Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Mencari orang yang jujur di zaman ini amatlah sulit. Sampai pun ia rajin shalat, jidadnya terlihat rajin sujud (karena saking hitamnya), belum tentu bisa memegang amanat dengan baik. Ada cerita yang kami saksikan di desa kami.
Seorang takmir masjid
yang kalau secara lahiriyah nampak alim, juga rajin menghidupkan masjid. Namun
belangnya suatu saat ketahuan. Ketika warga miskin mendapat jatah zakat dan
disalurkan lewat dirinya, memang betul amplop zakat sampai ke tangan si miskin.
Tetapi di balik itu setelah penyerahan, ia berkata pada warga, "Amplopnya
silakan buka di rumah (isinya 100.000 per amplop). Namun kembalikan untuk saya
20.000." Artinya, setiap amplop yang diserahkan asalnya 100.000, namun
dipotong sehingga tiap orang hanya mendapatkan zakat 80.000. Padahal dari segi
penampilan tidak ada yang menyangka dia adalah orang yang suka korupsi seperti
itu. Tetapi syukurlah, Allah menampakkan belangnya sehingga kita jadi tahu
tidak selamanya orang yang mengurus masjid itu termasuk orang-orang yang jujur.
Perintah
untuk Berlaku Jujur
Dalam beberapa ayat,
Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berlaku jujur. Di antaranya pada firman
Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS.
At Taubah: 119).
Dalam ayat lainnya,
Allah Ta’ala berfirman,
فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ
“Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang demikian
itu lebih baik bagi mereka.” (QS.
Muhammad: 21)
Dalam hadits dari
sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu juga dijelaskan keutamaan sikap
jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu
Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya
kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan
mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha
untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan
mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika
seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di
sisi Allah sebagai pendusta.” (HR.
Muslim no. 2607)
Begitu pula dalam
hadits dari Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
“Tinggalkanlah
yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih
menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.”
(HR. Tirmidzi no. 2518 dan Ahmad 1/200, hasan shahih). Jujur adalah suatu
kebaikan sedangkan dusta (menipu) adalah suatu kejelekan. Yang namanya kebaikan
pasti selalu mendatangkan ketenangan, sebaliknya kejelekan selalu membawa
kegelisahan dalam jiwa.
Basyr Al Haafi
berkata,
من عامل الله بالصدق، استوحش من الناس
"Barangsiapa yang berinteraksi dengan Allah
dengan penuh kejujuran, maka manusia akan menjauhinya." (Mukhtashor
Minhajil Qoshidin, 351). Karena memang jujur itu begitu asing saat ini,
sehingga orang yang jujur dianggap aneh.
Perintah
untuk Menjaga Amanat
Allah Ta'ala
berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya" (QS. An Nisa': 58)
Dari Abu Hurairah,
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ
"Tunaikanlah amanat kepada orang yang
menitipkan amanat padamu." (HR.
Abu Daud no. 3535 dan At Tirmidzi no. 1624, hasan shahih)
Khianat ketika diberi
amanat adalah di antara tanda munafik. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
"Ada tiga tanda munafik: jika berkata, ia
dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi amanat, ia khianat."
(HR. Bukhari no. 33)
Jadi, jika dititipi
amanat, jagalah amanat tersebut itu dengan baik. Jangan sampai dikorupsi,
jangan sampai dikurangi dan masuk kantong sendiri. Ingatlah ancaman dalam dalil
di atas sebagaimana dikata munafik.
Kunci
Utama
Kunci utama agar kita
menjaga amanat ketika dititipi uang misalnya, sehingga tidak dikorupsi atau
dikurangi adalah dengan memahami takdir ilahi. Ingatlah bahwa setiap orang
telah ditetapkan rizkinya. Allah tetapkan rizki tersebut dengan adil, ada yang
kaya dan ada yang miskin. Allah tetapkan ada yang berkelebihan harta dari lainnya,
itu semua dengan kehendak Allah karena Dia tahu manakah yang terbaik untuk
hamba-Nya. Sehingga kita hendaklah mensyukuri apa yang Allah beri walaupun itu
sedikit.
اللهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ القَوِيُّ العَزِيزُ
“Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada
yang di kehendaki-Nya dan Dialah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Asy Syura: 19)
Allah
Ta'ala berfirman,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah
mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan)
hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS.
Asy Syuraa: 27) Ibnu Katsir rahimahullah lantas menjelaskan,“Seandainya
Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh , tentu mereka
akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan
bertingkah sombong.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/278)
Jika setiap orang
memahami hal di atas, maka sungguh ia tidak akan korupsi, tidak akan menipu dan
lari dari amanat. Realita yang kami saksikan sendiri menunjukkan bahwa mencari
orang yang jujur itu amat sulit di zaman ini. Kita butuh menyeleksi dengan baik
jika memberi amanat pada orang lain. Hanya dengan modal iman dan takwa-lah
serta merasa takut pada Allah, kita bisa memiliki sifat jujur dan amanat.
Moga Allah Memberi
Akhlak Mulia
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal
ahwaa’ [Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang
mungkar].” (HR. Tirmidzi no. 3591,
shahih)
0 komentar:
Posting Komentar