Alhamdulillah. Kita
panjatkan segala puji pada Allah dan kita meminta pertolonganNya. Seraya
memohon ampun dan meminta perlindunganNya dari segala keburukan jiwa dan dari
kejelekan amaliah. Barangsiapa yang telah Allah tunjukkan jalan baginya, maka
tiada yang bisa menyesatkannya. Dan barang siapa yang telah Allah sesatkan
jalannya, maka tiada yang bisa memberinya petunjuk. Ya Allah limpahkanlah
salawat dan salam bagi Muhammad saw berserta keluarga dan sahabat-sahabatnya,
semuanya.
Hukum asalnya merubah
sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan
firman Allah,
وَلأَمُرَنَّهُمْ
فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ
“Dan akan aku
(setan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka
meubahnya.” (QS. An-Nisa: 119).
Ayat ini menjelaskan
bahwa merubah ciptaan Allah termasuk sesuatu yang haram dan merupakan bujuk
rayu setan kepada anak Adam yang melakukan kemaksiatan.
Imam Bukhari dan Imam
Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, ia mendengar Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat perempuan yang mencabut (alisnya), menata
giginya agar terlihat lebih indah yang mereka itu merubah ciptaan Allah.
Hadist ini merupakan
laknat (dari rasulullah .pen) kepada wanita-wanita yang mencabut alisnya dan
menata giginya dikarenakan mereka telah merubah ciptaan Allah. Dalam riwayat
yang lain dikatakan, orang-orang yang merubah ciptaan Allah.
Namun, dalam beberapa
hal ada pengecualian yang dibolehkan oleh syariat. Seperti dalam keadaan
darurat dan mendesaknya kebutuhan, maka tidak mengapa merapikan gigi karena
suatu hal yang darurat dan kebutuhan. Darurat dalam kategori syariat yaitu gigi
yang ompong atau gingsul, yang perlu diubah karena sulit mengunyah makanan atau
agar berbicara dengan fasih dll. Dalil mengenai hal ini adalah ‘Arjafah bin
As’ad radhiallahu’anhu, ia mengatakan, “Hidungku terpotong pada Perang
Kullab di masa jahiliyah. Aku pun menggantikannya dengan daun, tetapi daun itu
bau sehingga menggangguku. Lal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menyuruhku menggantinya dengan emas.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai, dan Abu
Dawud).
Perintah Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Arjafah untuk memperbaiki hidungnya dengan
emas merupakan dalil bolehnya memperbaiki gigi. Adapun memperbaiki gigi yang
cacat, maka tidak ada larangan untuk menatanya agar hilang cacatnya.
Pertama,
jika tujuannya supaya bertambah cantik atu indah, maka ini hukumnya haram. Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat
lebih indah yang merubah ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal
yang demikian untuk estetika (keindahan), dengan demikian seorang laki-laki
lebih layak dilarang daripada wanita.
Kedua,
jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat, tidak mengapa ia melakukannya.
Sebagian orang ada suatu cacat pada giginya, mungkin pada gigi serinya atau
gigi yang lain. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk melihatnya.
Keadaan yang demikian ini dimaklumi untuk membenarkannya. Hal ini dikategorikan
sebagai menghilangkan aib atau cacat bukan termasuk menambah kecantikan. Dasar
argumentasinya (dalil), Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang
laki-laki yang hidungnya terpotong agar menggantinya dengan hidung palsu dari
emas, yang demikian ini termasuk menghilangkan cacat bukan dimaksudkan untuk
mempercantik diri.”
Allahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar