Pondok Pesantren Al - Futuh Pandes II, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta
Mencetak kader pemimpin umat, membangun peradaban dunia, mendidik santri untuk memiliki karakter muslim yang kuat dan Cerdas.
Santri Al - Futuh Pandes II, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta
Mencetak Generasi Baru yang berlandaskan Islam, Cerdas, Kritis dan Kreatif.
Visi
Mencetak kader pemimpin umat, Membangun peradaban dunia, mendidik santri untuk memiliki karakter muslim yang kuat dan cerdas.
PonPes Al-futuh, Pandes II, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta
Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.(Sayidina Ali bin Abi Thalib).
TK MASYITOH Al - Futuh Pandes II, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta
Mencetak Generasi Baru yang berlandaskan Islam, Cerdas, Kritis dan Kreatif. Serta disiapkan Untuk Melanjutkan kejenjang sekolah Dasar.
Senin, 10 Desember 2012
Shalawat Amalan Allah
Di antara kiat sukses adalah mengikuti dan meniru cara yang dilakukan oleh orang-orang yang sudah sukses. Dengan begitu, insya Allah kesuksesan juga akan bisa kita raih.
Dalam hal shalawat, tidak tanggung-tanggung, yang kita contoh adalah Allah SWT dan para malaikat-Nya. (QS al-Ahzab [33]: 56).
Subhanallah. Jika kita mau bershalawat untuk Nabi SAW, maka kita telah meniru apa yang dilakukan Allah dan malaikat-Nya. Inilah pesona shalawat. Kesuksesan apa yang akan kita raih?
Allah yang Mahakuasa, yang di tangan-Nya segala kesuksesan, keselamatan, kemuliaan, kehormatan, telah memerintahkan kita selaku hamba-Nya untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, yakni manusia yang paling dicintai-Nya. Dan, masya Allah, Allah melakukan hal itu; bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Tabarakallah. Mahasuci Allah Yang telah meninggikan nama Nabi Muhammad, sehingga tidak disebut La ilaha illallah, tanpa Muhammad Rasulullah. Allah “menyejajarkan”, “menyandingkan” nama-Nya yang Mahaagung dan Mahamulia, dengan nama Nabi Muhammad di dalam kalimat tauhid, kalimat syahadat.
Masya Allah, ingin menangis rasanya.Ya Rasulallah, izinkan kami—umatmu ini—bershalawat untukmu. “Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa-dzurriyyatihi, wa ashhabihi wa ummatihi.”
Silahkan, mau pakai Sayyidina, boleh. Nggak pakai, juga boleh. Tapi, sebaiknya pakai Sayyidina, sebagai bentuk penghormatan kita untuk membedakan menyebut namanya dengan nama manusia lain.
Saya mengajar tentang shalawat, alhamdulillah atas izin Allah, saya merasa sangat bahagia. Saya mengajarkan kepada diri saya, keluarga saya, dan siapa saja yang mau percaya dan mengikuti untuk membaca shalawat.
Sungguh, jika mau segala kemudahan dan kesuksesan, perbanyaklah bershalawat kepada Rasulullah SAW. Semakin rutin dan banyak jumlahnya, maka akan semakin baik. Dengan begitu, shalawat akan menjadi salah satu pakaian amal kita sehari-hari.
Banyak itu kira-kira minimal 100 kali dalam sehari. Kalau masalah yang dihadapi lagi berat, dan kebutuhan banyak, maka perbanyaklah lagi bershalawat. Kalau perlu hingga1.000 kali dalam sehari atau lebih.
Jika yang demikian itu rutin kita lakukan, sering kita baca, misalnya 40 hari atau 100 hari tanpa putus, insya Allah, segala kemudahan akan menyertai kita. Cobalah, Anda tidak akan rugi.
Jika sudah merasa ada kemajuan, maka teruskanlah bershalawat dalam setiap kesempatan. Dan jika belum, teruslah mencoba dengan sepenuh keyakinan dalam menjalankan amalan yang juga dilakukan Allah dan malaikat-Nya ini.
Insya Allah, Anda akan merasakan manfaatnya. Apalagi, jika kita juga melakukan amal-amal saleh dari amalan-amalan sunnah yang diajarkan Rasulullah, niscaya shalawat itu akan lebih bermakna dan bertenaga.
Shalawat paling pendek, Shallallahu ‘ala Muhammad. Dan di antara shalawat yang paling keren adalah shalawat yang dipakai dalam tahiyyat akhir saat shalat, yakni Shalawat Ibrahimiyyah.
Di situ, kita juga menyebut nama Nabi Ibrahim AS, sang kekasih Allah. Semoga kita yang hina ini, selalu diizinkan Allah untuk beramal dengan amalan Allah, yakni bershalawat. Amin.
Oleh: Ustaz Yusuf Mansur
Selasa, 04 Desember 2012
Manajemen Lebah, Umat muslim apakah Bisa
Rasulullah SAW mengumpamakan Muslim itu seperti lebah. "Mukmin itu bagaikan lebah. Jika hinggap pada tanaman berbunga, ia memakan sarinya yang baik, tidak mematahkan maupun merusak yang dihinggapinya." (HR Ahmad, Abu Syaibah, dan Thabrani).
Hadis di atas memberi isyarat kuat bahwa setiap Mukmin harus belajar dari manajemen lebah. Setiap Mukmin harus selalu mencari dan mengonsumsi makanan yang halal dan baik (halalan thayyiban) sekaligus tidak membuat kerusakan lingkungan.
Makanan yang halal dan bergizi adalah sumber energi kehidupan yang penuh keberkahan, mendatangkan manfaat, dan memacu produktivitas. Tidak merusak lingkungan berarti bersikap harmoni pada alam, dan selalu berusaha memakmurkan dan menyejahterakan umat manusia di muka bumi. Merusak lingkungan berarti berakibat buruk bagi dirinya dan orang yang ada disekitarnya.
Menurut mufassir Tantowi Jauhari, manajemen lebah itu sungguh unik dan perlu diteladani. Lebah itu tidak ada yang hidup egois dan individualis. Sarangnya senantiasa bersih dan terlindung. Hidupnya selalu bersatu, bekerjasama secara kompak dan saling melengkapi.
Meskipun dipimpin seekor "lebah ratu", komunitas (koloni) lebah selalu berbagi tugas secara rapi. Ada yang membuat sarang, mencari sari madu, mengumpulkan bahan makanan, pembuat madu, prajurit, peneliti (terutama untuk mencari tempat baru), dan sebagainya. Semua bekerja secara "profesional". Hasil kerjanya dipergunakan untuk kemanfaatan semua pihak lain, terutama manusia.
Manajemen lebah sungguh efektif dan produktif. Satu koloni lebah yang berisi puluhan ribu lebah, mampu menghasilkan dua sampai tiga liter madu dalam satu musim. Bukan hanya madu, lebah juga mampu memberi manfaat lainnya. Sengatan lebah bermanfaat untuk terapi akupuntur.
Dengan demikian, nilai-nilai manajemen lebah yang patut diaktualisasikan dalam kehidupan Mukmin adalah kebersihan (lingkungan maupun makanan yang dikonsumsi), visi dan misi yang terorganisasi secara rapi (menghasilkan produk yang bermanfaat).
Selain itu, lebah juga sangat menjaga kesatuan dan kerja sama, mengikuti jalan Tuhan (ketaatan), mobilitas dan produktivitas tinggi, hidup harmoni dengan alam (tidak merusak, tapi justru membantu penyerbukan bunga pada suatu tanaman), dan selalu berprinsip memberi kemanfaatan (obat dan minuman sehat) bagi orang lain. Perhatikan (QS an-Nahl [16]: 68-69).
Nabi SAW menegaskan ayat di atas dengan menambahkan; “Jika engkau bergaul dengannya, ia memberimu manfaat; jika engkau ajak bermusyawarah, ia pun memberi manfaat; jika engkau ajak berdiskusi, ia mau memberi manfaat. Segala aktivitas (hidupnya) memberi manfaat. Demikianlah, lebah dengan segala aktivitas dan produknya selalu bermanfaat." (HR al-Baihaqi).
Meneladani manajemen lebah itu, mengharuskan setiap Mukmin untuk bersikap, berpikir, berbuat, dan berkarya demi kemanfaatan dan kemaslahatan bagi orang lain. Karena, sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. (HR at-Thabrani).
Jika setiap Mukmin selalu belajar manajemen lebah, niscaya umat dan bangsa ini akan sejahtera, dan terhindar dari perbuatan buruk seperti korupsi. Wallahu a’lam.
Sayangilah Hewan Peliharaan mu
Pada suatu hari, Abdullah bin Jafar melakukan suatu perjalanan. Ketika sampai di sebuah kebun kurma milik seseorang, dia berhenti untuk beristirahat.
Di saat itu, dilihatnya ada seorang budak belia yang sedang menjaga kebun kurma tersebut. Ia melihat budak itu mengeluarkan bekalnya berupa tiga potong makanan.
Tiba-tiba, seekor anjing datang menghampirinya sambil mengonggong dan menjulurkan lidahnya sebagai tanda ingin memakan makanan yang dikeluarkan oleh budak itu.
Budak itu pun melemparkan sepotong makanannya ke arah anjing dan anjing itu pun memakainya. Kemudian dilemparkan pula sepotong lagi dan dimakannya pula. Walau sudah dapat dua potong makanan, anjing itu tak jua meninggalkan budak tersebut.
Maka, ia pun melemparkan lagi makanannya untuk ketiga kalinya dan anjing itu kembali memakannya. Akhirnya, habislah semua bekal makanannya.
Abdullah bin Jafar yang melihat hal itu sangat heran dan kagum, karena si hamba telah memberikan semua makanannya kepada anjing itu. Kemudian Abdullah menghampirinya, lalu berkata, “Wahai anakku, berapa banyakkah bekal makananmu sehari di tempat ini?”
“Tiga potong saja yang kesemuanya telah dimakan oleh anjing tadi,” jawabnya.
Abdullah bertanya, “Mengapa engkau berikan semua kepada anjing itu? Dan apa yang akan engkau makan?”
Ia menjawab, “Wahai tuan, tempat ini bukanlah kawasan anjing. Jadi, aku yakin dia datang dari tempat yang jauh, dan tentu dia sangat lapar. Sedang aku sendiri, biarlah aku tidak makan hari ini.”
Mendengar hal tersebut, Abdullah kagum dengan kemuliaan si budak itu. Akhirnya, Abdullah bin Jafar membeli kebun kurma dan budak itu dari tuannya. Kemudian dia memerdekakan si hamba, dan kebun kurma itu diberikan kepadanya. Setelah itu, dia pergi meninggalkan tempat itu untuk meneruskan perjalanannya.
Pelajaran yang dapat kita petik dari kisah di atas adalah hendaknya kita menyayangi hewan, termasuk kepada anjing. Sebab, sebagai seorang Muslim kita menyadari bahwa semua hewan merupakan makhluk Allah SWT yang harus dihormati. Karena itu, kita menyayanginya sebagaimana Allah menyayangi hewan yang menciptakannya.
Lebih daripada itu, menyayangi binatang merupakan bagian dari perintah agama yang harus kita realisasikan dalam keseharian kita. Ketika kita menyayangi binatang, maka Allah SWT akan memberikan pahala dan pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda, “Terhadap yang mempunyai hati yang basah terdapat pahala.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang laki-laki berjalan dalam keadaan sangat kehausan, kemudian ia turun ke salah satu sumur, dan meminum airnya. Ketika ia keluar dari sumur, ia melihat seekor anjing yang tampak sangat kehausan dengan hanya menjilati tanah.”
“Ia berkata, ‘Sungguh anjing ini telah sampai pada kondisi yang aku juga sepertinya.’ Laki-laki itu lantas memenuhi sepatunya dengan air, menahannya dengan mulutnya, kemudian naik dan memberikan airnya kepada anjing tersebut. Ia bersyukur kepada Allah, dan Allah pun mengampuni dosa-dosanya.” (HR Bukhari).
Untuk itu, mari kita sayangi hewan yang ada di sekeliling kita sebagai wujud dari ketaatan kita kepada Allah SWT dan menebarkan kasih sayang kepada segenap makhluk-Nya. Wallahu a’lam.
Janganlah Mendekati Zina
Apabila perzinaan sudah meluas di masyarakat dan dilakukan secara terang-terangan (dianggap biasa),maka infeksi dan penyakit mematikan yang sebelumnya tidak terdapat pada zaman nenek moyangnya akan menyebar di antara mereka.
Seperti kita ketahui, penyebaran AIDS bisa melalui tranfusi darah, alat-alat kedokteran gigi maupun jarum suntik. Namun, penyebaran AIDS yang paling hebat dan sangat mendasar adalah lewat praktek-praktek prostitusi. Ini terbukti, di mana banyak prostitusi, di situ penyakit yang mematikan itu tumbuh subur.
Sebagai muslim, sebetulnya kita tidak perlu khawatir terhadap serangan AIDS, asal -- tentu saja -- kita menaati ajaran agama. Dalam Alquran, Allah telah memberikan kiat penangkal penyakit yang berbahaya itu. ''Wala taqrabu al-zina (Janganlah mendekati zina)'' (Q.S. 17:32).
Kalau kita renungkan, tampaklah bahwa ayat di atas sangat antisipatif: Allah menjaga orang-orang beriman dari bahaya-bahaya yang akan diakibatkan oleh perzinaan. Jangankan melakukan, mendekat pun kita sudah tidak diperbolehkan oleh Allah. Sebab Allah Mahatahu sifat manusia yang apabila mendapat satu, dia menginginka yang kedua, mendapat yang kedua, dia menginginkan yang ketiga dan seterusnya, hingga terjadilah perzinaan itu.
Apabila kita mampu menaati perintah Allah tadi, insya Allah kita akan terbebas dari azab Allah yang ditimpakan kepada kaum yang tidak mau menjaga farajnya, baik azab dunia, terlebih-lebih azab akhirat. Dalam ayat lain disebutkan bahwa orang yang menjaga kemaluannya akan beruntung (Q.S. 23:5). Jika sekarang digalakkan kampanye penanggulangan AIDS yang dilakukan oleh orang-orang terkenal, nampaknya seperti suatu hal yang sia-sia. Karena banyak usaha tersebut tidak sejalan dengan aturan Allah, bahkan ada yang sangat nyata-nyata menentang aturan Allah, misalnya menyediakan kondom bagi pelaku pelacuran.
Mengatakan AIDS adalah penyakit kutukan secara membabi buta barangkali tidak begitu tepat. Namun kita tidak ragu-ragu mengatakan bahwa AIDS adalah azab dunia bagi para pezina. AIDS harus disikapi dari dua dimensi: duniawi dan ukhrawi.
Dalam dimensi duniawi, AIDS mungkin bisa menyerang siapa saja. Sedangkan dalam dimensi ukhrawi penyakit AIDS merupakan azab Allah yang ditimpakan kepada para penentang aturan-Nya. Bala ini sebagai eksesnya bisa menimpa orang beriman, terlebih-lebih jika orang beriman menyetujui praktik perzinaan walaupun tidak melakukan.
Hadis riwayat Ibnu Majah, Al Bazzar, dan Al Baihaqi, yang dikutip di atas kiranya sangat pas untuk menggambarkan keadaan dewasa ini, dan secara gamblang membuktikan kebenarannya. Kalau dahulu hanya dikenal sipilis dan sebangsanya, sekarang dikenal AIDS. Jika praktek prostitusi semakin merajalela, walau seandainya nanti AIDS dapat disembuhkan, tak mustahil akan muncul penyakit lain yang lebih mengerikan. Na'udzubillah.
Senin, 11 Juni 2012
Sedekah; Sebab Keberkahan dan Bertambahnya Rizki
Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para
sahabatnya.
Sebagian orang masih
juga mengira bahwa mengeluarkan harta dalam bentuk zakat, infak dan sedekah /
shadaqah fi sabilillah akan mengurangi jumlah nominal harta dan menyebabkan
kefakiran. Hal ini wajar, karena sifat dasar manusia adalah pelit. Ditambah lagi
syetan selalu menakut-nakuti orang yang akan berinfak dengan kefakiran.
Tujuannya agar mereka tidak mendapat pahala dan kebaikan yang menjadi sarana
masuk surga.
Allah Ta'ala
berfirman,
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ
بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا وَاللَّهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ
"Setan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat
buruk (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan
karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS.
Al-Baqarah: 268)
Ibnu Katsir berkata
tentang firman Allah Ta'ala, "Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu
dengan kemiskinan", maksudnya: ia menakut-nakuti kalian dengan kefakiran
supaya kalian tetap menggenggam tangan kalian, sehingga tidak menginfakkanya
dalam keridhaan Allah.
"Dan menyuruh
kamu berbuat buruk", maksudnya: bersama larangannya kepada kalian dari
berinfak karena takut miskin, Setan menyuruh kalian dengan kemaksiatan,
perbuatan dosa, keharaman, dan menyalahi perintah al-Khallaq (pencipta; yakni
Allah Ta'ala)."
Al-Jazairi berkata
dalam menafsirkan "Dan menyuruh kamu berbuat buruk": dia (setan)
menyeru kalian untuk mengerjakan perbuatan buruk, di antaranya bakhil dan
kikir. Karenanya Allah Ta'ala memperingatkan para hamba-Nya dari setan dan
godaannya, lalu mengabarkan bahwa setan menjanjikan dengan kefakiran, artinya:
menakut-nakuti mereka dengan kemiskinan sehingga mereka tidak mengeluarkan
zakat dan shadaqah. (Sebaliknya) ia menyuruh mereka untuk berbuat buruk
sehingga mengeluarkan harta mereka dalam keburukan dan kerusakan, serta bakhil
mengeluarkannya untuk kebaikan dan kemaslahatan umum."
Padahal sebaliknya.
Harta yang dikeluarkan fi sabilillah (di jalan Allah) akan mendatangkan
keberkahan. Yakni menambah kebaikan dari harta itu dan berkembang menjadi
banyak seperti dalam firman Allah Ta'ala,
يَمْحَقُ
اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
"Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (QS. Al-Baqarah: 276)
Makna Allah
menyuburkan sedekah adalah memperbanyak dan mengembangkannya di dunia.
Sedangkan di akhirat, Allah menjaganya semenjak di keluarkan harta tersebut
untuk infak. Penjagaan ini seperti seseorang menjaga benih yang ditanamnya
dengan diperhatikan dan dipupuk sampai benih tersebut menjadi pohon yang besar.
Atau seperti seseorang yang menjaga dan memelihara anak kuda yang masih kecil,
ia beri makan dan ia rawat dengan baik sehingga menjadi kuda yang besar dan
tangguh. Artinya pahala besar akan ia peroleh walaupun melalui infak yang
sedikit.
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
Allah Ta'ala berfirman:
أَنْفِقْ
يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
"Berinfaklah
wahai anak Adam, niscaya aku berinfak kepadamu."
(Muttafaq 'Alaih) Maknanya adalah Aku beri ganti yang lebih baik
untukmu. Ini selaras dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَمَا
أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ
"Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi
rezeki yang sebaik-baiknya." (QS. Saba': 39)
Hadits ini sangat
agung. Ia mengandung perintah untuk bersedekah dalam kebaikan dan berinfak fi
sabilillah. Lalu anjuran untuk bergembira dengan ganti dari kemurahan Allah
Ta'ala. Bahwa sedekah dan infak termasuk sebab utama datangnya keberkahan dan
dilipatgandakannya rizki. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberi ganti dengan
surga bagi siapa yang berinfak di jalan-Nya.
Keutamaan Infak dan
Sedekah
Banyak sekali
nash-nash yang menjelaskan keutamaan sedekah dan infak fi sabilillah.
Fungsinya, sebagai perintah bagi orang muslim agar memberikan sebagian dari
hartanya untuk mengharapkan pahala yang besar dari Allah Ta'ala. Dan
sesungguhnya Allah telah menjadikan infak kepada Sail wa Mahrum (para
peminta-minta dan orang susah yang menahan diri dari meminta-minta) sebagai
sifat khusus hamba-hamba Allah yang muhsinin. Sebagaimana dalam firman-Nya
Subhanahu wa Ta'ala, "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di
dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang
diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di
dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu
malam;Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bahagian." (QS. Al-Dzaariyat: 15-19)
Allah juga berjanji,
Dia akan memberikan untuk munfiqin balasan berlipat-lipat yang lebih besar dari
apa saja yang telah mereka infakkan. Ini berlaku di dunia dan akhirat. Allah
Ta'ala berfirman,
مَنْ
ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً
"Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya
dengan lipat ganda yang banyak." (QS. Al-Baqarah: 245)
Sedekah dan infak
adalah salah satu pintu kebaikan. Juga termasuk bagian terbesar dari bentuk
jihad. Bahkan semua ayat yang berbicara jihad, jihad harta didahulukan atas
jihad dengan jiwa kecuali hanya satu tempat, yakni QS. Al-Taubah: 111.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Jihadilah orang-orang
msuyrik dengan harta, jiwa dan lisan kalian." (HR. Abu Dawud)
Infak dan sedekah
juga merupakan amal shalih yang paling dicintai Allah sebagaimana dalam sebuah
hadits, "Kebahagiaan yang engkau masukkan ke dalam hati orang mukmin,
menghilangkan kesulitannya, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa
laparnya." (HR. al-Baihaqi)
Infak dan sedekah
bisa mengangkat kedudukan pelakunya sampai pada kedudukan tertinggi. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya dunia ini untuk
empat orang: hamba yang Allah beri harta dan ilmu lalu dengannya ia bertakwa
kepada Allah, menyambung silaturahim, dan mengetahui hak Allah dalam hartanya,
inilah orang yang berada pada tingkatan paling utama. . ." (HR.
al-Tirmidzi)
Sedekah atau infak
juga bisa menghindarkan pelakunya dari musibah dan mara bahaya. Selain itu
sedekah juga bisa menyelamatkan orang yang bersedekah dari bencana dan
kesulitan. Hal ini seperti sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
المعروف
إلى الناس يقي صاحبها مصارع السوء و الآفات و الهلكات و أهل المعروف في الدنيا هم أهل
المعروف في الآخرة
"Berbuat baik
kepada manusia menghindarkan pelakunya dari kematian buruk, musibah, dan
kehancuran. Dan ahli kebaikan di dunia akan menjadi ahli kebaikan di akhirat."
(HR. Al-Hakim)
Dalam riwayat
al-Tirmidzi dan selainnya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;
"Sesungguhnya shadaqah benar-benar memadamkan kemurkaan Allah dan
menghindarkan dari kematian buruk."
Selain itu, sedekah
bisa menghapuskan dosa dan kesalahan serta menyelamatkan dari adzab Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Ini seperti yang terdapat dalam hadits Shahih, "Peliharalah
dirimu dari api neraka walau dengan setengah biji kurma." (HR.
Al-Bukhari)
. . . Banyak sekali nash-nash yang menjelaskan keutamaan sedekah dan
infak fi sabilillah.
Fungsinya, sebagai perintah bagi orang muslim agar memberikan
sebagian dari hartanya untuk mengharapkan pahala yang besar dari Allah Ta'ala.
. . .
Masih banyak lagi
keutamaan sedekah dan infak. Tidak semua bisa disebutkan dalam tulisan singkat
ini. Namun yang jelas, tidak ada rugi bagi yang memperbanyak sedekah kebaikan,
khususnya dakwah dan perjuangan untuk meninggikan kalimatullah. Tentu ini
dengan syarat, yaitu: ikhlas karena Allah dan berharap pahala dari-Nya semata,
mengutamakan pahala akhirat dari pada pahala dunia, dan tidak diikuti dengan
menyakiti orang yang diberi. Wallahu Ta'ala A'lam.
Minggu, 03 Juni 2012
Emang Benar Pohon di Kuburan Meringankan Siksa?
Segala puji hanya
bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum
muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Diriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu beliau bersabda:
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ
فِيْ كَبِيْرٍ،أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا
الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ
“Sungguh kedua
penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar
(dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya)
tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling
menebar namiimah (mengadu domba).”
Kemudian beliau
mengambil pelepah kurma basah. Beliau membelahnya menjadi dua, lalu beliau
tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,
“Wahai, Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab:
لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ
يَيْبَسَا
“Semoga
keduanya diringankan siksaannya, selama kedua pelepah ini belum kering.” (Hadits
shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 216 dan Muslim, no. 292)
Dalam redaksi lain
disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا
يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ، وَإِنَّهُ لَكَبِيرٌ
“Mereka
berdua tidak disiksa karena perkara besar (dalam pandangan keduanya), namun
sesungguhnya itu adalah perkara besar.” (Hadits shohih. Diriwayatkan
oleh al-Bukhari, no. 6055).
Berkaitan dengan
lafadz ini, An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama telah menyebutkan
dua tafsiran dalam hadits ini. Makna pertama. Itu bukanlah perkara besar dalam
pandangan mereka berdua. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala :
وَتَحْسَبُوْنَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ
اللهِ عَظِيْمٌ (15(
“Dan
kamu menganggapnya suatu perkara yang ringan saja, padahal hal itu pada sisi
Allah adalah perkara yang besar.” (QS. An-Nuur: 15)
Makna kedua.
Meninggalkan kedua perkara ini bukanlah sesuatu yang besar (susah). Dengan kata
lain, kedua perkara ini adalah perkara yang mudah dan ringan untuk
ditinggalkan. (Syarah Shohiih Muslim, 3/201).
Tidak Menjaga Diri Dari Kencing Adalah
Dosa Besar
Salah satu penghuni
kubur itu disiksa karena semasa hidupnya tidak menjaga diri dari kencing, yakni
tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri, tidak istinja’ atau
bersuci setelah kencing sehingga tubuhnya terkena najis. Sebagian ulama
mengatakan bahwa yang dimaksud tidak menjaga diri dari kencing adalah tidak
menutupi diri ketika kencing. Semua pendapat ini saling melengkapi dan tidak
saling bertentangan.
Dari hadits di atas,
dapat kita simpulkan bahwa tidak menjaga diri dari kencing merupakan dosa
besar, karena pelakunya diancam dengan siksa di Akherat.
Syaikh Abdul Aziz
ar-Rajihi hafizhahullah menjelaskan bahwa pendapat yang paling kuat tentang
pengertian dosa besar adalah segala perbuatan yang pelakunya diancam dengan api
Neraka, laknat atau murka Allah di Akherat atau perbuatan yang mendapatkan hukuman
had di dunia. Sebagian ulama menambahkan bahwa termasuk dosa besar adalah suatu
perbuatan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meniadakan iman bagi
pelakunya, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam: “Tidak beriman
salah seorang dari kalian yang…” atau Nabi bersabda: “Bukan golongan kami orang
yang…” atau Nabi berlepas diri dari pelakunya.” (Disarikan dari Ajwibah Mufidah
an Masa-il Adidah, karya Syaikh Abdul Aziz ar Rajihi, hal. 1-4)
Haramnya Namimah (Adu
Domba)
Namimah (adu domba)
yaitu mengutip ucapan seseorang dan menceritakan perkataan tersebut kepada
orang lain dengan tujuan merusak hubungan.
An-Nawawi
rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan
النَّمِيْمَةُ
نَقْلُ كَلاَمِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ إِلَى بَعْضٍ عَلَى جِهَةِ الإِفْسَادِ بَيْنهُمْ
“(Yang dimaksud dengan) namimah yaitu
menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak
hubungan di antara mereka.” (Syarh Nawawi untuk Shohiih Muslim, 1/214,
Syamilah).
Namimah hukumnya
haram, berdasarkan firman Allah Ta’ala :
وَلاَ
تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَهِيْنٍ (10) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيْمٍ (11) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ
مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ (12)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang
banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,
yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.”
(QS. Al-Qalam: 10-12).
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak
akan masuk Surga orang yang suka mengadu domba.” (Hadits shohih.
Diriwayatkan oleh Muslim, no. 105)
Syafa’at dan Do’a Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
Para ulama
menjelaskan bahwa sebab diringankannya adzab bagi kedua penghuni kubur itu
adalah syafa’at dan do’a dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun pelepah
basah yang ditancapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas kedua
kuburan itu hanyalah sebagai penanda batas waktu diterimanya syafa’at Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kedua penghuni kubur itu agar adzab keduanya
diringankan. Inilah pemahaman yang benar.
Imam Muslim
rahimahullah menyebutkan di akhir kitab Shohiih-nya, sebuah hadits yang panjang
dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu tentang dua penghuni kubur yang disiksa,
bahwasanya shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي
مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ، فَأَحْبَبْتُ بِشَفَاعَتِيْ أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا
مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ
“Sesungguhnya aku
melewati dua kuburan yang sedang disiksa. Maka dengan syafa’atku, aku ingin
agar adzabnya diringankan dari keduanya selama kedua pelepah itu masih basah.”
(Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 3012).
Jadi, penyebab
diringankannya adzab bukanlah adanya pelebah basah, akan tetapi karena syafa’at
dan do’a dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini merupakan kekhususan
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Pendapat yang
mengatakan bahwa hal itu merupakan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam merupakan pendapat yang benar. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah menanamkan pelepah, kecuali di atas kuburan yang beliau
ketahui penghuninya sedang disiksa. Dan beliau tidak melakukan hal itu kepada
semua kuburan. Seandainya perbuatan itu Sunnah, tentu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam akan melakukannya kepada semua kuburan. Hal itu merupakan
kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dikarenakan para Khulafa’ur
Rasyidin dan tokoh besar sahabat tidak pernah melakukan hal itu. Kalau,
seandainya itu diperintahkan, tentu mereka akan segera melakukannya.
Pemahaman Keliru
Tentang Hadits Ini
Kaum muslimin
rahimakumullah, ada sebagian muslim yang keliru dalam memahami hadits ini.
Sebagian mereka mengatakan bahwa dianjurkan menanam pohon kurma atau pepohonan
yang lain di atas kuburan. Mereka mengatakan bahwa penyebab diringankan adzab
kedua penghuni kubur itu ialah karena kedua pelepah yang masih basah itu
senantiasa bertasbih kepada Allah Ta’ala. Adapun pelepah yang sudah kering,
maka tidak lagi bertasbih. Oleh karena itulah, mereka menanam pohon di atas
kuburan agar adzab penghuni kubur terus
diringankan.
Pendapat seperti ini
bertentangan dengan Firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ
مِّنْ شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لاَّ تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْ
(44)
“Dan
tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian
tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al Isra’: 44).
Sesungguhnya pelepah
yang kering pun senantiasa bertasbih kepada Allah Ta’ala. Demikian pula debu,
kerikil dan bebatuan di dalam tanah senantiasa bertasbih kepada-Nya. Seandainya
penyebab diringankan adzab adalah tasbih, tentu tidak ada seorangpun yang
mendapatkan siksa di dalam kuburnya, karena debu dan bebatuan yang berada di
atas mayit juga bertasbih kepada Allah Ta’ala.
Maka, apakah pohon di
kuburan dapat meringankan adzab? Tentu saja tidak. Seandainya pepohonan di atas
kuburan dapat meringankan adzab, tentu orang yang paling ringan adzabnya adalah
orang-orang kafir, karena kuburan mereka laksana taman yang besar disebabkan
begitu banyaknya tanaman dan pepohonan yang mereka tanam di atas kuburan
mereka.
Inilah Lima Golongan yang Berhak atas Jaminan Sosial dalam Islam
Sangat tepat kesimpulan yang menyatakan sumbangan
terbesar syariat Islam bagi dunia kontemporer adalah perlindungan kemanusiaan.
Dalam Alquran surah at-Taubah ayat 71 dijelaskan, orang-orang beriman itu
sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam saling mengasihi, menyayangi, dan menyantuni bagaikan
satu tubuh; apabila satu bagian menderita sakit, seluruh tubuh ikut
merasakannya.” (HR Muslim).
Ungkapan di atas menggambarkan betapa Islam
mengajarkan perlindungan kemanusiaan yang menyeluruh, terhadap orang-orang
miskin, atau yang punya penghasilan tapi di bawah standar kehidupan layak.
Orang miskin bukan orang yang malas dan berpangku
tangan, tetapi yang mengalami keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
karena kendala fisik, pendidikan, lingkungan, bencana alam, atau tidak mendapat
kesempatan kerja. Semua terlindungi yang dalam istilah masa kini dinamakan jaminan
sosial.
Dr Musthafa Husni as-Siba’i dalam buku Kehidupan
Sosial Menurut Islam (Judul asli: Isytirakiyyatul Islam) menuturkan, ada
sejumlah golongan masyarakat yang berhak atas jaminan sosial.
Pertama, wajib dipelihara dan diberi jaminan
sosial yaitu fakir miskin, orang sakit, orang buta, orang lumpuh, orang lanjut
usia, ibnu sabil, gelandangan, dan tawanan perang.
Kedua, wajib mendapat bantuan, yaitu orang yang
terlilit utang, terdakwa karena perbuatan tidak disengaja yang diwajibkan
membayar denda, dan orang yang kehabisan ongkos dalam perjalanan.
Ketiga, berhak atas jaminan keselamatan sebagai
tamu. Keempat, jaminan untuk merasakan nikmat Allah. Musthafa as-Siba’i memberi
contoh, ketika datang panen raya, orang-orang yang tidak mampu diberi secara
cuma-cuma sebagai hak yang harus dikeluarkan (QS al-An’am [6]: 141) dan
pembagian warisan kepada selain ahli waris (QS an-Nisaa [4]: 8).
Kelima, jaminan untuk saling membantu keperluan
hidup rumah tangga. Menurut Musthafa as-Siba’i, orang yang hendak menikah tapi
tidak mampu membiayai acara perkawinannya, wajib atas keluarga dekatnya yang
mampu untuk membantu.
Dalam masyarakat Muslim, semua orang apa pun
agamanya harus terlindungi dari kelaparan dan penyakit yang membahayakan
jiwanya. “Bila ada seorang meninggal dunia tersia-sia di lingkungan
orang-orang kaya, maka orang-orang kaya itu terlepas dari perlindungan Allah
dan Rasul-Nya.” (HR Ahmad).
Sumber-sumber keuangan Islam untuk
terselenggaranya jaminan sosial itu berasal penerimaan zakat, infak, wakaf,
hibah, wasiat, ghanimah, nazar, kifarat, fidyah, kurban, zakat fitrah, kas
perbendaharaan negara, dan lainnya.
Semasa Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M),
sumber peneriman negara selain zakat semakin banyak. Khalifah Umar lalu
mendirikan dewan perbendaharaan negara (baitul mal).
Lembaga ini tidak hanya menghimpun mata uang dinar
dan dirham, tapi juga data penghasilan pekerja, data orang-orang yang wajib
membayar zakat dan pembayar jizyah, di samping data fakir miskin. Model yang
seyogianya ditiru oleh badan amil zakat di masa kini. Wallahu a’lam.
Senin, 28 Mei 2012
Perekrutan Masal Tentara SYAITAN, Siapa Mau Ikutan? GRATIS
Alhamdulillah. Kita
panjatkan segala puji pada Allah dan kita meminta pertolonganNya. Seraya
memohon ampun dan meminta perlindunganNya dari segala keburukan jiwa dan dari
kejelekan amaliah. Barangsiapa yang telah Allah tunjukkan jalan baginya, maka
tiada yang bisa menyesatkannya. Dan barang siapa yang telah Allah sesatkan
jalannya, maka tiada yang bisa memberinya petunjuk. Ya Allah limpahkanlah
salawat dan salam bagi Muhammad saw berserta keluarga dan sahabat-sahabatnya,
semuanya.
Sesungguhnya Allah
swt. telah mengambil persaksian tentang Rububiyah-Nya dari setiap manusia. Dan
setiap manusia telah mengatakan, “Balaa syahidnaa.” Namun dalam realitas kita
tetap menyaksikan tidak sedikit manusia mengingkari Allah swt., menentang
Rasul, dan memerangi para dai pengajur kebaikan.
Sehingga kita dapati
manusia terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah mereka yang
sangat tunduk dan patuh pada setiap seruan Nabi dan Rasul. Mereka membenarkan
ayat-ayat Allah yang dibacakan dan diajarkan kepada mereka. Bahkan, mereka
tampil menjadi pembela kebenaran dan senantiasa berjuang dengan segala bentuk
pengorbanan demi tegaknya kalimat “Laa ilaaha illallah, Muhammadar
rasulullah.” Mereka inilah yang disebut Al-Qur’an sebagai Hizbullah,
tentara Allah.
Sedangkan kelompok
kedua, mereka adalah kebalikan dari golongan pertama. Mereka disebut Al-Qur’an
dengan label Hizbush-syaithan, tentara setan. Kelompok ini
senantiasa menebar kebatilan dan mengajak kepada kesesatan. Mereka secara terus
menerus mempengaruhi manusia untuk mengikuti keyakinan mereka dan menikmati
setiap kemasiatan yang dapat mereka lakukan.
Kesimpulan di atas
kita dapat dari tiga ayat berikut ini.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ
حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara
umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di
antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu
di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).” (QS. An-Nahl : 36).
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ
أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Syaitan telah
menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah
golongan setan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan
yang merugi.”(QS. Al-Mujadilah : 19).
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ
أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ
وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ
أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Kamu tidak akan
mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau
pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka
dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan
yang beruntung” (QS. Al-Mujadilah : 22).
Hizbusy-syaithan
tidak pernah diam dan bekerja secara terus menerus dan sistematis untuk
mewujudkan keinginan dan impian-impian Iblis: semua manusia tergelincir ke
dalam neraka. Mereka berusaha menghimpun manusia agar ada dalam pengaruhnya.
Strategi apa yang mereka pakai?
Ada tiga strategi.
Pertama, mereka berusaha keras mengeluarkan manusia dari cahaya Allah dan
ikatan nilai-nilai keimanan.
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ
مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah Pelindung
orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran)
kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah
setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka
itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah
257).
Strategi kedua,
mereka melakukan tazyiin. Tazyiin adalah memandang bagus kemaksiatan. Mereka
menampakkan kemasiatan sebagai ketaatan, melakukan kemungkaran adalah hak asasi,
dan meyakini kemaksiatan sebagai jalan untuk dekat dan perenungan atas karunia
Allah.
Tazyiin adalah
fenomena kekinian yang kita saksikan sehari-hari. Syubhan dijadikan diamalkan
dengan dilengkapi berbagai dalil yang menyesatkan yang seakan-akan logis. Syahwat
diumbar dengan tameng ini hak asasi setiap manusia yang tidak bisa diatur oleh
negara. Memakai fasilitas dan uang negara untuk kepentingan pribadi boleh, asal
dibuatkan aturan yang membuat masyarakat tidak bisa menggugat.
وَقَيَّضْنَا لَهُمْ قُرَنَاءَ فَزَيَّنُوا لَهُمْ مَا بَيْنَ
أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ
مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ
“Dan Kami tetapkan
bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di
hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada
umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia; sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang merugi.” (QS. Fushshilat : 25).
Strategi ketiga
Hizbusy-syaithan adalah taswis. Taswis adalah membisikan kejahatan dan
membangun keraguan dalam hati manusia. Tentara-tentara setan selalu membangun
isu, pikiran-pikiran, dan slogan-slogan yang bertujuan membuat manusia ragu
dengan kebenaran Islam. Manusia tidak yakin bahwa masa depan mereka ada dalam
naungan Islam. Sementara ajaran-ajaran Liberalisme telah memberi begitu banyak
kebebasan syahwati dan bendawi tanpa ikatan moral.
“… dari kejahatan
(bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam
dada manusia. Dari golongan jin dan manusia.” (QS.
An-Naas : 4-6).
Karena itu menjadi
penting bagi kita untuk mengenali ciri-ciri tentara setan agar kita menghindari
dari berteman bersama mereka. Ciri pertama, mereka selalu lupa dari mengingat
Allah (ghaflah).
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ
أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Syaitan telah
menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah
golongan setan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan
yang merugi” (QS. Al-Mujadilah : 19)
Tentara setan dari
golongan manusia bisa siapa saja, dengan status apa pun, dan strata sosial mana
pun. Mereka lupa dengan Allah. Karena lupa, mereka dengan mudah melakukan
banyak pelanggaran. Bayangkan jika orang-orang ini adalah para pemimpin
masyarakat, pemegang tampuk kekuasaan dan pemerintahan. Tentu derajat kerusakan
yang diperbuatnya demikian luas.
Ciri yang kedua,
mengikuti hawa nafsu.
Tentang hal ini Allah
swt. mengungkapnya di surat Maryam (19) ayat 59.
“Maka datanglah
sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti
hawa nafsu, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”
Ciri yang ketiga,
mereka menjauhi Al-Qur’an. Mereka memilih kesesatan sebagai jalan hidupnya.
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأرْضِ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا
سَبِيلَ الرُّشْدِ لا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ
سَبِيلا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ
“Aku akan
memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan
yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat
(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang
membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka
melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah
karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya”
(QS. Al-A'raf : 146).
Ciri keempat, mereka
dikuasi oleh setan.
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ
أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Syaitan telah
menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah
golongan setan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan
yang merugi” (QS. Al-Mujadilah : 19).
Ciri yang kelima,
mereka loyal kepada musuh-musuh Allah.
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ
مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah Pelindung
orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran)
kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah
setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran).
Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (QS.
Al-Baqarah : 257).
Siapapun Bisa Membaca Tanda-Tanda Kiamat
Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat berasal. Shalawat dan salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Rasulillah Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Tak ada satu pun
makhluk di alam semesta, termasuk malaikat, yang mampu memprediksikan waktu
kiamat. Bahkan, Nabi Muhammad SAW yang menjadi kekasih-Nya pun tidak diberi
informasi yang jelas.
Hal tersebut
ditegaskan Allah dalam surat Al-A’raf ayat 187.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا
عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلا هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ لا تَأْتِيكُمْ إِلا بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ
إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
“Mereka menanyakan
kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya
pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang
dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat
(huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan
datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu
seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya
pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”
Tidak dapat
dimungkiri bahwa kita saat ini hidup di akhir zaman. Berbagai peristiwa telah
mengisyaratkan bahwa bumi semakin tua. Cuaca semakin tidak menentu dan sulit
diprediksi. Berbagai bencana, seperti gempa bumi, gunung meletus, badai, dan
banjir kerap terjadi di berbagai penjuru dunia. Ini ditambah dengan gejala
pemanasan global (global warming) yang makin mengkhawatirkan.
Dalam kehidupan
sosial, berbagai kejadian memilukan juga sering terjadi akhir-akhir ini.
Misalnya pembunuhan, pemerkosaan, perang saudara, korupsi, dan berbagai bentuk
kebejatan moral lainnya. Hal tersebut melanda di berbagai penjuru dunia. Banyak
yang mengatakan berbagai kejadian tersebut merupakan pertanda kiamat sudah
dekat.
Dan memang, meskipun
kiamat adalah suatu rahasia besar, tapi Allah memberikan sejumlah isyarat atau
tanda kepada manusia bahwa saatnya telah dekat. Butuh kepekaan hati untuk bisa
membaca tanda-tanda tersebut. Buku karya ulama besar Ibnu Katsir ini mengungkap
banyak hal tentang kiamat. Antara lain, tentang tanda-tanda kedatangannya.
Dalam sebuah hadis,
Rasulullah SAW bersabda, “Segeralah beramal baik sebelum terjadi enam tanda
kiamat. Yaitu, matahari terbit dari arah ia terbenam, Dajjal, asap tebal, satwa
melata bicara (dabbah), petaka (kematian spesifik) perorangan, dan petaka umum
(kiamat besar).” (HR Ahmad).
Dalam hadis lainnya
Rasulullah menjelaskan, "Ada enam tanda kiamat. Yaitu kematianku,
pembebasan Baitul Maqdis, kematian akibat penyakit di dada (wabah binatang),
harta benda melimpah sehingga orang memberi 100 dinar masih membuat yang diberi
marah, petaka menimpa semua rumah bangsa Arab dan gencatan senjata antara
kalian dengan keturunan kuning (bangsa Romawi). Namun, mereka berkhianat dan
menyerang kalian melalui delapan puluh panji, yang masing-masing dengan 12 ribu
orang.”
Hal lain yang banyak
dibicarakan orang terkait dengan kiamat adalah kemunculan Dajjal. Dalam Alquran
dan hadis banyak digambarkan tentang Dajjal. Antara lain, dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sehingga muncul 30 kaum
Dajjal sang pendusta. Semuanya mengaku sebagai utusan Allah, harta benda
melimpah, timbul banyak petaka, dan kekacauan merebak." Sahabat bertanya,
‘Kekacauan seperti apa?’ Beliau menjawab, ‘Pembunuhan, pembunuhan, dan
pembunuhan."
Pembahasan tentang
turunnya Nabi Isa juga dibahas panjang lebar dalam buku ini. Juga tentang
kemunculan Ya’juj dan Ma’juj, satwa melata keluar dari bumi dan menyapa
manusia, matahari terbit dari arah tenggelam, asap tebal yang mengepul di akhir
zaman. Selain itu, juga tentang apa yang telah dan belum terjadi terkait
tibanya saat kiamat dan gambaran umat akhir zaman.
Dua Rakaat Shalat Sunnah Fajar Lebih Baik Daripada Dunia Dan Seluruh Isinya
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah yang dari-Nya semua nikmat
berasal. Shalawat dan salam semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda
Rasulillah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Di antara
shalat-shalat sunnah, ada shalat sunnah yang memiliki keutamaan yang tak
ternilai harganya. Dua rakaat yang memiliki keutamaan, sampai-sampai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya. Sebuah amalan
ringan, namun sarat pahala, yang tidak selayaknya disepelekan seorang hamba.
Amalan tersebut adalah dua rakaat shalat sunnah sebelum subuh atau disebut juga
shalat sunnah fajar.
Keutamaanya
Dikisahkan dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata :
لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى
رَكْعَتَيْ الْفَجْر
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidaklah melakukan satu shalat sunnah pun yang lebih beliau
jaga dalam melaksanakannya melebihi dua rakaat shalat sunnah subuh.” (HR
Bukhari 1093 dan Muslim 1191)
“Ketika safar
(perjalanan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap rutin dan teratur
mengerjakan shalat sunnah fajar dan shalat witir melebihi shalat-shalat sunnah
yang lainnya. Tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau melaksankan shalat sunnah rawatib
selain dua shalat tersebut selama beliau melakukan safar (Zaadul Ma’ad
I/315)
Keutamaan shalat
sunnah subuh ini secara khusus juga disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا
وَمَا فِيهَا
“Dua
rakaat shalat sunnah Fajar lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.”(HR.
Muslim725).
Lihatlah saudaraku,
suatu keutamaan yang sangat agung yang merupakan karunia Allah bagi
hamba-hamba-Nya. Tidak selayaknya seorang hamba melewatkan kesempatan untuk
dapat meraihnya.
Melakukannya dengan
Ringkas
Di antara petunjuk
dan contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan dua rakaat shalat
sunnah subuh adalah dengan meringankannya dan tidak memanjangkan bacaannya,
dengan syarat tidak melanggar perkara-perkara yang wajib dalam shalat. Hal ini
ditunjukkan oleh kisah berikut :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ حَفْصَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبَرَتْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ
مِنْ الْأَذَانِ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلَاةُ
Dari Ibnu Umar,
beliau berkata bahwasanya Hafshah Ummul Mukminin telah menceritakan kepadanya
bahwa dahulu bila muadzin selesai mengumandangkan adzan untuk shalat subuh dan
telah masuk waktu subuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan
shalat sunnah dua rakaat dengan ringan sebelum melaksanakan shalat subuh.(
HR Bukhari 583).
Diceritakan juga oleh
ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ مِنْ
صَلَاةِ الصُّبْحِ
“Dahulu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dua rakaat ringan antara adzan dan
iqamat shalat subuh.”(HR. Bukhari 584)
‘Asiyah radhiyallahu ‘anha juga
menjelaskan ringannya shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
menyatakan :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَفِّفُ
الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتىَّ إِنِّيْ لأَقُوْلُ :
هَلْ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ؟
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam meringankan dua rakaat shalat sunnah subuh sebelum shalat
fardhu Subuh, sampai-sampai aku bertanya : “Apakah beliau membaca surat
Al-Fatihah?” (HR Bukhari 1095 dan Muslim 1189)
Hadits-hadits di atas
menunjukkan sunnahnya memperingan shalat ketika melaksanakan shalat sunnah
subuh. Tentu saja yang dimaksud meringankan shalat di sini dengan tetap menjaga
rukun dan hal-hal yang wajib dalam shalat.
Bacaan Pada Setiap
Rakaat
Terdapat beberapa
hadits yang menyebutkan bacaan surat yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam setelah membaca surat Al Fatihah dalam shalat sunnah subuh.
Pertama. Hadits dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ
فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam dua rakaat shalat sunnah subuh
surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas” (H.R Muslim 726)
Kedua. Hadits dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang berbunyi :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَقْرَأُ فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فِي الْأُولَى مِنْهُمَا قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا الْآيَةَ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ وَفِي الْآخِرَةِ مِنْهُمَا
آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
"Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca ayat
قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ
إِلَيْنَا
(Al Baqarah 136) pada
rakaat pertama dan membaca
آمَنَّا بِاللّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا
مُسْلِمُونَ (Ali Imran 52) pada
rakaat kedua” ( HR. Muslim 727).
Ketiga.Hadits dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang berbunyi,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا
أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَالَّتِي فِي آلِ عِمْرَانَ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca
firman Allah قُولُواْ
آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا (Al Baqarah 136) dan membaca
تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمْ
(Ali
Imran 64)” (HR. Muslim 728).
Ringkasnya, ada tiga
jenis variasai yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
shalat sunnah subuh, yaitu :
1. Rakaat pertama membaca surat Al Kafirun
dan rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas
2. Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al Baqarah 136:
قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ
إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ
مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ
أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Rakaat kedua membaca
ayat dalam surat Ali Imran 52 :
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي
إِلَى اللّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللّهِ آمَنَّا بِاللّهِ وَاشْهَدْ
بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
3. Rakaat pertama membaca ayat dalam surat
Al Baqarah 136:
ُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ
إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ
مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ
أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Rakaat kedua membaca
ayat dalam surat Ali Imran ayat 64 :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئاً
وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ
فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Itulah beberapa ayat
yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat sunnah subuh.
Namun demikian tetap dibolehkan juga membaca selain ayat-ayat di atas.
Berbaring Sejenak
Setelahnya
Terdapat beberapa
hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berbaring di sisi tubuh sebelah kanan setelah melakukan shalat sunnah subuh. Di
antaranya adalah hadits berikut :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا سَكَتَ اْلمُؤَذّنُ بِاْلأُوْلَى
مِنْ صَلاَةِ اْلفَجْرِ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ
اْلفَجْرِ بَعْدَ اَنْ يَسْتَبِيْنَ اْلفَجْرُ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقّهِ اْلاَيْمَنِ
حَتَّى يَأْتِيَهُ اْلمُؤَذّنُ لِلإِقَامَةِ
“Apabila muadzdzin
telah selesai adzan untuk shalat subuh, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebelum shalat subuh, beliau shalat ringan lebih dahulu dua rakaat
sesudah terbit fajar. Setelah itu beliau berbaring pada sisi lambung kanan
beliau sampai datang muadzin kepada beliau untuk iqamat shalat subuh.” (HR
Bukhari 590)
Para ulama berbeda
pendapat tentang hukum berbaring setelah shalat sunnah subuh dalam beberapa
pendapat :
Pertama.
Hukumnya sunnah secara mutlak. Ini adalah madzhab Syafi’i dan ini adalah
pendapat Abu Musa Al ‘Asy’ari, Rafi’ bin Khadij, Anas bin Malik, dan Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhum.
Kedua.
Hukumnya wajib. Ini adalah madzhab Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah. Bahkan
beliau terlalu berlebihan dengan
menjadikannya sebagai syarat sahnya shalat subuh. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata sebagaimana dinukil Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam
Zaadul Ma’ad I/319 : “ Ini adalah termasuk pendapat yang beliau bersendiri
dengan pendapat tersebut dari para imam yang lain”
Ketiga.
Hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat kebanyakan para salaf. Di anatarnya
adalah Ibnu Mas’ud, Ibnul Musayyib, dan An Nakha’i rahimahumullah. Al Qadhi
‘Iyad rahimahullah menyebutkan ini merupakan pendapat jumhur ulama. Mereka
berpendapat bahwa tidak diketahui dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukannya di masjid.
Seandainya beliau melakukannya, tentu akan dinukil secara mutawatir.
Keempat.
Hukumnya menyelisihi perkara yang lebih utama. Ini adalah pendapat Hasan Al
Bashri rahimahullah.
Kelima.
Hukumnya mustahab bagi yang melakukan shalat malam agar dapat beristirahat. Ini
adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnul ‘Arabi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahumallah.
Keenam.
Berbaring di sini bukanlah inti yang dimaksud, namun yang dimaksud adalah
memisahkan antara shalat sunnah dan shalat wajib. Ini diriwayatkan dari
pendapat Imam Syafi’i. Namun pendapat ini tertolak, sebab pemisahan waktu memungkinkan dilakukan
dengan selain berbaring.
Kesimpulannya, yang
lebih tepat dari pendapat-pendapat di atas bahwa berbaring setelah shalat
sunnah subuh hukumnya mustahab (dianjurkan), asalkan memenuhi dua syarat :
1. Berbaring dilakukan di rumah dan bukan
di masjid karena tidak pernah dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bahwa beliau melakukannya di dalam masjid.
2. Hendaknya orang yang melakukan sunnah
ini, mampu untuk bangun kembali dan tidak tertidur sehingga tidak terlambat
untuk melakukan shalat subuh secara berjamaah.
Lakukanlah di Rumah
Inilah yang
dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melaksanakan
shalat-shalat sunnah.. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan
shalat sunnah di rumah dan memerintahkan agar rumah kita diisi dengan ibadah
shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اجْعَلُوا فِى بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ
، وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
“Jadikanlah shalat
(sunnah) kalian di rumah kalian. Janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan.”
(HR. Bukhari 1187)
Dalam hadits lain,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَفْضَلُ
صَلاَةِ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ
“Sebaik-baik
shalat seseorang adalah shalat di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR.
Bukhari no. 731 dan Ahmad 5: 186, dengan lafazh Ahmad)
Termasuk petunjuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melakukan shalat sunnah di rumah,
termasuk shalat sunnah subuh. Namun, jika dikhawatirkan ketinggalan shalat
berjamaah di masjid atau terluput dari mendapatkan shaf pertama, maka
diperbolehkan untuk melaksanakannya di masjid.
Jika Terluput
Melakukannya
Disyariatkan bagi
yang tidak sempat melakukan shalat sunnah subuh untuk melaksanakannya setelah
selesai shalat subuh atau setelah terbit matahari. Hal tersebut berdasarkan
dalil-dalil di bawah ini.
Hadits Abu Hurairah
rahidyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَي الْفَجْرِ
؛ فَلْيُصَلِّهُمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ
“Barangsiapa yang belum shalat sunnah dua
rakaat subuh maka hendaknya melakukannya setelah terbit matahari”. (HR.
At Tirmidzi 424).
Hadits ini
menunjukkan disyariatkan bagi orang yang belum sempat melaksanakan shalat
sunnah subuh agar meng-qadha’-nya setelah matahari terbit.
Boleh juga dikerjakan
tepat setelah selesai shalat subuh.Dalam hadits yang lain disebutkan :
عَنْ قَيْسِ بْنِ قَهْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ؛ أَنَّهُ صَلَّى
مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الصُّبْحَ ، وَلَمْ يَكُنْ رَكَعَ
رَكْعَتَي الْفَجْرِ ، فَلَمَّا سَلَّمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ؛
سَلَّمَ مَعَهُ ، ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ، وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ ، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيْهِ
Dari Qais bin Qahd
radhiyallahu’anhu, bahwasanya ia shalat shubuh bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan belum melakukan shalat sunnah dua rakaat qabliyah subuh.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah salam maka ia pun salam bersama
beliau, kemudian ia bangkit dan melakukan shalat dua rakaat qabliyah subuh, dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat perbuatan tersebut dan tidak
mengingkarinya. (HR. At Tirmidzi).
Kesimpulannya,
diperbolehkan meng-qadha dua rakaat shalat sunnah qabliyah subuh setelah shalat
subuh yang wajib. Pelaksanaannya bisa langsung setelah selesai shalat wajib
atau setelah matahari terbit.
Bersemangatlah
Menjaganya
Saudaraku, bersemangatlah
untuk menjaga dua rakaat ini. Amalan yang ringan, namun besar pahalanya. Dan
sebaik-baik amalan, adalah amalan yang kontinyu dalam pelaksanaannya. Dari
’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda :
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang
paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu, walaupun sedikit.”
(HR. Muslim 783)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela seseorang yang tidak kontinyu dalam
beramal. Dikisahkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku :
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ
فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai
‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat
malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” (HR. Bukhari 1152)
Semoga sajian ringkas
ini bermanfaat. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita untuk senantiasa
melaksanakan amalan-amalan sunnah. Wallahul musta’an.