melihat wanita adalah penghuni neraka terbanyak. Seorang wanita pun bertanya
kepada beliau mengapa demikian? Rasulullah pun menjawab bahwa diantarantanya
karena wanita banyak yang durhaka kepada suaminya.
(HR Bukhari Muslim)
Kedudukan
Hak Suami
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalau aku boleh memerintahkan seseorang
untuk sujud kepada orang lain, maka aku akan memerintahkan para istri untuk
sujud kepada suaminya, disebabkan karena Allah telah menetapkan hak bagi para
suami atas mereka (para istri). (HR Abu Dawud, Tirmidzi, ia berkata, “hadis
hasan shahih.”)
Hak suami berada
diatas hak siapapun manusia termasuk hak kedua orang tua. Hak suami bahkan
harus didahulukan oleh seorang istri daripada ibadah-ibadah yang bersifat
sunnah.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh bagi seorang perempuan berpuasa sementara suaminya ada di
rumah kecuali dengan izinnya. Dan tidak boleh baginya meminta izin di rumahnya
kecuali dengan izinnya.” (HR Bukhari
Muslim)
Dalam hak berhubungan
suami-istri, jika suami mengajaknya untuk berhubungan, maka istri tidak boleh
menolaknya.
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur, kemudian si
istri tidak mendatanginya, dan suami tidur dalam keadaan marah, maka para
malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR Bukhari Muslim)
Berbakti
Kepada Suami
Diantara kewajiban
seorang istri atas suaminya juga adalah, hendaknya seorang istri benar-benar
menjaga amanah suami di rumahnya, baik harta suami dan rahasia-rahasianya,
begitu juga bersungguhnya-sungguh mengurus urusan-urusan rumah.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dan wanita adalahpenanggungjawab di rumah suaminya, dan ia akan
dimintai pertanggungjawaban.” (HR
Bukhari Muslim)
Syaikhul Islam
berkata, “Firman Allah,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang
taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya tidak ada, oleh karena
Allah telah memelihara (mereka).” (QS.
An Nisa [4]: 34)
Ayat ini menunjukkan
wajibnya seorang istri taat pada suami dalam hal berbakti kepadanya, ketika
bepergian bersamanya dan lain-lain. Sebagaimana juga hal ini diterangkan dalam
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Majmu Al Fatawa
32/260-261 via Tanbihat, hal. 94, DR Shaleh Al Fauzan)
Berkhidmat kepada
suami dengan melayaninya dalam segala kebutuhan-kebutuhannya adalah diantara
tugas seorang istri. Bukan sebaliknya, istri yang malah dilayani oleh suami.
Hal ini didukung oleh firman Allah,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Dan laki-laki itu adalah pemimpin bagi
wanita.” (QS. An Nisa [4]: 34)
Ibnul Qayyim berdalil
dengan ayat diatas, jika suami menjadi pelayan bagi istrinya, dalam memasak,
mencuci, mengurus rumah dan lain-lain, maka itu termasuk perbuatan munkar.
Karena berarti dengan demikian sang suami tidak lagi menjadi pemimpin. Justru karena
tugas-tugas istri dalam melayani suami lah, Allah pun mewajibkan para suami
untuk menafkahi istri dengan memberinya makan, pakaian dan tempat tinggal.
(Lihat Zaad Al-Ma’aad 5/188-199 via Tanbihat, hal. 95, DR Shaleh Al Fauzan)
Bukan juga sebaliknya,
istri yang malah menafkahi suami dengan bekerja di luar rumah untuk kebutuhan
rumah tangga.
Tidak
Keluar Rumah Kecuali Dengan Izin Suami
Seorang istri juga
tidak boleh keluar rumah kecuali dengan izin suami. Karena tempat asal wanita
itu di rumah. Sebagaimana firman Allah,
وَقَرْنَ
فِي
بُيُوتِكُنَّ
“Dan tinggal-lah kalian (para wanita) di
rumah-rumah kalian.” (QS. Al Ahzab
[33]: 33)
Ibnu Katsir berkata,
“Ayat ini menunjukkan bahwa wanita tidak boleh keluar rumah kecuali ada
kebutuhan.” (Tafsir Al Quran Al Adzim 6/408). Dengan demikian, wanita tidak
boleh keluar rumah melainkan untuk urusan yang penting atau termasuk kebutuhan
seperti memasak dan lain-lain. Jika bukan urusan tersebut, maka seorang istri
tidak boleh keluar rumah melainkan dengan izin suaminya.
Syaikhul Islam
berkata, “Tidak halal bagi seorang wanita keluar rumah tanpa izin suaminya,
jika ia keluar rumah tanpa izin suaminya, berarti ia telah berbuat nusyuz
(durhaka), bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta layak mendapat hukuman.”
Penutup
Semua ketentuan yang
telah Allah tetapkan di atas sama sekali bukan bertujuan membatasi ruang gerak
para wanita, merendahkan harkat dan martabatnya, sebagaimana yang didengungkan
oleh orang-orang kafir tentang ajaran Islam. Semua itu adalah syariat Allah
yang sarat dengan hikmah. Dan hikmah dari melaksanakan dengan tulus semua
ketetapan Allah di atas adalah berlangsungnya bahtera rumah tangga yang
harmonis dan penuh dengan kenyamanan. Ketaatan pada suami pun dibatasi dalam
perkara yang baik saja dan sesuai dengan kemampuan. Mudah-mudahan Allah
mengaruniakan kepada kita semua keluarga yang barakah.Wallahu ‘alam.
0 komentar:
Posting Komentar