Alhamdulillah. Kita
panjatkan segala puji pada Allah dan kita meminta pertolonganNya. Seraya
memohon ampun dan meminta perlindunganNya dari segala keburukan jiwa dan dari
kejelekan amaliah. Barangsiapa yang telah Allah tunjukkan jalan baginya, maka
tiada yang bisa menyesatkannya. Dan barang siapa yang telah Allah sesatkan
jalannya, maka tiada yang bisa memberinya petunjuk. Ya Allah limpahkanlah
salawat dan salam bagi Muhammad saw berserta keluarga dan sahabat-sahabatnya,
semuanya.
Dari Shahabat Jabir
bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا
الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ
يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ
الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengajari kami shalat istikharah dalam setiap
perkara / urusan yang kami hadapai,
sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Quran. Beliau berkata,
“Jika salah seorang di antara kalian berniat dalam suatu urusan, maka
lakukanlah shalat dua raka’at yang bukan shalat wajib, kemudian berdoalah…”.
(HR. Al-Bukhari)
Sahabat sekalian,
hadits di atas merupakan hadits yang agung. Karena di dalamnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya apabila menemui suatu perkara /
urusan, maka hendaknya melakukan shalat istikharah. Namun yang menjadi poin
bahasan kali ini adalah dua hal saja, yaitu hanya pada tulisan yang diberi
cetak lebih tebal dari yang lain.
Yang pertama, Nabi
mengajarkan shalat istikharah dalam setiap perkara / urusan. Jadi tidak benar
ada anggapan bahwa shalat istikharah hanya dilakukan terbatas untuk urusan yang
meragukannya, sehingga ia perlu melakukan shalat istikharah. Karena dalam
bahasa Arab, kata كل memiliki arti setiap / semua.
Kedua, sebagian orang
salah paham dalam melaksanakan shalat istikharah. Sebagian dari mereka
melakukan shalat istikharah ketika dihadapkan kepada pilihan yang sulit atau
meragukannya. Padahal ini kurang tepat, karena yang tepat adalah ketika
seseorang telah mantap hatinya dengan keputusan yang ia ambil dalam urusan yang
dihadapinya.
Kata هَمَّ (sebagaimana
yang saya lihat dalam kamus Arab-Indonesia karya Mahmud Yunus) memiliki arti
berniat. Karena sebagian orang mengartikannya dengan menghadapi, padahal jika
diartikan demikian, maka shalat istikharah dilakukan sebelum hati mantap dengan
keputusan. Padahal shalat istikharah dilakukan saat hati telah mantap dengan
keputusan.
Apa hikmahnya ketika
shalat istikharah dilakukan saat hati telah mantap? Jawaban yang saya dapatkan
berasal dari penjelasan Al-Ustadz Aris Munandar dalam sesi tanya-jawab kajian
rutin pagi. Beliau menuturkan jawaban dengan dua alasan.
1. Jika seseorang telah mantap dengan
suatu urusan, maka ia memohon kepada Allah, apabila urusannya tersebut baik dan
diridhai oleh Allah, maka Allah akan mempermudah jalannya untuk mendapatkan
perkara tersebut.
2. Jika perkara tersebut tidaklah baik
baginya, Allah akan datangkan penghalang dan pencegah baginya, sehingga ia akan
dicegah untuk melaksanakan urusan tersebut.
Allah Ta’ala
berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى
أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Semoga tulisan
singkat ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
0 komentar:
Posting Komentar