Khitan (Ilustrasi) |
ALFUTUH - Masalah ini
diperselisihkan oleh para ulama bahkan oleh para dokter sendiri, dan terjadi perdebatan
panjang mengenai hal ini di Mesir selama
beberapa tahun.
Sebagian
dokter ada yang
menguatkan dan sebagian
lagi menentangnya, demikian pula
dengan ulama, ada
yang menguatkan dan ada
yang menentangnya.
Barangkali pendapat yang
paling moderat, paling adil, paling rajih,
dan paling dekat kepada
kenyataan dalam masalah
ini ialah khitan ringan, sebagaimana
disebutkan dalam beberapa
hadits meskipun tidak sampai
ke derajat sahih,
bahwa Nabi saw. Pernah
menyuruh seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita ini, sabdanya:
"Sayatlah
sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan
wajah dan menyenangkan suami."
Yang dimaksud
dengan isymam ialah taqlil (menyedikitkan),
dan yang dimaksud dengan laa tantahiki ialah laa tasta'shili (jangan kau
potong sampai pangkalnya).
Cara pemotongan seperti yang
dianjurkan itu akan menyenangkan
suaminya dan mencerahkan (menceriakan)
wajahnya, maka inilah barangkali yang lebih cocok.
Mengenai masalah ini,
keadaan di masing-masing negara Islam tidak
sama. Artinya, ada yang melaksanakan khitan wanita dan ada pula yang tidak.
Namun bagaimanapun, bagi
orang yang memandang bahwa
mengkhitan wanita itu
lebih baik bagi anak-anaknya, maka
hendaklah ia melakukannya,
dan saya menyepakati pandangan
ini, khususnya pada
zaman kita sekarang ini.
Akan hal orang yang
tidak melakukannya, maka tidaklah
ia berdosa, karena
khitan itu tidak lebih dari sekadar
memuliakan wanita, sebagaimana kata para
ulama dan seperti yang disebutkan
dalam beberapa atsar.
Adapun khitan
bagi laki-laki, maka
itu termasuk syi'ar Islam,
sehingga para ulama menetapkan bahwa
apabila Imam (kepala negara
Islam) mengetahui warga
negaranya tidak berkhitan, maka
wajiblah ia memeranginya
sehingga mereka kembali kepada
aturan yang istimewa yang membedakan umat Islam dari
lainnya ini.
(Red : Fajar Iswanto)
Sumber : Fatwa
Qurdhowi
0 komentar:
Posting Komentar