Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Di antara tanda baiknya seorang muslim adalah ia meninggalkan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Waktunya diisi hanya dengan hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratnya. Sedangkan tanda orang yang tidak baik islamnya adalah sebaliknya.
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak
bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Tanda
Baiknya Islam Seorang Muslim
Hadits ini mengandung
makna bahwa di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang
tidak bermanfaat baik berupa perkataan atau perbuatan. (Jaami’ul ‘Ulum wal
Hikam, 1: 288)
Tanda baiknya seorang
muslim adalah dengan ia melakukan setiap kewajiban. Juga di antara tandanya
adalah meninggalkan yang haram sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim (yang baik) adalah yang tangan dan lisannya tidak
menyakiti orang lain” (HR. Bukhari
no. 10 dan Muslim no. 40).
Jika Islam seseorang
itu baik, maka sudah barang tentu ia meninggalkan pula perkara yang haram, yang
syubhat dan perkata yang makruh, begitu pula berlebihan dalam hal mubah yang
sebenarnya ia tidak butuh. Meninggalkan hal yang tidak bermanfaat semisal itu
menunjukkan baiknya seorang muslim.
Demikian perkataan Ibnu Rajab Al Hambali yang kami olah secara bebas
(Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 289).
Menjaga
Lisan, Tanda Baiknya Islam Seseorang
Kata Ibnu Rajab
rahimahullah, “Mayoritas perkara yang
tidak bermanfaat muncul dari lisan yaitu lisan yang tidak dijaga dan sibuk
dengan perkataan sia-sia” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 290).
Tentang keutamaan
menjaga lisan ini diterangkan dalam ayat berikut yang menjelaskan adanya
pengawasan malaikat terhadap perbuatan yang dilakukan oleh lisan ini. Allah
Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16) إِذْ
يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا
يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di
sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”
(QS. Qaaf: 16-18). Ibnu ‘Abbas
mengatakan, “Yang dicatat adalah setiap perkataan yang baik atau buruk. Sampai
pula perkataan “aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, sampai aku
melihat, semuanya dicatat. Ketika hari Kamis, perkataan dan amalan tersebut
akan dihadapkan kepada Allah” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 187).
Dalam hadits Al
Husain bin ‘Ali disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلاَمِ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara
dalam hal yang tidak bermanfaat” (HR. Ahmad 1: 201. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan adanya syawahid –penguat-).
Abu Ishaq Al Khowwash
berkata,
إن الله يحب ثلاثة ويبغض ثلاثة ، فأما ما يحب : فقلة
الأكل ، وقلة النوم ، وقلة الكلام ، وأما ما يبغض : فكثرة الكلام ، وكثرة الأكل ، وكثرة النوم
“Sesungguhnya Allah mencintai tiga hal dan membenci tiga hal. Perkara
yang dicintai adalah sedikit makan, sedikit tidur dan sedikit bicara. Sedangkan
perkara yang dibenci adalah banyak bicara, banyak makan dan banyak tidur” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 5: 48).
‘Umar bin ‘Abdul
‘Aziz berkata,
من عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه
“Siapa
yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit
bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat” Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata
beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya”
(Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291). Yang kita saksikan di tengah-tengah kita,
“Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”.
Ibnu Rajab berkata,
“Jika seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, kemudian
menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, maka tanda baik Islamnya telah
sempurna” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 295).
Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar Termasuk yang Bermanfaat
Mungkin ada sebagian
yang menganggap bahwa meninggalkan hal yang tidak bermanfaat berarti
meninggalkan pula amar ma’ruf nahi mungkar.
Jawabnya, tidaklah
demikian. Bahkan mengajak pada kebaikan dan melarang dari suatu yang mungkar
termasuk hal yang bermanfaat. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung” (QS. Ali
Imran: 104) (Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, 182). Sehingga dari sini
menunjukkan bahwa nasehat kepada kaum muslimin di mimbar-mimbar dan menulis
risalah untuk disebar ke tengah-tengah kaum muslimin termasuk dalam hal yang
bermanfaat, bahkan berbuah pahala jika didasari dengan niat yang ikhlas.
Ya Allah, berilah
kami petunjuk untuk mengisi hari-hari kami dengan hal yang bermanfaat dan
menjauhi hal yang tidak bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar